Kawasan di Bolivia Ini Dipenuhi 'Rumah Bunuh Diri', Namun Warganya Ogah Pindah Kendati Kematian Mengancam
Sebagian besar warga di kawasan tersebut tidak mau pindah, meskipun mereka menghadapi risiko tinggi terhadap kematian.
Di pinggiran kota El Alto, Bolivia, terdapat ratusan bangunan yang terletak di tepi jurang curam, yang dikenal dengan sebutan suicide homes atau rumah bunuh diri. Hal ini disebabkan risiko tinggi yang dihadapi penghuni, yaitu kemungkinan terjadinya longsor yang dapat berakibat fatal.
Meskipun ancaman bencana tersebut sangat nyata, banyak dari mereka yang memilih untuk tetap tinggal di tempat tinggal dan tempat usaha mereka. Dikutip dari Oddity Central, kawasan ini terletak di Avenida Panormica dan La Ceja, yang merupakan salah satu pusat komersial paling ramai di El Alto, sehingga menarik perhatian karena lokasi yang berbahaya.
-
Dimana kejadian bunuh diri terjadi? Polisi juga menyelidiki motif kasus empat orang yang ditemukan tewas diduga bunuh diri terjun dari lantai 22 Apartemen Teluk Intan Tower Topas, Pejagalan, Penjaringan, Jakarta Utara (Jakut) pada Sabtu (9/3/2024) sore.
-
Di mana polusi udara meningkatkan bunuh diri? Analisis di Amerika Serikat menunjukkan setiap peningkatan partikel polusi per mikrogram/m3 di kota-kota AS menyebabkan peningkatan kejadian bunuh diri hingga 0,5%.
-
Bagaimana kondisi rumah di permukiman terbengkalai? Rata-rata, rumah di permukiman padat tersebut masih berbentuk utuh, dan tak jauh dari pinggir jalan.Semakin dalam masuk ke dalam gang, beberapa rumah yang awalnya masih layak ditinggali, perlahan-lahan berganti menjadi rumah yang tampak rusak karena tidak terurus lama.
-
Di mana lokasi kejadian bunuh diri? Motif satu keluarga bunuh diri sebuah Apartemen kawasan Pejagalan, Penjaringan Jakarta Utara, masih misterius.
-
Siapa yang tinggal di rumah tak layak huni? Sudah 15 tahun terakhir, ia tinggal di bangunan tak layak itu bersama suami dan seorang anaknya.
-
Apa alasan warga Kampung Mati pindah? Pada zaman dulu, ada sekitar 20 KK yang tinggal di kampung itu. Namun kehidupan di sana sungguh sulit. Selain berada di zona rawan longsor, hasil pertanian di sana sering menjadi serangan monyet ekor panjang. Hal inilah yang membuat warga tidak betah dan akhirnya memilih pindah.
Bangunan-bangunan tersebut berdiri di pinggir jurang yang hampir tegak lurus dan sangat rentan terhadap tanah longsor. Dalam beberapa pekan terakhir, hujan lebat melanda ibu kota Bolivia dan sekitarnya, yang semakin meningkatkan risiko longsor di area tersebut. Namun, para penghuni rumah ini, yang sebagian besar adalah pedagang dan dukun tradisional lokal yang disebut yatiri, tetap bersikeras untuk tidak meninggalkan tempat mereka.
"Kami tidak akan pindah dari tempat ini, karena ini adalah tempat kerja kami sehari-hari," ungkap seorang yatiri kepada Reuters.
"Namun, kami akan merawat tanah ini, terutama dengan mengalirkan air hujan agar tidak menyebabkan erosi."
Sayangnya, usaha untuk mencegah erosi tanah akibat air hujan tidak semudah yang dibayangkan. Gabriel Pari, Sekretaris Kota untuk Air, Sanitasi, Manajemen Lingkungan, dan Risiko, menyatakan bahwa risiko longsor di wilayah ini sangat tinggi sehingga bangunan harus segera dikosongkan demi keselamatan warganya.
"Jurang di lembah ini memiliki kemiringan 90 derajat," jelas Pari.
"Karena itu, kami ingin mereka meninggalkan tempat ini. Jika mereka tidak mau pergi, kami harus menggunakan pemaksaan."
Ritual Tradisional
Bangunan-bangunan yang rentan ini, terbuat dari bata dan dilapisi atap seng yang bergelombang, memiliki arti yang sangat berarti bagi para yatiri. Banyak di antara mereka yang tetap memilih untuk tinggal dan bahkan mengusulkan solusi berdasarkan kepercayaan tradisional.
"Kami bisa melakukan upacara persembahan. Kami melakukannya sebagai bentuk pembayaran kepada Pachamama, dan dengan cara ini tanah tidak akan bergerak," kata seorang dukun.
"Ini seperti memberikan makanan, dan tempat ini tidak akan runtuh. Sebaliknya, tanah akan stabil."
Pachamama, dewi yang dihormati oleh masyarakat adat Andes, diyakini dapat menjaga keseimbangan alam jika diberikan persembahan yang pantas. Meskipun demikian, para ahli tetap meragukan bahwa ritual tradisional ini dapat mencegah longsor yang sudah menjadi ancaman serius.
Rumah-rumah yang berdiri di tepi jurang ini telah lama berada dalam kondisi yang berisiko. Namun, dampak perubahan iklim dan curah hujan yang meningkat belakangan ini semakin memperburuk kemungkinan terjadinya longsor. Dengan situasi ini, masyarakat menghadapi tantangan besar dalam menjaga keselamatan mereka.
Meskipun usaha dilakukan untuk melibatkan praktik spiritual, kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa faktor-faktor lingkungan modern sulit untuk diabaikan. Keseimbangan antara tradisi dan kebutuhan akan keamanan fisik menjadi semakin penting dalam konteks ini.