Eks Gerilyawan DI/TII Hidup Enak Usai Bantu TNI Buru PKI dan Pejabat era Sukarno
Merdeka.com - Setelah terjadi peristiwa Gerakan 30 September 1965, orang-orang PKI diburu. Dalam perburuan tersebut, pihak Angkatan Darat memberdayakan orang-orang Darul Islam yang menjadi musuh bebuyutan kaum komunis di Indonesia.
Penulis: Hendi Jo
Ketika Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) sedang gencar-gencarnya memusuhi pemerintah Sukarno pada 1950-an, Danu Muhammad Hasan dikenal sebagai salah satu orang dekat S.M. Kartosoewirjo yang menjadi buruan tentara.
-
Siapa yang memberikan pembebasan pajak? Prasasti Rukam berisi tentang penganugerahan sebuah desa yang dibebaskan pajaknya atas Wanua I Rukam oleh Sri Maharaja Rake Wakutura Dyah Balitung Sri Dharmmodya Mahasambhu.
-
Kapan Polri terima apresiasi? Mahasiswa Apresiasi Polri atas hasil survei Litbang Kompas baru-baru ini. Dalam survei tersebut Polri menempati urutan teratas setelah TNI sebagai lembaga yang memiliki citra terbaik.
-
Siapa yang memberikan kenang-kenangan? Ketua DPRD Kota Surakarta Budi Prasetyo mengatakan pihaknya menyetujui draf pengunduran diri Gibran Rakabuming dari jabatannya sebagai Wali Kota Surakarta.
-
Bagaimana PDIP rayakan HUT ke-51? PDI Perjuangan memperingati HUT Partai ke-51 dengan sederhana, khidmat, dan dilaksanakan secara hybrid.
-
Kenapa PKI menang pemilu 1955? Partai Komunis Indonesia (PKI), yang dipimpin oleh Alimin, berhasil mengumpulkan suara lebih dari 6 juta orang dan menguasai 16,4% suara. Partai ini mendapat 39 kursi pemerintahan.
-
Siapa yang bantu Pejuang Rejeki? Sebagai Brand Ambassador NEO rheumacyl, Andre Taulany menyampaikan keprihatinannya terhadap toko tradisional yang sudah berdiri lama secara turun-temurun tapi kondisinya sering terlihat kurang layak dan membuat tidak nyaman pelanggan yang datang.
Belakangan ketika pemberontakan kelompok sayap kanan itu bisa diakhiri pada 1962, Danu justru menjalin hubungan yang akrab dengan orang-orang Operasi Khusus (Opsus), kelompok intelijen Angkatan Darat pimpinan Ali Moertopo. Salah satunya adalah Aloysius Sugiyanto.
"Saya sering main ke rumah Danu di Situaksan, Bandung," kata Sugiyanto.
Usai terjadinya peristiwa Gerakan 30 September 1965, kelompok-kelompok Islam menjalankan konsolidasi kekuatan. Pihak Angkatan Darat tentu saja tak berdiam diri melihat peluang itu. Mereka malah memfasilitasi kekuatan-kekuatan anti-PKI itu untuk ikut terjun secara langsung dalam operasi-operasi menumpas orang-orang komunis.
Mata-Matai Orang Dekat Sukarno
Para bekas anggota DI/TII, yang merupakan musuh bebuyutan PKI, termasuk pihak yang didekati oleh Angkatan Darat. Dalam The Second Front: Inside Asia’s Most Dangerous Terrorist Network, Ken Conboy menyebut pendekatan itu langsung dilakukan oleh Ali Moertopo.
Ali meyakinkan para mantan gerilyawan DI/TII untuk berdiri di kubunya dalam menghadapi PKI sebagai musuh bersama. Lewat beberapa orang kepercayaannya (di antaranya adalah Aloysius Sugiyanto dan Pitut Soeharto), Ali lantas menjanjikan fasilitas dan pengampunan total jika para eks pemberontak itu mau bekerja sama dengan pihak Angkatan Darat.
Gayung bersambut. Ajakan Opsus itu langsung diamini oleh para pemimpin DI/TII. Bahkan, menurut Conboy, mereka sangat antusias. Itu dibuktikan dengan segeranya mereka bergerak usai kesepakatan terjadi.
"Danu dan kelompok kecil pendukungnya menjelajah Jakarta guna membongkar persembunyian para pejabat rezim Sukarno," tulis Conboy.
Bahkan secara khusus, Danu mendapat order dari Opsus untuk memburu Soebandrio, eks Wakil Perdana Menteri (Waperdam), bekas kepala Badan Poesat Intelijen (BPI) sekaligus orang dekat Presiden Sukarno yang dianggap pro PKI.
