Kisah Bubukshah dan Gagang Aking dari Zaman Majapahit
Merdeka.com - Kisah Bubukshah dan Gagang Aking adalah kisah populer yang berkembang sekitar pertengahan abad ke-14 di zaman Majapahit. Berkisah tentang saudara kembar laki-laki, yang tua bernama Kebo-milih, yang muda bernama Kebo-ngraweg.
Kisah Bubukshah dan Gagang-Aking diambil dari tulisan Willem Huibert Rassers (1877-1973) berjudul "Siwa dan Buddha di Kepulauan Indonesia". Ulasan Van Stein Callenfels, yang diambilnya pula dari laporan Poerbotjaroko. (Jacob Sumardjo-Arkeologi Budaya Indonesia-2002).
Ketika masih muda, keduanya ditinggal mati oleh kedua orang tuanya. Karena anak kembar ini sejak muda sudah gemar bersemedi, dan kurang mau membantu bekerja sanak keluarga yang memungut dan mengasuh mereka, maka keduanya diusir.
-
Siapa anak kembar Komeng? Kedua anak kembar Komeng baru saja diwisuda. Lulusan Sekolah Internasional Kebahagiaan kini tengah dirasakan komedian Komeng. Pasalnya anak kembarnya, Ganteng Maritza Aldi dan Bagus Athallah telah lulus dari Sekolah Menengah Atas (SMA).
-
Siapa kakak dari Bima? Meskipun kembar dan dilahirkan secara bersamaan, Cynthia Lamusu menganggap Tatjana sebagai kakak bagi Bima.
-
Siapa yang disebut mirip kembar? Alice Norin dan Davina Karamoy, dua seleb yang sedang mencuri perhatian akhir-akhir ini. Mereka membuat konten bersama dan sering disebut mirip kembar meskipun bukan saudara seayah.
-
Siapa anak kembar Kadek Devi? Ini mereka, Magha (kiri) dan Degha. Dua anak lucu ini adalah putra kembar dari Kadek Devi dan Dewa Yoga, pasangan mantan ratu FTV.
-
Mengapa Desa Bejijong disebut Kampung Majapahit? Desa Bejijong di Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur diduga kuat merupakan lokasi ibu kota Kerajaan Majapahit pada masa silam. Kini, desa ini merupakan kawasan konservasi warisan Majapahit dan pariwisata strategis.
-
Siapa yang punya darah keturunan Majapahit? Pria tua ini bukanlah orang sembarangan. Dia masih memiliki darah keturunan Kerajaan Majapahit. Pesan leluhurnya juga masih dipegang teguh. Bahkan kakek ini juga masih menjunjung tradisi ageman Jawa Kuno.
Bubukshah bersama saudaranya meninggalkan Desa Batur, dan di senja hari tiba di sebuah bale-dana yang dilukisi lakon Sudamala. Kemudian meneruskan perjalanan melalui pemandangan-pemandangan alam yang permai.
Mereka melewati sebelah selatan sebuah bangunan candi yang belum selesai dibangun, kemudian melintasi ladang-ladang padi di daerah Kediri. Mereka sampai di tepi bengawan Brantas. Seseorang yang kebetulan melihat mereka, merasa iba, dan menjanjikan akan menyeberangkan keduanya ke seberang bengawan dengan perahu.
Tetapi betapa kaget dan heran si pemilik perahu, ketika menyadari bahwa perahunya terhanyut oleh arus air sungai, tidak seperti biasanya dengan mudah melintasi sungai. Namun akhirnya kedua anak kembar diceritakan berhasil mencapai seberang bengawan.
Keduanya meneruskan perjalanan, dan sampai di sebuah pendapa. Mereka istirahat duduk di pendapa tersebut, dan anjing-anjing menggonggongi keduanya. Mereka meminta air minum sedikit. Jauh dari mereka, duduklah seorang hyang guru dengan murid-muridnya.
Guru tersebut menyuruh salah seorang muridnya untuk menanyakan siapa kedua anak kembar yang mirip satu sama lain itu. Keduanya menghadap hyang guru dan menjawab. Anak kembar ini menyatakan ingin berguru supaya memperoleh ilmu tentang hakikat Tuhan Yang Maha Agung. Keduanya diterima sebagai murid.
Nama kedua anak kembar itu diganti oleh guru mereka, Kebo milih diganti nama Gagang Aking, sedang Kebo Ngraweg diganti nama Bubukshah.
