Mengenal Beas Perelek, Tradisi Penjaga Stabilitas Pangan di Pedesaan Jawa Barat
Merdeka.com - Sejak zaman nenek moyang masyarakat Jawa Barat telah menerapkan beragam tradisi untuk menjaga stabilitas pangan dan ekonomi di tengah krisis akibat bencana maupun perang dunia.
Tradisi tersebut bernama Beas Perelek. Hingga kini Beas Perelek masih terus dilaksanakan di beberapa wilayah di Jawa Barat.
Beas Perelek sendiri merupakan tradisi yang cukup unik, yakni dengan menuangkan beras kepada tokoh masyarakat setempat yang berkeliling dengan membawa sebuah bambu sebagai wadah untuk menampung beras hasil pemberian warga.
-
Siapa yang mengumpulkan beras? Bupati Banyuwangi saat itu, R. Oesman Soemodinoto, menjadi ketua komite yang mengurus pengumpulan beras dan proses pemberangkatan kapal ke India.
-
Dimana beras dikumpulkan? Pada 2 Juli 1946, koran Kedaulatan Rakjat yang terbit di Yogyakarta memberitakan bahwa di Banyuwangi sudah terkumpul sekitar 20.000 ton beras untuk India.
-
Bagaimana masyarakat Batak Angkola saling membantu dalam tradisi Marpege-pege? Dalam upacara perkawinan Batak Angkola, setiap mempelai laki-laki wajib memberikan mahar yang menjadi alat yang dibayarkan kepada pihak keluarga perempuan yang akan dinikahi.
-
Apa makna tradisi Marpege-pege bagi masyarakat Batak Angkola? Marpege-pege merupakan salah satu bentuk dari rasa solidaritas, saling membantu dan toleransi antar anggota keluarga dan masyarakat khususnya dalam upacara perkawinan.
-
Bagaimana cara masyarakat Bangka Belitung menjaga lingkungan melalui Kelekak? Kelekak dilakukan dengan sengaja agar lahan yang sudah tidak ditanami oleh suatu tumbuhan akan digantikan dengan tanaman buah seperti durian, cempedak, duku, dan jenis tanaman lainnya. Seluruh tanaman tersebut ditinggal dan dibiarkan tumbuh hingga menjadi hutan tanaman buah di kemudian hari.
-
Bagaimana proses tradisi Bebehas dilakukan? Dalam prosesnya, Bebahas dilaksanakan secara gotong-royong. Dalam tradisi Bebahas ada beberapa tahapan yang harus dilaksanakan, di antaranya mulai dari memisahkan padi dari tangkainya atau yang biasa disebut dengan mengirik. Setelah seluruh padi dipisahkan dari tangkainya, biji-biji padi tadi kemudian dijemur. Tahap ini mereka sebut dengan mengisal. Tahapan selanjutnya, padi yang sudah dijemur kemudian masuk ke tahap ditumbuk dengan menggunakan lesung.
Dilansir dari GNFI, beas perelak terdiri dari dua kata. Beas yang berarti beras, sementara perelek, merupakan istilah dalam bahasa Sunda. Istilah ini diambil berdasarkan kebiasaan orang Sunda untuk menamai sesuatu sesuai dengan bunyi yang dihasilkannya.
Pada praktiknya, bulir beras yang diambil sedikit dijatuhkan dalam wadah yang dibawa petugas desa. Bulir beras yang jatuh itu, menurut orang Sunda berbunyi, “perelek…perelek…perelek.” Karena kebiasaan tersebut, maka tradisi itu disebut Beas Perelek.
Menjaga Stabilitas Ketahanan Pangan
Infobudaya.net 2020 Merdeka.com
Beas Perelek seperti yang dilansir dari infobudaya.net, biasanya digunakan oleh masyarakat desa untuk membantu warganya yang membutuhkan. Selain itu tradisi ini juga sebagai sarana konsumsi saat terdapat acara gotong royong di desa-desa wilayah Jawa Barat.
Tradisi mirip jimpitan ini cukup populer di wilayah Jawa Barat bagian tengah hingga bagian utara seperti Ciamis, Purwakarta, hingga Majalengka. Saat ini tradisi Beas Perelek sudah mulai tergusur dan sangat sedikit desa yang masih menjalankan tradisi tersebut.
