Mengenal Jalan Cadas Pangeran, Saksi Bisu Perlawanan Sumedang Terhadap 'Mas Galak'
Merdeka.com - Sebuah jalan biasanya digunakan untuk memudahkan pergerakan lalu lintas para penggunanya. Tak terkecuali Jalan Cadas Pangeran di Jawa Barat yang menghubungkan Kabupaten Sumedang dengan Kabupaten Bandung.
Jalan yang membentang sepanjang 11 km ini dibangun di masa penjajahan kolonial Belanda. Jalan ini termasukdalam ambisi Gubernur-Jenderal Hindia Belanda di masa itu, Herman Willem Daendels, untuk menyelesaikan jalan raya pos (de grote postweg) sepanjang 1.000 kilometer, mulai dari Anyer hingga Panarukan di Kabupaten Situbondo, Jawa Timur.
Di balik manfaatnya yang membantu pergerakan moda transportasi masyarakat, ternyata jalan yang dihiasi pemandangan bukit serta persawahan tersebut menjadi bukti kekejaman bangsa Belanda. Tak sedikit rakyat Indonesia mendapat perlakuan tak manusiawi dari mereka saat pembangunan jalan ini.
-
Kenapa Belanda membangun jalur kereta di Sumatra Barat? Sumatra Barat menjadi salah satu lokasi yang dipilih Belanda untuk dibangun jalur kereta di sana. Pasalnya, di daerah tersebut ditemuan sebuah pertambangan batu bara tepatnya di Sawahlunto tahun 1868.
-
Kenapa Belanda membangun terowongan kereta api di Sawahlunto? Pada zaman penjajahan Belanda, moda transportasi kereta api sangatlah penting bagi perekonomian. Keberadaan jalur rel kereta api menjadi penghubung antara satu daerah dengan daerah lainnya. Di Pulau Sumatra, kereta api berperan sebagai pendukung mobilitas masyarakat serta mengangkut berbagai komoditas berharga untuk dikirim ke pelabuhan.
-
Kenapa Belanda menerapkan pajak di Sumbar? Belasting atau dalam bahasa Indonesia yang berarti Pajak ini diberlakukan oleh pihak Belanda sebagai pengganti sistem tanam paksa kopi yang berada di bumi Minangkabau.
-
Apa peninggalan Belanda di Tapanuli Selatan? Salah satu jejak peninggalan kolonial Belanda ada di Tapanuli Selatan berupa kolam renang.
-
Apa yang dilakukan Belanda? Pada praktiknya, tanah milik sultan itu kemudian disewakan kepada Belanda. Sementara itu, pemerintah kolonial memberikan konsesi kepada pemodal untuk mengolah hasil perkebunan tersebut. Mirisnya, rakyat yang ingin menggarap tanah harus memberikan konsesi kepada pemilik Afdeling.
-
Apa yang dilakukan Belanda dengan kelapa sawit di Sumatra? Pada Masa kolonial Hindia Belanda, perkebunan kelapa sawit menjadi sebuah industri berskala besar dengan dibukanya perusahaan bernama Sungai Liput Cultuur Maatschappij oleh Adrien Hallet dan K. Schadt di Pantai Timur Sumatra, tepatnya di Deli pada 1911.
Salah Satu Jalur Tersulit yang Dibangun
©2020 http://dbmtr.jabarprov.go.id/
Dilansir dari dbmtr.jabarprov.go.id, jalur Cadas Pangeran merupakan salah satu dari sekian jalan pos yang cukup sulit dibangun di era Gubernur-Jenderal Daendels.
Untuk membangun jalan ini, para pekerja harus membelah bukit dengan peralatan serta tenaga yang seadanya.
Salah satu yang membuat kontur bukit sulit untuk dibongkar adalah kondisi tanahnya yang didominasi oleh bebatuan cadas yang sangat keras. Hal ini pun membuat pembangunan jalan ini molor, dari target awal selesai pada 1808 namun baru bisa digunakan tiga tahun kemudian.
Ketika itu banyak pekerja yang membangun jalan ini dengan tangan kosong, hingga tersiksa secara tenaga karena minimnya bantuan alat maupun logistik.
Membunuh 5.000 Nyawa
Pembangunan jalan dengan kontur berkelok tajam dan naik turun khas pegunungan tersebut juga dilaporkan telah membunuh 5.000 nyawa selama proses pembangunannya.
Selain karena minimnya sarana penunjang, para pekerja rodi tersebut banyak yang berakhir menjadi mangsa dari hewan buas penunggu bukit di kawasan tersebut. Tak sedikit pula para pekerja yang meninggal karena terkena wabah penyakit.
Bahkan selama proses pembangunan, Gubernur Jenderal Daendels selalu berlaku semena-mena dengan memaksakan tenaga manusia demi mengejar target pembangunan.
