Mahkamah Agung India: Menonton, Mengunduh Pornografi Anak Bukan Tindakan Kejahatan
Mahkamah Agung India: Menonton, Mengunduh Pornografi Anak Bukan Tindakan Kejahatan
Pada Januari, Pengadilan Tinggi menolak gugatan terhadap S. Harish, (28), yang terbukti memiliki dua bahan materi pelecehan seksual anak di ponselnya.
Mahkamah Agung India: Menonton, Mengunduh Pornografi Anak Bukan Tindakan Kejahatan
Mahkamah Agung India menerima laporan dari organisasi perlindungan anak terkait putusan Pengadilan Tinggi Madras yang menganggap tindakan menonton dan mengunduh pornografi anak bukanlah tindakan pidana.
Pada Januari, Pengadilan Tinggi menolak gugatan terhadap S. Harish, (28), yang terbukti memiliki dua bahan materi pelecehan seksual anak di ponselnya.
Menurut OpIndia, selain mengklaim Haris tidak bersalah karena dia belum pernah melihat pornografi anak secara langsung, hakim Pengadilan Tinggi Madras, N. Anand Venkatesh juga mencatat bahwa itu “dilakukan dalam privasi tanpa merugikan orang lain.”
Terdakwa mengklaim materi pornografi tersebut telah terunduh secara otomatis setelah ia menerimanya lewat aplikasi WhatsApp, yang menjadi bahan pengacara untuk membuktikan hal tersebut bukan tindak pidana di bawah Undang-Undang Perlindungan Anak dari Pelanggaran Seksual (POCSO) dan Undang-Undang TI.
Untuk membuat pelanggaran berdasarkan Bagian 14 (1) dari undang-undang Perlindungan Anak dari Pelanggaran Seksual, 2012, seorang anak atau anak-anak harus telah digunakan untuk tujuan pornografi.
Ini berarti terdakwa baru bersalah jika memakai anak itu untuk tujuan pornografi.
Bahkan dengan asumsi terdakwa telah menonton [video] pornografi anak, itu benar-benar tidak akan termasuk dalam ruang lingkup Bagian 14 (1) Undang-Undang perlindungan anak dari Pelanggaran Seksual, 2012,” jelas hakim di Pengadilan Tinggi Madras, seperti dilansir laman thepublica.
Tuduhan terhadap Haris akhirnya dibatalkan, hakim memutuskan mengunduh dan menonton pornografi anak tidak dianggap sebagai tindak pidana berdasarkan Undang-Undang POCSO dan Undang-Undang TI.
Keputusan tersebut sontak menimbulkan kemarahan dari kelompok perlindungan anak di India.
Permohonan bending kemudian diajukan oleh dua organisasi advokasi anak, Just Rights for Children Alliance dan Bachpan Bachao Andolan, yang memohon kepada MA untuk membatalkan putusan Pengadilan Tinggi yang dianggap meresahkan dengan alasan melegalkan kepemilikan pornografi anak akan mendorong produksi dan menimbulkan konsekuensi yang besar bagi anak-anak di seluruh dunia.
“Kesan yang diberikan kepada masyarakat umum adalah mengunduh dan memiliki materi pornografi anak bukanlah suatu pelanggaran, akan meningkatkan permintaan terhadap hal tersebut dan mendorong orang-orang untuk melibatkan anak-anak yang tidak bersalah dalam pornografi,” bantah petisi tersebut.
Dalam persidangan di Mahkamah Agung, HS. Phoolka, perwakilan kelompok advokasi anak, mencatat Haris terus-menerus menonton video tersebut selama dua tahun.
Majelis hakim melanjutkan bahwa jika seseorang menerima atau mengunduh pornografi anak, mereka harus menghapus materi tersebut untuk menghindari pengawasan, dimana Ketua Hakim Chandrachud menyatakan: “Seseorang yang menerima [pornografi anak] di WhatsApp bukanlah suatu pelanggaran.”
Mahkamah Agung belum membatalkan putusan Pengadilan Tinggi Madras, namun mengizinkan kelompok perlindungan anak untuk menyampaikan argumen tertulis hingga 22 April.