Kisah Bujangga Manik, Si Petualang dari Kerajaan Sunda Kuno yang Mencatat Perjalanannya Keliling Jawa
Bujangga Manik terus berpetualang dan mencatatnya di naskah daun palem yang sudah disiapkan.
Bujangga Manik terus berpetualang dan mencatatnya di naskah daun palem yang sudah disiapkan.
Kisah Bujangga Manik, Si Petualang dari Kerajaan Sunda Kuno yang Abadikan Perjalanan Keliling Jawa
Di abad ke-13 kita mengenal sosok Marco Polo yang merupakan seorang traveller asal Venesia, Italia dan menjelajah ke berbagai benua termasuk Asia dan Indonesia. Ia berkeliling dengan tujuan utamanya untuk berdagang.
-
Mengapa Sunan Gunung Jati memata-matai kerajaan Pajajaran? Saat itu, Sunan Gunung Jati mengutus sejumlah telik sandi atau intel khusus ke negeri Pajajaran, setelah Cirebon memproklamasikan kemerdekaannya dari kerajaan Sunda terbesar itu.
-
Apa itu tatarucingan Sunda? Tatarucingan adalah permainan tradisional berbentuk pertanyaan yang disusun sedemikian rupa sehingga jawabannya sulit ditebak.
-
Siapa yang dijuluki 'Singa dari Jawa Barat'? Sebelumya, ia lahir di Buntet, Cirebon pada 7 Maret 1922 dan saat ini telah dikenang sebagai ulama berjuluk 'Singa dari Jawa Barat' karena keberaniannya.
-
Apa yang dilakukan Panji Laras saat berkelana? Berbekal restu dari ibu dan kakeknya, Panji Laras berangkat ke kota raja membawa ayam jagonya. Sesampainya di alun-alun istana, Panji Laras melihat banyak penyabung ayam tengah mengadu ayam jagonya. Ia pun ikut dalam permainan sabung ayam tersebut.
-
Bagaimana Sunan Gunung Jati mendirikan Kerajaan Banten? Setelah wilayah Banten dan sebagian Jawa Barat berhasil dikuasai Demak, Sultan Trenggono lantas menjadikan Syarif Hidayatullah untuk mendirikan kerajaan bercorak Islam di tanah Banten pada 1527.
-
Apa yang dimaksud dengan Pantun Sunda Lucu Jorang? Pantun Sunda lucu jorang bisa dicoba kalian lontarkan untuk menghibur teman atau kerabat terdekat.
Lalu di Asia terdapat juga Raja Cheng Ho yang turut menjelajah ke banyak negara dan kerajaan-kerajaan di pulau Jawa untuk menjalankan misi diplomatik. Namun sebelum itu terdapat sosok lain di bumi Indonesia yang sudah lebih dulu menjadi seorang petualang bernama Bujangga Manik asal Kerajaan Pakuan Pajajaran Bogor.
Bernama asli Prabu Jaya Pakuan, sosok ini memang dikenal sebagai penjelajah yang ulung. Dikatakan demikian karena dirinya mampu mendokumentasikan berbagai topomimi yang ada di pulau Jawa sampai Bali dengan detail dan rinci.
Naskahnya pun menjadi rujukan dari berbagai peneliti sampai akademisi dan menunjang ilmu pengetahuan sejarah dan sosial budaya di Indonesia. Bujangga Manik menjadi sosok petualang yang menarik untuk disimak. Yuk kenalan lebih dekat dengan sosoknya.
Asal mula perjalanan Bujangga Manik
Merujuk laman fin.unusia.ac.id, Jumat (6/10), awal mula Bujangga Manik melakukan perjalanan adalah sebagai bagian dari misi suci sebagai resi.
Diperkirakan Bujangga Manik melakukan perjalanan tersebut sekitar abad ke-13 atau 14.
Bujangga Manik dikenal sebagai sosok yang patuh terhadap ajaran yang ia anut, sehingga ia akan menjalankan perintah apapun sesuai tuntunan yang ada, termasuk untuk berkeliling pulau Jawa dan Bali.
Menurut penelitian dari Nourduyn, Ricklefs dan Voorhoeve asal Belanda, di dalam naskah Bujangga Manik yang tersimpan di Bodleian Library, Oxford Unversity sejak 1627, ia mulai mencatat apa saja yang dilihat sejak keluar dari gerbang Kerajaan Pajajaran seperti Pakancilan, Tajur Nyanghalang, Engkih Sungai Ciliwung sampai ke Sungai Citarum dan Sungai Cipali.