"Danu saya tugaskan memata-matai gerak-gerik Soebandrio," ungkap Sugiyanto.
Selain di Jakarta, orang-orang eks DI/TII juga diberdayakan di Jawa Barat. Menurut Sugiyanto, saat menjalankan penumpasan, para eks gerilyawan itu sepenuhnya difasilitasi secara penuh oleh Kodam VI Siliwangi.
Namun soal itu dibantah oleh Adah Djaelani, salah satu tokoh terkemuka DI/TII. Dalam buku NII Sampai JI: Salafy Jihadisme di Indonesia karya Solahudin, Adah mengaku jika orang-orangnya membiayai sendiri operasi penumpasan PKI.
"Adah bilang saat menghabisi orang-orang PKI, eks anggota DI hanya mendapatkan bantuan pinjaman senjata," ungkap Solahudin.
Eks DI/TII Hidup Enak
Kerja sama itu ternyata berlangsung sukses. Tidak ingin disebut ingkar janji, maka Angkatan Darat memberikan hadiah. Selain pembebasan dari dosa-dosa pemberontakan 1949-1962, mereka pun mendapatkan banyak kemudahan saat menjalankan bisnis.
Sebagai contoh Ateng Djaelani, salah satu dedengkot DI/TII yang ikut dalam penumpasan orang-orang PKI. Selain mendapat modal usaha, dia pun malah diangkat sebagai ketua Gabungan Perusahaan Minyak dan Gas (Gapermigas) Kotamadya Bandung.
Sementara Danu sendiri direkrut Ali Moertopo untuk bekerja di Badan Koordinasi Intelijen (Bakin). Dia mendapat fasilitas rumah dinas, mobil dinas dan gaji bulanan. Menurut Solahudin, situasi mapan itu menjadikan para eks anggota DI/TII sejenak melupakan cita-cita mereka untuk mendirikan sebuah Negara Islam.
"Saat itu kami tak berpikir sama sekali untuk menghidupkan kembali gerakan DI/TII," ujar Adah Djaelani seperti dikutip dalam buku karya Solahudin.
Tidak hanya memberikan fasilitas perorangan, pada 21 April 1971 pemerintah Orde Baru pun (lewat Bakin) memfasilitasi pertemuan reuni akbar eks anggota DI/TII di Situaksan, Bandung. Sekira 3.000 eks anggota DI/TII hadir dalam pertemuan yang dihadiri juga oleh para pejabat Bakin seperti Pitut Soeharto.
Dalam acara itu, ada ajakan dari Pitut kepada para peserta untuk bergabung dengan Golongan Karya, partai politik yang didukung pemerintah Orde Baru. Menyikapi hal tersebut, para eks anggota DI/TII pun menjadi terbelah.
"Ada yang menyambut baik, ada pula yang langsung menolaknya mentah-mentah," ujar Solahudin. (mdk/noe)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Hanya ada tiga jenderal besar dalam sejarah Indonesia. Apa yang membuat Soeharto menjadi salah satu penerimanya?
Baca SelengkapnyaDi tengah panasanya penumpasan PKI, Jenderal Soeharto mengaku sempat mau dibunuh.
Baca SelengkapnyaPotret lawas mendiang Jenderal Besar AH Nasution saat masih berseragam militer bersama istrinya.
Baca SelengkapnyaDjamin Ginting adalah seorang pejuang kemerdekaan Indonesia yang berasal dari Tanah Karo, Sumatra Utara.
Baca SelengkapnyaDua sosok Jenderal TNI bintang lima ini ternyata pernah jadi atasan dan bawahan. Simak karier keduanya hingga mampu meraih penghargaan tertinggi militer.
Baca SelengkapnyaIbnu Hadjar merupakan mantan Letnan Dua TNI yang berujung menjadi pemberontak pemerintah dalam pasukan DI/TII.
Baca SelengkapnyaTercatat dalam peristiwa itu, sebanyak kurang lebih 65 orang terbunuh.
Baca SelengkapnyaIni perjuangan sosok jenderal legendaris TNI. Siapa sangka bocah penyemir sepatu itu menjadi Panglima.
Baca SelengkapnyaSosoknya bukan orang ambisius yang menghalalkan segala cara demi mendapat jabatan
Baca SelengkapnyaSebuah potret lawas yang merekam aktivitas sang Proklamator beredar di media sosial.
Baca SelengkapnyaFoto langka Jenderal A.H Nasution dan D.N Aidit sukses mencuri perhatian. Terlihat dalam foto lawas tersebut keduanya saling tersenyum dan tertawa.
Baca SelengkapnyaMiliter ada di belakang aksi-aksi mahasiswa pasca G30S/PKI. Ini pengakuan para jenderal saat itu.
Baca Selengkapnya