Ketika Nasi dan Sambal Terasi Bikin Pemuda Belanda Rindu Bandung, Ngaku Tak Betah di Negeri Sendiri
Saking inginnya merasakan menu makanan tradisional tersebut, sampai-sampai pemuda itu membayangkan dirinya sedang menikmati sepiring nasi beserta sambal terasi
Kisah pemuda Belanda yang rindu akan suasana Bandung setelah dipulangkan paksa dari Indonesia, pernah muncul di akhir tahun 1950-an. Ia mengaku sangat ingin kembali ke Nusantara dan menyantap satu porsi nasi yang dipadukan dengan sambal terasi.
Saking inginnya merasakan menu makanan tradisional tersebut, sampai-sampai pemuda itu membayangkan dirinya sedang menikmati sepiring nasi beserta sambal terasinya.
-
Apa kuliner yang terkenal di Bandung zaman Belanda? 'Pasar Baru yang terletak di pusat kota, tidak jauh dari Stasion, di zaman baheula (dulu), jadi pangkalan ‘manusia kalong’ yang suka begadang malam. Segala jenis makanan mentah dan matang, ada di situ,' Pasar Baru saat itu rapi dan bersih.
-
Dimana kuliner Bandung di masa Belanda banyak dijumpai? Daerah sekitar Alun-Alun dan Stasiun Bandung hidup 24 jam, lengkap dengan aneka kulinernya.
-
Sambal apa yang populer di era kolonial Belanda? Tak hanya orang lokal, pada masa Kolonial Belanda, sambal menjadi makanan populer karena disukai oleh orang Eropa.
-
Bagaimana cara mencicipi kuliner Eropa di Bandung zaman Belanda? Sementara untuk kalangan Eropa, tentu Jalan Braga jadi pilihan. Salah satunya ada Maison Bogorijen, Restoran yang jadi langganan Gubernur Jenderal Hindia Belanda. Aneka makanan dan minuman Eropa tersedia, lengkap dengan minuman keras.
-
Mengapa orang Sunda gemar makan sambal? Jadi pembangkit selera makan orang Sunda Menurut Rosidi (2000:170) Selera makan akan bangkit jika lauk-pauk disertakan dengan sambal. Bahkan mereka juga bisa bertahan hidup di hutan asalkan ada sambal yang dimakan bersama lalap.
-
Apa kuliner khas Bandung? Kuliner khas Bandung ini adalah nasi panas yang dibungkus dengan daun pisang, lalu ditambah bermacam lauk-pauk dan sambal sebagai pelengkap.
Kekagumannya kemudian ia ungkapkan juga tentang nyamannya tinggal di Bandung. Bahkan dengan sadar, dirinya menyatakan bahwa merasa tidak betah tinggal di Belanda.
Kisahnya ini kemudian terarsip dalam sepucuk surat yang diterima oleh seorang guru perempuan dari salah satu sekolah menengah pertama di Bandung.
Mengapa pemuda Belanda ini begitu tergila-gila dengan nasi dan sambal terasi? Berikut informasinya
Mencurahkan Perasaannya di Surat Sepanjang 3,5 Halaman
Adalah J.v.B, nama pemuda Belanda yang tertulis dalam surat itu. Merujuk ANTARA, setelah dipulangkan karena gejolak politik antara Belanda dan Indonesia itu, J.v.B lantas menuliskan rasa rindunya secara gamblang tentang Bandung dan Indonesia.
Curahan hatinya bahkan tertuang dalam surat sepanjang 3,5 halaman yang ia ceritakan dengan sangat detail.
“Terbajanglah dlm chajalku keindahan Tanah Tumpah Darahku, teristimewa ditanah Pasundan (terbayanglah dalam khayalku, keindahan tanah tumpah darahku. Teristimewa di tanah Pasundan),” sebuh sang pemuda yang ketika itu berusia 20 tahun.
Rindu Suasana Tanah Sunda
Kondisi alam tanah Sunda yang subur, sejuk, dan dipenuhi pegunungan, menjadi alasannya rindu dengan Bandung dan Indonesia.
Menurutnya, suasana di Bandung tidak ia temukan di negerinya Belanda, sehingga membua J.v.B ingin kembali ke Bumi Priangan. Budaya makan sambal terasi yang sederhana namun nikmat, juga menjadi ungkapan rindunya yang besar.
“Pegunungannja jg terbentang hidjau, disinari matahari setiap saat. Aku rindu. Bukan sadja rindu kepada kau dan gadis2 Priangan lainnja, djuga aku sangat merindukan mataharimu dan iklim negerimu serta keindahan pemandangannja (Pegunungannya juga terbentang hijau, disinari matahari setiap saat. Aku rindu, bukan saja dengan negerimu serta keindahan pemandangannya,)” kata dia
Ingin Sekali Memakan Nasi dan Sambal Terasi
Secara jelas, J.v.B sangat ingin menyantap menu tradisional khas Sunda yakni sepiring nasi dan sambal terasi.
Dirinya juga membayangkan jika menu makanan tersebut akan semakin nikmat ketika disajikan bersama lalapan sayur. Dirinya banyak merasakan ini, karena dibesarkan di Priangan dengan budaya Sunda.
“Dan jang sangat ku rindukan ialah ingin sekali aku mengetjap lagi makanan negerimu, terisitimewa makan (nasi) dengan lalap dan sambel terasi (dan yang sangat kurindukan ialah, aku ingin sekali mengecap/merasakan kembali makanan negerimu. Teristimewa makan nasi dengan lalap dan sambal terasi)” ujarnya
Sambal Terasi Jadi Budaya Makanan Orang Sunda sejak Abad ke-19
Mengutip jurnal Fakultas Ilmu Budaya Universitas Padjadjaran (UNPAD) oleh Fadly Rahman berjudul “Sunda Dan Budaya Lalaban: Melacak Masa Lalu Budaya Makan Sunda”, budaya mengonsumsi lalap sebenarnya sudah lazim di Jawa Barat sejak abad ke-18.
Ketika itu, di wilayah ini, belum banyak peternakan dan cenderung lebih mengedepankan pengembangan vegetasi dari tanaman dan buah sebagai komoditas unggulannya. Ini juga dibuktikan dengan masifnya budidaya teh dan kopi yang kencang pada saat itu
Kemudian, seiring berkembangnya zaman, budaya makan orang Sunda bergeser dengan menambahkan lauk, berupa hasil bumi lainnya yang kemudian di abad ke-20 lazim dijadikan sebagai bahan campuran bumbu pedas bernama sambal.