Kolonel & Jenderal Tak Berani, Kapten Baret Merah Terjun Pimpin Operasi Tempur di Papua
Jenderal, Kolonel, Letnan kolonel tak ada yang berani mengacungkan tangan. Pilihan jatuh pada seorang kapten baret merah.
Pimpinan Angkatan Darat mencari sukarelawan untuk memimpin operasi besar ini. Tak ada yang berani mengacungkan tangan.
Kolonel & Jenderal Tak Berani, Kapten Baret Merah Terjun Pimpin Operasi Tempur di Papua
Tahun 1962, Indonesia dan Belanda terlibat konfrontasi memperebutkan wilayah Irian Barat atau Papua.
Belanda enggan menyerahkan wilayah Papua pada Indonesia. Hal ini dijawab dengan Operasi Militer oleh Presiden Sukarno.
-
Siapa yang pimpin operasi TNI AL di Papua? Pelaksanaan operasi tersebut dipimpin Komandan Guspurla Koarmada III Laksamana Pertama TNI Wawan Trisatya Atmaja.
-
Siapa yang memimpin pasukan TNI di Papua? Danrem 173/PVB Brigjen TNI Frits Wilem Rizard Pelamonia menjelaskan bahwa Bandara di Agandugume tersebut telah dikuasai oleh OPM sejak awal Maret.
-
Siapa yang memimpin pertempuran di Tebing Tinggi? Mereka yang menjadi korban pembantaian Jepang di antaranya Jaksa Suleman, Harun Al-Rasyid, Yacub Lubis, Tahir Hasyim, Deplot Sundaro, Arif Hasibuan.
-
Kapan operasi TNI AL di Papua dimulai? Operasi Siaga Tempur Laut dan penyekatan perbatasan di wilayah kerja Koarmada III itu berlangsung sejak Senin (22/4).
-
Siapa yang memimpin misi TNI? Mereka harus menyelundupkan senjata untuk membantu Bangsa Aljazair yang berjuang demi kemerdekaannya.
-
Siapa yang menjadi Panglima TNI? Saat Indonesia merdeka, Surono dan kawan-kawannya bergabung dengan Barisan Keamanan Raktay (BKR) di Banyumas. Di sinilah Surono selalu mendampingi Soedirman yang kelak menjadi Panglima TNI.
TNI telah menyusupkan sejumlah pasukan ke Irian lewat udara. Namun jumlah mereka masih terlampau sedikit dibanding luas Irian
Butuh ada satu pasukan besar yang diterjunkan serentak untuk mengikat pasukan Belanda di wilayah Merauke.
Menteri/Panglima Angkatan Darat Jenderal Ahmad Yani memimpin rapat di Mabes AD.
Seluruh perwira senior Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD) hadir dalam rapat itu.
Yani ingin menerjunkan pasukan dalam jumlah besar.
Dalam Rapat Itu Hadir Pula Kapten Benny Moerdani, Sebagai Perwira Paling Junior
Benny adalah perwira baret merah dengan pangkat paling rendah dalam rapat itu.
Walau begitu Benny sudah memiliki pengalaman tempur di berbagai palagan dan mengikuti pendidikan di Amerika Serikat.
Pasukan Tersebut Harus Dipimpin Seorang Jenderal, Siapa Dia? Kata Yani.
Tak ada yang mengacungkan tangan. Tawaran diturunkan menjadi kolonel dan seterusnya. Tapi tetap saja tidak ada yang bersedia.
Melihat itu, sambil melirik Kolonel Muskita, Wakil Deputy II KSAD, Jenderal Yani berkata.
"Wah, Mus kalau begini lebih baik Benny kita naikan pangkatnya."
Artinya Benny yang masih berpangkat kapten akan memimpin operasi tersebut.
Pangkat Benny sebenarnya belum cukup untuk memimpin pasukan gabungan dengan 200 prajurit lebih..
Pasukan yang akan diterjunkan merupakan gabungan dua pasukan elite. RPKAD dan Batalyon Raiders 530 dari Kodam Brawijaya.
Operasi Naga Digelar 23 Juni 1962
Pasukan gabungan diterjunkan dari 3 pesawat angkut C-130 Hercules. Meleset 30 km dari droping zone seharusnya.
berkali-kali Benny dan Pasukan Naga terlibat baku tembak dengan Koninklijk Marine atau Marinir Belanda di belantara Papua.
Dalam pertempuran di Sungai Kumbai, kepala Benny sudah dibidik sniper. Beruntung dia masih bisa lolos.
Kenaikan Pangkat Istimewa Untuk Benny.
Jenderal Yani menepati janjinya. Seorang perwira RPKAD yang diterjunkan dalam misi selanjutnya membawa tanda pangkat mayor untuk Benny.
Di tengah hutan pangkat itu disematkan.
Setelah perang berakhir, Benny mendapat penghargaan Bintang Sakti dari Presiden Sukarno.
Bintang Sakti adalah penghargaan tertinggi bagi seorang prajurit yang menunjukkan keberanian dan kemampuan luar biasa di medan tempur.