Selanjutnya Bujangga Manik terus berpetualang sampai ke wilayah Jawa Barat lainnya dan dituliskan di naskah daun palem yang sudah disiapkan. Dalam naskah itu disebutkan ia melakukan perjalanan sebanyak dua kali sampai ke timur Pulau Jawa.
Beristirahat dan mencatat tempat-tempat penting di Pulau Jawa
Dalam perjalanan pertamanya, Ia biasa melakukan pencatatan saat tengah beristirahat. Biasanya Bujangga Manik akan mencari tempat tertentu untuk duduk dan mengipasi tubuhnya lalu mulai merinci apa-apa saja yang sudah ditemui selama perjalanan tersebut.
Salah satu tempat yang disebut Bujangga Manik di naskahnya adalah Gunung Gede Pangrango yang merupakan dataran paling tinggi di wilauah tatar kerajaan Pakuan Pajajaran.
Dari sana dia kembali melakukan perjalanan ke arah timur dan menyeberangi Sungai Pemali atau yang saat ini merupakan Kali Brebes di perbatasan antara Jawa Barat dan Jawa Tengah.
Di tanah yang bernama Pamalang atau saat ini Kabupaten Pemalang itu dirinya mencatat bahwa daerah tersebut merupakan wilayah kekuasaan dari Kerajaan Majapahit dan Demak. Banyak desa-desa yang menjalankan adat kebudayaan dari dua kerajaan yang merupakan pusat pemerintahan mereka.
Melihat alat musik dan Meriam
Namun saat hendak melanjutkan perjalanan, Bujangga Manik tiba-tiba rindu dengan sosok sang ibu. Ini yang membuatnya memutuskan untuk kembali ke Pakuan Pajajaran untuk pulang.
Untuk memangkas waktu, ia kemudian menggunakan kapal laut dari Malaka di wilayah perairan yang dikuasai oleh Kerajaan Majapahit dan Demak.
Di sana dia juga mencatat hal belum pernah ditemui sebelumnya yakni pesta oleh para awak kapal dan keberagaman orang-orangnya.
Di kapal itu disebutkan bahwa sebelum keberangkatan, para awak kapal menabuh sejumlah alat musik dan bernyanyi dengan sangat keras.
Ia juga mendeskripsikan kapal yang saat itu terbuat dari bambu, rotan dan kayu laka, dengan juru kemudi yang berasal dari India.
Di sela-sela pesta, mereka juga membunyikan bedil yang kemudian ditulis dengan rinci oleh Bujangga Manik yang saat itu merasa senang karena ini merupakan hal yang baru ia temui.
Perjalanan kedua sampai Bali
Setelah kembali sampai di Kerajaan Pakuan Pajajaran, ia kembali memohon izin untuk melakukan perjalanan yang kedua sebagai orang suci (resi). Dalam perjalanan ini, Bujangga Manik melakukan perjalanan yang lebih jauh hingga ke pulau Bali.
Gambar naskah Bujangga Manik/Wikipedia
Di baris ke 663 sampai 666, Bujangga Manik mengatakan jika perjalanan ke duanya ini merupakan perjalanan panjang. Dia menyebut akan mencari tempat untuk peristirahatannya yang terakhir di dunia.
Perjalanan kemudian dilanjutkan mulai dari Jawa Barat lalu lanjut ke pesisir utara Jawa Tengah seperti Medang Kamulan, Gunung Karungrungan atau yang saat ini disebut sebagai daerah Ungaran, kemudian lanjut ke melintasi Sungai Bengawan Solo hingga ke Gunung Penanggungan di Kabupaten Mojokerto, pegunungan Tengger, Blambangan sampai ke Bali.
Setelahnya ia kembali ke wilayah Barat dan melewati Penanjungan lalu ke Gunung Patuha dan ke wilayah Parahyangan. Sampai akhir hayatnya ia menyelesaikan naskah tersebut.
Naskah sampai ke Oxford
Tidak ada yang tahu persis mengapa naskah bisa sampai ke Oxford, namun menurut peneliti budaya Sunda, Atep Kurnia, naskah tersebut bisa sampai ke Inggris saat penjelajah Eropa Richard James mengikuti ekspedisi pelayaran ke Indonesia akhir abad ke-16.
Ketika itu, Richard James yang dipimpin Sir James Lancaster menerima naskah ini saat mendarat di Banten tahun 1601. Setelahnya, naskah dibawa ke Inggris dan diserahkan ke kakaknya, Andrew Jones dan diarsipkan di perpustakaan Bodleian.
Setelah tersimpan selama 340 tahun, barulah naskah ini diteliti di tahun 1968 oleh sejarawan Eropa.