Simbol Perlawanan Terhadap Mas Galak
©2020 http://dbmtr.jabarprov.go.id/
Perlakuan tak manusiawi dari Gubernur Jenderal Daendels pun tercium oleh Bupati Sumedang saat itu, Pangeran Kusumadinata IX, atau yang akrab disapa Pangeran Kornel. Ia pun meluapkan kemarahannya dengan mengunjungi proyek Jalan Cadas Pangeran sembari memegang kepala keris yang masih tertancap di tempatnya.
Saat tiba di lokasi, Pangeran Kornel pun bersalaman dengan Gubernur-Jenderal Daendels menggunakan tangan kirinya.
Menurut Budayawan Sumedang, Raden Moch Achmad Wiriaatmadja, dikisahkan jika simbolisasi berjabat tangan menggunakan tangan kiri oleh Bupati Sumedang periode 1791 hingga 1828 itu mewakili amarah rakyat Sumedang atas kesewang wenangan dari gubernur “Mas Galak”.
Mas Galak sendiri merupakan sebutan Daendels di kalangan rakyat Jawa karena mereka kesulitan mengucap gelar "Marschalk" milik Daendels, sehingga menjadi Mas Galak. Selain itu sebutan tadi juga sesuai dengan rekam jejaknya yang tidak manusiawi.
Ketika itu sang bupati juga sempat mengajak duel satu lawan satu agar tak lagi memanfaatkan rakyat Sumedang untuk melakukan kerja paksa. “Lebih baik berjuang dan berkorban sendiri daripada harus mengorbankan seluruh rakyat Sumedang,” ancam sang bupati.
Untuk menghargai keberanian Bupati Sumedang, nama jalan tersebut diresmikan menjadi Cadas Pangeran.
Dibangun Ulang
Setelah berfungsi, berpuluh-puluh tahun kemudian jalur tersebut dibangun kembali di bagian bawah tebing jalur utama dengan tujuan dapat menampung kendaraan dengan volume lebih besar. Selain itu Jalan Cadas Pangeran lawas di atas bukit juga tak lagi digunakan.
Pada 1990, pemerintah yang sedang gencar-gencarnya pembangunan perekonomian berupaya mengaktifkan kembali jalur asli di atas tebing melalui proses pelebaran jalan. Namun karena terjadi kesalahan prosedur pengaktifan kembali jalur lawas pun menyebabkan longsor.
Saat itu, dibutuhkan hampir setengah tahun untuk memperbaiki sisa longsoran. Pada 1995 jalur bawah diperbaiki ulang untuk menambah massa beban dan kualitas jalan lewat sistem Road Contilever Construction sehingga badan jalan menjadi lebih lebar dan menempel kokoh pada tebing, lewat sanggaan pelat beton bertulang.
Terdapat Patung Bupati Sumedang Sedang Bersalaman
©2020 http://dbmtr.jabarprov.go.id/
Untuk mengenang pemberontakan Pangeran Kusumadinata IX atau Pangeran Kornel tersebut, maka dibangunlah sebuah patung atau prasasti yang menampilkan Pangeran Kornel sedang berjabat tangan menggunakan tangan kirinya bersama Gubernur Jenderal Herman Willem Daendels.
Namun terdapat beberapa versi yang menyebutkan jika patung orang Belanda yang sedang bersalaman bukanlah Daendels, melainkan Rafless mengingat saat jalan tersebut jadi, posisinya sebagai Gubernur Jenderal telah berakhir. (mdk/nrd)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Pemberlakuan sistem pajak oleh kolonial Belanda kala itu membuat rakyat pribumi murka dan memberontak sehingga menimbulkan konflik panjang.
Baca SelengkapnyaDahulu jalur puncak masih sepi dengan kontur jalan tanah dan berbatu. Kendaraan pun hanya kereta yang ditarik oleh tiga kuda.
Baca SelengkapnyaPemberontakan ini sebagai bentuk reaksi rakyat terhadap sistem tanam paksa oleh Belanda.
Baca SelengkapnyaWarga Lamongan tampilkan kekejazam kerja rodi zaman penjajahan Belanda. Bikin nangis.
Baca SelengkapnyaPemberontakan yang ia pimpin menjadi pemberontakan besar terhadap Belanda yang pertama di Pulau Jawa.
Baca SelengkapnyaBerikut potret Jalan Raya Puncak Bogor zaman dulu yang masih didominasi tanah dan hutan.
Baca SelengkapnyaLokasi ini sangat cocok untuk menghabiskan libur akhir pekan lantaran menyuguhkan panorama yang indah. Pemandangan wilayah perkotaan yang tampak, dijamin bikin pengunjung betah berlama-lama.
Baca SelengkapnyaKegiatan bersih-bersih rutin dilaksanakan setiap hari Jumat yang disebut Jumsih.
Baca SelengkapnyaSebuah video memperlihatkan suasana Indonesia pada tahun 1920-an seperti kembali ke masa lalu.
Baca SelengkapnyaBenteng de Kock, saksi bisu Perang Padri yang dimotori Tuanku Imam Bonjol di Bukittinggi.
Baca Selengkapnya