Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Perlakuan Myanmar terhadap orang Rohingya dianggap mirip rezim apartheid

Perlakuan Myanmar terhadap orang Rohingya dianggap mirip rezim apartheid Pengungsi Rohingya seberangi Sungai Naf. ©REUTERS

Merdeka.com - Kekerasan dan penindasan terhadap kelompok etnis minoritas muslim Rohingya dilakukan oleh militer dan kaum Buddha garis keras Myanmar disebut sebagai tindakan yang merendahkan martabat manusia. Menurut lembaga pemantau hak asasi Amnesty Internasional, sikap pemerintah Myanmar yang seakan merestui persekusi terhadap orang Rohingya dianggap sama saja menerapkan kebijakan apartheid, seperti dipraktikkan di Afrika Selatan pada masa lalu.

Kesimpulan itu dicantumkan dalam hasil penelitian Amnesty Internasional selama dua tahun terhadap pengungsi Rohingya, bertajuk 'Sangkar tanpa Atap' setebal 110 halaman. Menurut Direktur Penelitian Senior Amnesty Internasional, Ana Neistat, pemerintah Myanmar dengan sengaja memisahkan 1,1 juta orang-orang Rohingya dari etnis lainnya bermukim di Negara Bagian Rakhine, lantas membiarkan mereka hidup melarat dan serba sulit karena dikekang bermacam aturan. Orang Rohingya juga dipersulit ketika hendak mendapat layanan kesehatan dan pendidikan. Mereka juga dilarang bepergian sembarangan dan tidak boleh bercocok tanam.

"Pemerintah Myanmar sengaja membuat orang-orang Rohingya baik lelaki, perempuan, atau anak-anak terpisah dari etnis lain. Lantas dibiarkan hidup dalam kondisi tidak manusiawi, persis seperti rezim apartheid," kata Neistat, seperti dilansir dari laman The Telegraph.

Menurut Neistat, kondisi seperti itu harus dijalani oleh orang Rohingya sejak lama, jauh sebelum tentara mendatangi dan menghancurkan perkampungan mereka dengan dalih menumpas kelompok militan sejak 25 Agustus lalu. Dia meyakini bukti-bukti itu sudah cukup buat menggambarkan tentang kejahatan terhadap kemanusiaan dari rezim Myanmar yang apartheid.

Diskriminasi dan persekusi dialami orang Rohingya, lanjut Neistat, bermula sejak undang-undang kewarganegaraan ditetapkan pada 1982. Pemerintah Myanmar tidak mengakui keberadaan etnis Rohingya dari sekian banyak kelompok suku di sana. Alhasil, mereka tidak punya kewarganegaraan dan selalu dipersulit. Orang Rohingya selalu dicap sebagai pendatang gelap dari Bangladesh, atau dijuluki 'Bengali'.

Neistat juga mempertanyakan jaminan pemerintah Myanmar kalau orang Rohingya dipulangkan tidak bakal mengalami perlakuan buruk yang sama, atau malah lebih parah. Menurut dia, jika negara tidak mengakui Rohingya dan memasukkannya ke dalam undang-undang setempat, maka repatriasi bakal percuma.

"Pemerintah Myanmar harus mengembalikan hak dan memberikan status hukum kepada orang Rohingya. Undang-undang yang diskriminatif harus segera diubah. Jangan minta orang Rohingya kembali kalau pemerintahnya masih memberlakukan sistem apartheid," ucap Neistat.

(mdk/ary)
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Pemerintah Didesak Tegas soal Etnis Rohingnya: Jangan Sampai Jadi Masalah
Pemerintah Didesak Tegas soal Etnis Rohingnya: Jangan Sampai Jadi Masalah

Jika pemerintah terlambat mengambil kebijakan bisa jadi pekerjaan rumah yang sulit untuk diselesaikan di kemudian hari.

