Pangeran MBS Ungkap Dirinya Secara Pribadi Tak Peduli dengan Masalah Palestina
Isu normalisasi hubungan Arab Saudi dan Israel bukan hal baru, namun banyak pertanyaan yang menyelimutinya.
Putra Mahkota Arab Saudi, Pangeran Muhammad bin Salman (MBS) menyampaikan kepada Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Antony Blinken bahwa ia secara pribadi tidak memiliki kepedulian terhadap apa yang disebutnya "masalah Palestina". Hal ini diungkapkan dalam laporan yang diterbitkan The Atlantic, sebuah media yang berpusat di Washington, DC, pada Rabu (25/9).
Laporan tersebut memberikan wawasan mengenai upaya negosiasi AS yang berlangsung selama 11 bulan setelah agresi brutal Israel di Jalur Gaza, Palestina. Selama kunjungan Blinken ke Arab Saudi pada Januari, ia dan MBS bertemu di Kota al-Ula untuk mendiskusikan kemungkinan kerajaan tersebut untuk menormalisasi hubungan dengan Israel di tengah situasi perang yang sedang berlangsung di Jalur Gaza.
Beberapa bulan sebelumnya, Riyadh dianggap telah membuat kemajuan dalam menjalin hubungan dengan Israel melalui pembicaraan yang difasilitasi oleh AS, yang kemudian terhambat akibat pecahnya perang pada 7 Oktober 2023. Dalam kunjungan tersebut, Blinken menanyakan kepada MBS apakah Arab Saudi dapat menerima Israel yang terus-menerus menyerang Jalur Gaza yang terblokade. MBS menjawab, "Mereka bisa kembali dalam enam bulan atau setahun, tetapi tidak setelah saya menandatangani sesuatu seperti ini," seperti yang dilaporkan oleh Middle East Eye pada Minggu (29/9).
Ia juga menambahkan, "Tujuh puluh persen populasi (di negara) saya lebih muda dari saya. Bagi banyak dari mereka, mereka tidak benar-benar mengetahui banyak tentang masalah Palestina. Jadi, mereka baru pertama kali diperkenalkan melalui konflik ini. Ini adalah masalah besar. Apakah saya peduli secara pribadi dengan masalah Palestina? Saya tidak peduli, tetapi rakyat saya peduli, jadi saya harus memastikan bahwa ini menjadi perhatian."
Tak Ada Normalisasi
Seorang pejabat dari Arab Saudi menyatakan bahwa percakapan yang dipublikasikan oleh The Atlantic tidak akurat. Secara terbuka, MBS telah menegaskan bahwa Arab Saudi tidak akan melakukan normalisasi hubungan dengan Israel tanpa adanya pembentukan Negara Palestina, dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya.
"Kerajaan akan terus berusaha secara tekun untuk mendirikan Negara Palestina yang merdeka dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya," ujarnya dalam pidato tahunan yang disampaikan baru-baru ini di depan dewan syura di Riyadh.
"Kami menegaskan bahwa Arab Saudi tidak akan menjalin hubungan diplomatik dengan Israel sampai tujuan tersebut tercapai."
Menurut laporan dari The Atlantic, sebagai imbalan atas normalisasi hubungan dengan Israel, Arab Saudi akan berusaha untuk mencapai perjanjian pertahanan bersama dengan Amerika Serikat. MBS juga menyampaikan kepada Blinken bahwa mengejar normalisasi dengan Israel akan membawa risiko besar baginya secara pribadi.
Dia mengingatkan tentang Presiden Mesir Anwar Sadat, yang dibunuh pada tahun 1981, beberapa tahun setelah menandatangani perjanjian damai dengan Israel.
"Setengah dari penasihat saya berpendapat bahwa kesepakatan ini tidak sebanding dengan risikonya," ungkap pemimpin de facto Saudi itu.
"Saya bisa saja menjadi korban karena kesepakatan ini."
Survei yang dilakukan pada awal perang di Jalur Gaza menunjukkan bahwa lebih dari 90 persen warga Arab Saudi percaya bahwa negara-negara Arab seharusnya memutuskan hubungan dengan Israel.