Pembangun Ekonomi Pedesaan
Infobudaya.net 2020 Merdeka.com
Tradisi Beas Perelek selain digunakan sebagai stabilitas ketahanan pangan juga biasa digunakan sebagai pembangun ekonomi kerakyatan di desa-desa di Jawa Barat.
Menurut Infobudaya.net fungsi tersebut mencakup pembangunan sarana dan prasarana desa dalam membantu dari sisi pembiayaan karena tidak cuma beras yang biasa disumbang warga, membantu modal investasi masyarakat yang ingin berdagang, hingga membantu penyediaan operasional hajatan di desa setempat seperti piring dan gelas.
Tradisi Beas Perelek di Era Sekarang
disdik.purwakartakab.go.id 2020 Merdeka.com
Dilansir dari disdikpurwakartakab.go.id, di salah satu SMP Negeri di Kabupaten Purwakarta tradisi tersebut dikenalkan kepada siswa dan siswinya. Menurut Cucu Agus Hidayat, selaku kepala Sekolah SMP N 3 Tegalwaru upaya tersebut adalah sikap pembangunan karakter yang terus dibangun melalui corak budaya Sunda.
Setiap hari Kamis pagi diterapkan hari ekspresi untuk para siswa yang termasuk ekonomi mampu biasanya membawa sejumlah beras untuk disimpan di sebuah bambu yang disediakan oleh pihak sekolah.
Selain dilakukan oleh siswa, tradisi tersebut juga dilakukan oleh guru dan staff administrasi di sekolah tersebut. Menurutnya ini adalah upaya pembangunan karakter generasi milenial agar lebih memiliki tingkat kepedulian sosial yang tinggi.
Transformasi nilai-nilai tradisi Beas Perelek menjadi penting untuk terus dibina dan dikembangkan.
"Tujuannya adalah membentuk kepribadian dasar, (aspirasi, intuisi, sikap, keyakinan, harapan, perasaan, dan penilaian sosial," ujar Kepala SMP N 3 Tegalwaru Cucu Agus Hidayat. (mdk/nrd)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Dari tahap awal sampai akhir, tradisi ini melibatkan orang banyak alias dikerjakan secara bergotong-royong dan dilaksanakan dengan penuh suka cita.
Baca SelengkapnyaKampung adat ini masih menjalankan tradisi leluhur
Baca SelengkapnyaTradisi masyarakat Sumatra Selatan ini tak hanya menjadi kearifan lokal, melainkan juga bermanfaat untuk menjaga ekosistem alam.
Baca SelengkapnyaEmping Beras, kuliner unik dan legendaris kebanggaan warga Orang Darat di Bangka Belitung. Makanan ini hadir saat tradisi Maras Taun.
Baca SelengkapnyaTanpa disadari boboko ada di hampir tiap dapur orang Sunda loh. Yuk kenalan lebih dekat
Baca SelengkapnyaTradisi Seren Taun Kasepuhan Cisungsang sebagai bentuk rasa syukur masyarakat Kasepuhan Cisungsang
Baca SelengkapnyaRitual adat Kebo-keboan Alas Malang yang digelar masyarakat Desa Alas Malang, Kecamatan Singojuruh, Banyuwangi, Minggu (30/7), berlangsung meriah.
Baca SelengkapnyaKabupaten Serang memiliki kearifan lokal yang hampir punah bernama Adang.
Baca SelengkapnyaTradisi Wiwitan rutin diadakan setiap tahun oleh para petani di Jogja. Acara itu dirangkai dengan berbagai kegiatan kesenian
Baca SelengkapnyaKabarnya, tanah di Kampung Cisungsang merupakan titipan dari Raja Sunda yang bersahaja bernama Pangeran Walasungsang.
Baca SelengkapnyaSebuah kegiatan upacara adat yang dilakukan oleh Kerajaan Adat Marusu sebagai simbol bahwa musim tanam di Kabupaten Maros akan segera tiba.
Baca SelengkapnyaTradisi ini unik, karena banyak warga yang menjadi petani dadakan
Baca Selengkapnya