Sekian lama berguru, keduannya lantas meneruskan perjalanan dan tiba di sebuah pancuran air, dan keduanya mandi di situ. Menjelang pagi, mereka meneruskan perjalanan melintasi hutan-hutan yang sunyi. Mereka sampai di lambung gunung, dan terbentanglah di depan mereka padang-padang Jenggala dan Majapahit.
Kemudian meneruskan perjalanan menaiki gunung Setelah sampai di puncak, keduanya memutuskan untuk mendirikan gubuk masing-masing di situ. Gagang Aking, sebagai yang tua, mendirikan gubuknya di sebelah barat, sedangkan Bubukshah di sebelah timur.
Sedang di tengah-tengah dua gubuk tersebut akan dibangun balai bersama, tempat itu ternyata dekat mata air, sesuai dengan yang mereka inginkan. Mata air tersebut ada di sebelah sebuah candi yang rupanya dahulu didirikan oleh para wiku.
Percandian ini sama dengan penemuan sumber air dan percandian yang baru ditemukan pada 2020 lalu.
Arkeolog Nugroho Harjo Lukito mengatakan penemuaan sumber air tersebut berawal dari kegiatan zonasi Candi Klotok pada tahun 2017 lalu. Berdasarkan hasil survei di kawasan Gunung Klotok, ditemukan sejumlah titik lokasi yang berpotensi menyimpan benda cagar budaya. Salah satunya struktur batu bata kuno dan sumber mata air yang dimanfaatkan penduduk setempat sebagai irigasi.
Dari hasil eskavasi hari kedua, tampak sebuah bangunan bekas patirtaan kuno yang memanjang dari utara ke selatan. Selama ini, bangunan tersebut tertimbun oleh abu vulkanis dari letusan Gunung Kelud serta material tanah longsor dari puncak Gunung Klotok.
"Bangunan petirtaan biasanya digunakan sebagai tempat mensucikan diri sebelum melakukan ritual peribadatan di candi yang ada di puncak," kata Ketua Tim Eskavasi Nugroho Harjo Lukito.
Di candi tersebut bergambar lakon Jamur-juwang yang sedang bertapa, bercakap-cakap dengan seekor harimau, dan digoda oleh tujuh bidadari. Candi itu amat indah, sehingga keduanya berpikir tak mungkin candi itu dibangun oleh tangan manusia.
Setelah gubug dan balai selesai dibangun, keduanya mulai membuka hutan dengan menebangi pohon-pohon serta membakarnya. Dampak penebangan hutan itu banyak binatang yang lari dan ada yang terbakar. Binatang yang terbakar segera dimakan dengan rakus oleh Bubukshah. Untuk minumnya, Bubukshah menghilangkan dahaga dengan air nira.
Kebiasaan Bubukshah makan daging binatang dan minum tuak sepanjang hari ini, diingatkan oleh saudaranya, Gagang Aking. Ia mengingatkan cara hidup semacam itu bertentangan dengan ajaran guru mereka, Rahulu Kembang. Apalagi makan daging itu dosa, namun Bubukshah tidak mempedulikannya dan tetap menangkap binatang dengan jeratnya, dan memakannya,
Pembangunan tempat tinggal itu akhirnya selesai, tempat ini menjelma menjadi tempat yang indah dipenuhi tumbuhan bunga-bunga. Di kejauhan tampak pemandangan laut, keramaian pasar Daha dan hilir mudiknya perahu-perahu di bengawan.
Bubukshah tetap menjalani hidupnya tanpa tirakat, selalu makan dan mengisi waktunya dengan tidur. Tidak ketinggalan pula minum tuak dan makan daging binatang yang dimasak dengan berbagai cara menjadi kebiasaan setiap harinya.
Atas kebiasaan saudarannya itu, Gagang Aking sering memperingatkan bahwa cara hidup demikian pasti tidak akan mengantarkannya mencapai kesempurnaan surgawi. Tidak hanya itu, ketika Gagang Aking mengajak saudaranya itu untuk pergi ke ladang, Bubukshah selalu menolak. Alasannya sibuk memeriksa jebakan, siapa tahu ada binatang yang tertangkap.
Meski berbeda kebiasaan, namun ada kebiasaan yang sama yakni bertapa olah rasa. Hingga suatu waktu saat kebiasaan bertapa keduannya terdengar sampai di kedewaan.