Baca Selengkapnya
Etnis Rohingya Mengeluh Dikasih Makan Sedikit, Yenny Wahid: Enggak Bersyukur
Etnis Rohingya Mengeluh Dikasih Makan Sedikit, Yenny Wahid: Enggak Bersyukur

Pemerintah Indonesia adalah negosiasi dengan pemerintah Myanmar soal pengungsi Rohingya.

Baca Selengkapnya
Pengungsi Rohingya dan Penolakan Warga Aceh
Pengungsi Rohingya dan Penolakan Warga Aceh

Pengungsi Rohingya kini mendapat penolakan dari warga Aceh. Pemerintah diminta bertindak tegas.

Baca Selengkapnya
Mahfud Endus Mafia Sengaja Selundupkan Etnis Rohingnya karena Manfaatkan Kebaikan Warga Indonesia
Mahfud Endus Mafia Sengaja Selundupkan Etnis Rohingnya karena Manfaatkan Kebaikan Warga Indonesia

Mahfud mengatakan jumlah pengungsi etnis Rohingya terus bertambah karena adanya jaringan mafia tindak pidana perdagangan orang (TPPO).

Baca Selengkapnya
Jokowi Beri Bantuan Kemanusiaan Sementara untuk Pengungsi Rohingya
Jokowi Beri Bantuan Kemanusiaan Sementara untuk Pengungsi Rohingya

Jokowi memastikan bantuan tersebut akan mengutamakan kepentingan masyarakat lokal.

Baca Selengkapnya
Polemik Etnis Rohingya di Aceh, JK: Tanggung Jawab UNHCR
Polemik Etnis Rohingya di Aceh, JK: Tanggung Jawab UNHCR

JK mencontohkan konflik yang terjadi di Ambon dan Papua yang membuat warga mengungsi.

Baca Selengkapnya
Koordinasi dengan UNHCR, Pemerintah Waspadai Sindikat TPPO di Balik Kedatangan Pengungsi Rohingya
Koordinasi dengan UNHCR, Pemerintah Waspadai Sindikat TPPO di Balik Kedatangan Pengungsi Rohingya

Pemerintah akan mempelajari mengapa para pengungsi bisa berakhir di Indonesia yang semula bukan negara tujuan atau transit.

Baca Selengkapnya
Pengungsi Rohingya Terus Bertambah, Mahfud MD: Orang Aceh, Sumut, Riau Sudah Keberatan
Pengungsi Rohingya Terus Bertambah, Mahfud MD: Orang Aceh, Sumut, Riau Sudah Keberatan

Mahfud MD sedang mencari jalan keluar mengenai pengungsi Rohingya yang terus bertambah datang ke Indonesia

Baca Selengkapnya
Apa Itu Rohingya dan Penyebab Konfliknya, Perlu Diketahui
Apa Itu Rohingya dan Penyebab Konfliknya, Perlu Diketahui

Konflik Rohingya termasuk kejahatan genosida yang menelantarkan banyak orang.

Baca Selengkapnya
Jokowi: Ada Dugaan Kuat Perdagangan Orang Terkait Pengungsi Rohingya
Jokowi: Ada Dugaan Kuat Perdagangan Orang Terkait Pengungsi Rohingya

Jokowi menyebut, pemerintah Indonesia akan menindak tegas pelaku TPPO.

Baca Selengkapnya
VIDEO: Mahfud MD Keras: Indonesia Berhak Membuang Mengusir Pengungsi Rohingya
VIDEO: Mahfud MD Keras: Indonesia Berhak Membuang Mengusir Pengungsi Rohingya

Menurut Menko Polhukam Mahfud MD, Indonesia berhak mengusir mereka

Baca Selengkapnya
UNHCR Blak-blakan Buka Suara soal Penyelundupan Rohingya di Aceh
UNHCR Blak-blakan Buka Suara soal Penyelundupan Rohingya di Aceh

Satu orang sudah ditetapkan sebagai tersangka kasus penyelundupan Rohingya ke Aceh.

Baca Selengkapnya