Masyarakat Sunda Punya Tradisi Pertanian Unik, Ajak Bicara Kerbau saat Bajak Sawah
Merdeka.com - Bagi masyarakat Sunda, membajak sawah menggunakan kerbau sudah menjadi tradisi turun temurun sejak zaman nenek moyang. Uniknya tradisi ini juga diwarnai dengan interaksi antara petani dan hewan yang digunakan untuk menggarap lahan itu.
Para petani Sunda kerap mempraktikkan ini sebagai salah satu metode untuk mempermudah mengolah tanah sebelum ditanam. Bahkan, mereka juga seringkali mengajak hewan besar itu untuk berbicara.
Di banyak perdesaan priangan, tradisi berbicara dengan kerbau pembajak ini masih tetap dilestarikan. Berikut ulasan selengkapnya.
-
Bagaimana warga Lebak beternak kerbau? Warga di Kabupaten Lebak sendiri memiliki cara yang unik dalam beternak kerbau. Mereka hanya melepaskannya saja di tanah lapang yang luas. Konsep ini merupakan cara tradisional untuk membudidaya kerbau, karena hewan tersebut bisa leluasa mencari makan.
-
Kenapa warga Lebak memelihara kerbau? Keuntungan hingga ratusan juta rupiah bisa didapat dari memelihara kerbau. Kerbau masih menjadi andalan masyarakat Kabupaten Lebak, Banten yang bergelut di sektor peternakan.
-
Dimana warga Lebak memelihara kerbau? “Kami setiap hari melepaskan ternak kerbau di lahan tanah lapang, karena terdapat pakan rerumputan hijau itu,“ kata dia lagi.
-
Kapan manusia mulai beternak kambing dan domba? Diperkirakan, kambing dan domba dijinakkan di Fertile Crescent sekitar 10.500 tahun yang lalu.
-
Bagaimana cara orang Sunda berbaur dengan warga lokal? Kini warganya telah hidup berbaur dengan masyarakat setempat, dan meneruskan keturunannya.
-
Mengapa orang Sunda melakukan tradisi papahare? Merujuk jurnal oleh UIN Raden Intan Lampung berjudul 'Interaksi Sosial pada Tradisi Papahare Masyarakat Sunda Muslim di Desa Sukajaya Lampung Barat' tradisi papahare jadi salah satu cara bersyukur dari orang Sunda.
Kegiatan Membajak Sawah jadi Kebiasaan Turun Temurun
Membajak sawah dengan kerbau ©2023 YouTube Pejalan Tangguh/ Merdeka.com
Mengutip Instagram @budaya.kuring, Rabu (22/2) tradisi membajak menggunakan kerbau biasanya dilakukan oleh satu atau dua ekor kerbau yang dikendalikan oleh seorang petani. Kerbau akan berjalan di depan dan diarahkan oleh petani dari belakang.
Turut digunakan satu buah garu yang dibuat dari kayu serta besi untuk menggaruk tanah sawah setelah masa panen. Di bahasa Sunda, kegiatan menggaruk tanah sebelum masa tanam disebut ngagaru atau ngawuluku.
Pada kesempatan itu, kerbau bersama petani turun ke area sawah yang berlumpur dan mengitari titik sampai beberapa kali. Ketika tanah sudah gembur, sawah bisa didiamkan selama beberapa hari sebelum memasuki masa tanam.
Lebih Hemat dan Ramah Lingkungan
Kegiatan membajak sawah dengan kerbau dianggap lebih hemat oleh petani lantaran tidak membutuhkan bahan bakar. Kerbau bisa bekerja selama beberapa jam, di masa penggemburan tanah layaknya traktor.
Kemudian membajak sawah menggunakan kerbau juga membuat lokasi sekitar menjadi lebih ramah lingkungan. Alasan ini diperkuat karena traktor meninggalkan efek buang seperti asap, juga cemaran solar maupun oli.
Jika memakai kerbau, humus tanah di persawahan juga lebih terjaga sehingga bagus untuk pertumbuhan dan kesuburan padi saat panen.
Kemudian kotoran kerbau juga disebut bisa menjadi pupuk organik alami yang membantu kualitas tanaman padi agar tetap sehat.
Petani Ajak Bicara Kerbau
Membajak sawah dengan kerbau ©2023 YouTube Pejalan Tangguh/ Merdeka.com
Sebagai upaya mengendalikan laju kerbau, petani kemudian melakukan sejumlah interaksi seperti berbicara. Kebiasaan ini dilakukan demi memperlancar kegiatan membajak sawah.
Terdapat sejumlah ucapan petani yang bisa dipahami kerbau sehingga hewan tersebut mampu menuruti perintah mereka. Ini juga akan mempermudah membentuk pola penggemburan lahan agar sesuai titik-titik penanaman padi.
Beberapa kata yang kerap disebut petani saat mengajak bicara kerbau yakni: “Kiya”, yang memiliki arti agar kerbau berjalan lurus ke depan. Lalu “Kalen” ini akan memerintah kerbau untuk bergerak pelan-pelan di area tanah yang sudah gembur.
“Arang” serupa dengan kalen, namun ini lebih lambat lagi sebelum masuk ke titik yang sudah dilewati kerbau. “Mider” adalah perintah agar kerbau tidak berhenti dan terakhir “Luput” yang memiliki arti agar kerbau bisa berjalan dengan hati-hati dan menunduk. (mdk/nrd)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Kampung adat ini masih menjalankan tradisi leluhur
Baca SelengkapnyaRitual adat Kebo-keboan Alas Malang yang digelar masyarakat Desa Alas Malang, Kecamatan Singojuruh, Banyuwangi, Minggu (30/7), berlangsung meriah.
Baca SelengkapnyaSelain sebagai hiburan, menyaksikan keseruan kerbau beradu kecepatan, kultur ini juga sebagai simbol rasa syukur dan doa para petani,
Baca SelengkapnyaMelihat tradisi unik kebo-keboan yang ada di Banyuwangi, Jawa Timur.
Baca SelengkapnyaSebuah kegiatan upacara adat yang dilakukan oleh Kerajaan Adat Marusu sebagai simbol bahwa musim tanam di Kabupaten Maros akan segera tiba.
Baca SelengkapnyaWalau saling pukul pakai rotan, namun warga di sini tidak saling dendam
Baca SelengkapnyaKesenian Sapi Gumarang jadi ikon unik khas Kabupaten Bandung Barat.
Baca SelengkapnyaKesenian Badud menggambarkan cara petani Pangandaran mengusir hama di sawah.
Baca SelengkapnyaKeuntungan hingga ratusan juta rupiah bisa didapat dari memelihara kerbau.
Baca SelengkapnyaTradisi Toktok masih dilestarikan oleh masyarakat saat musim kemarau.
Baca SelengkapnyaTradisi ini digelar para petani saat memasuki musim tanam padi. Seperti halnya para petani di Desa Selokgondang, Kecamatan Sukodono, Lumajang.
Baca SelengkapnyaTradisi masyarakat Sumatra Selatan ini tak hanya menjadi kearifan lokal, melainkan juga bermanfaat untuk menjaga ekosistem alam.
Baca Selengkapnya