Keduanya lantas mendapat ujian. Gagang Aking berhasil menahan godaan karena hanya memakan pisang dan tales saja, sedang Bubukshah gagal menahan godaan akibat kerakusannya memakan segala daging binatang, memakan, ikan serta nasi.
Kedua cara hidup saudara kembar itu akhirnya menimbulkan perdebatan yang berujung pada pertengkaran antara keduanya. Keduanya bersikukuh mempertahankan cara hidup masing-masing.
Ujungnya dari perdebatan itu mereka memutuskan untuk melepaskan diri dari raga masing-masing dan menghadap Batara Guru. Mereka ingin kepastian cara siapa yang paling baik menuju kesempurnaan.
Alih-alih mendapat jawaban, jawaban Batara guru malah sukar dipahami, sehingga diputuskan ketika keduanya kembali ke raga masing-masing.
Macan putih Kalawijaya diperintahkan Batara Guru untuk menguji kedua saudara kembar itu, siapa yang lebih tyaga.
Kemudian Kalawijaya turun ke gunung Wilis sebagai macan putih. Kali pertama yang didatangi Gagang Aking. Macan putih minta makan sedikit saja, makanan yang dia inginkan adalah daging manusia.
Gagang Aking menolak, ia mengaku masih menyayangi jiwanya, dan menjawab terlalu kurus. Ia menyarankan kepada macan putih agar memakan saudaranya yang gemuk.
Macan putih kemudian mendatangi Bubukshah dan meminta permintaan yang sama seperti ke Gagang Aking. Bubukshah justru menyambut dengan ramah dan menyiapkan nasi, daging, tuak, dan ikan. Dan ketika macan putih Kalawijaya menyatakan hanya dapat memakan daging manusia, Bubukshah dengan gembira menyediakan dirinya untuk dimakan macan putih.
Bubukshah berdalih, kebiasaannya memakan daging agar binatang itu pada penjelmaannya kelak dapat menjadi makhluk-makhluk yang lebih tinggi derajatnya.
Sebelum menyatakan siap dimakan macan putih, Bubukshah menyantap habis semua hewan tangkapan. Dia lantas mandi dan memakai pakaian terbaiknya serta wewangian.
Bukannya takut, Bubukshah tetap tenang. Setelah ternyata Bubukshah tak tergoyah, baru macan putih mengaku dirinya diutus dewa untuk menguji.
Atas kejadian itu Gagang Aking mengakui kebenaran cara bertapa Bubukshah, sehingga mengaku kalah, dan meminta kepada saudaranya itu agar ia boleh mengikutinya ke mana pun dia pergi. Bubukshah meluluskan permintaan ini. (mdk/cob)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Warisan leluhur Jakarta ini menghadirkan seni lisan, sastra hingga musik tradisional yang indah.
Baca SelengkapnyaWayang beber mungkin tidak sepopuler wayang kulit, tetapi sebenarnya ia merupakan pendahulu dari seni pertunjukan wayang kulit yang kita kenal sekarang.
Baca SelengkapnyaKesenian tradisional dari Tanah Gayo Aceh ini terinsipirasi dari legenda dua bersaudara yang mencari gajah putih untuk dipersembahkan kepada putri raja.
Baca SelengkapnyaCerita rakyat pendek bisa Anda berikan kepada si kecil sebagai dongeng pengantar tidur.
Baca SelengkapnyaDalam kehidupan masyarakat Batak Toba masih mengenal sebuah tongkat sakti yang menjadi sejarah lisan sampai saat ini.
Baca SelengkapnyaDi Desa Tempuran, Kabupaten Blora, ada sebuah makam keramat milik Mbah Lembu Peteng. Konon dulunya ia adalah seorang prajurit.
Baca SelengkapnyaDongengnya tidak hanya dibacakan, tetapi juga dinyanyikan.
Baca SelengkapnyaAnak orang nomor satu di Trenggalek itu mengajak orang tuanya naik gunung setelah menyaksikan sebuah film.
Baca SelengkapnyaIa merupakan tokoh penting dalam sejarah Kota Surabaya.
Baca SelengkapnyaCerita rakyat ini begitu melegenda. Banyak versi tentang kisahnya. Kesamaannya hanya pada tokoh dan kecantikan bidadari.
Baca SelengkapnyaBujangga Manik terus berpetualang dan mencatatnya di naskah daun palem yang sudah disiapkan.
Baca SelengkapnyaFenomena bumi terbelah berupa bungker kuno peninggalan Kerajaan Majapahit ditemukan di Gresik.
Baca Selengkapnya