Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Penyebab Perang Diponegoro, Salah Satu Pertempuran Besar dalam Sejarah Indonesia

Penyebab Perang Diponegoro, Salah Satu Pertempuran Besar dalam Sejarah Indonesia Pangeran Diponegoro. bbc.com

Merdeka.com - Nama Diponegoro tentu sudah tidak asing bagi masyarakat Indonesia. Salah satu pahlawan yang berasal dari Yogyakarta ini memang sudah sering disebutkan dalam pelajaran atau buku sejarah. Beliau adalah seorang pemimpin perang dari para serdadu pribumi dalam peperangan melawan pasukan Belanda.

Perang Jawa, atau dikenal juga dengan sebutan Perang Diponegoro, merupakan kancah peperangan yang membuat nama Pangeran Diponegoro banyak menghias halaman buku sejarah saat ini. Beliau dengan berani melakukan pemberontakan terhadap pihak Belanda yang sudah berlaku sewenang-wenang.

Perang ini juga berlangsung cukup lama, yaitu selama lima tahun antara tahun 1825 sampai 1830. Perang Diponegoro sendiri tercatat sebagai salah satu perang terbesar yang terjadi di Indonesia. Dalam perang ini, pasukan pribumi dipimpin oleh Pangeran Diponegoro, sedangkan pasukan Belanda dikomandoi oleh Jendral de Kock.

Untuk mengenang kembali bagaimana perjuangan Pangeran Diponegoro dalam melawan pasukan Belanda, berikut kami ulas tentang siapa Pangeran Diponegoro sampai penyebab Perang Diponegoro bisa sampai meletus.

Biografi Pangeran Diponegoro

pangeran diponegoro

liputan6.com

Sebelum mengulas penyebab Perang Diponegoro bisa meletus, ada baiknya kita mengenal terlebih dahulu siapa sosok yang memimpin pasukan pribumi dalam perlawanannya terhadap Belanda, yaitu Pangeran Diponegoro.

Dilansir dari situs diponegoro.pahlawan.perpusnas.go.id, 11 November 1785 lahir seorang anak laki-laki yang diberi nama Raden Mas Mustahar. Ibu dari anak ini bernama Raden Ayu Mangkorowati, sedangkan ayahnya Raden Mas Surojo, yang mana merupakan putra Hamengkubuwana II, dan di kemudian hari menjadi Sultan Hamengkubuwono III.

Raden Mas Mustahar kemudian diganti namanya menjadi Raden Mas Ontowiryo pada tahun 1805 oleh kakeknya yaitu Sultan Hamengkubuwono II. Selanjutnya pada tahun 1812, ketika ayahnya naik tahta menjadi Hamengkubuwono III, Raden Mas Ontowiryo diberi gelar pangeran dengan nama Pangeran Diponegoro.

Beliau wafat pada tanggal 8 Januari 1855. Sebagai penghargaan perjuangannya, pemerintah Indonesia mengangkat Pangeran Diponegoro sebagai pahlawan nasional.

Penyebab Perang Diponegoro

Antara tahun 1825-1830 Jawa Tengah dan sebagian Jawa Timur dilanda oleh perang besar yang bahkan hampir meruntuhkan kekuasaan imperialis Belanda di Indonesia. Peperangan tersebut dipimpin oleh Pangeran Diponegoro, seorang bangsawan dari kesultanan Yogyakarta. Pangeran Diponegoro sendiri berjuang melawan imperialis Belanda bukan untuk kepentingan pribadi, melainkan untuk menegakkan kemerdekaan dan keadilan.Berikut bagaimana penyebab Perang Diponegoro bisa meletus:

  • Penyebab Perang Diponegoro yang pertama adalah adanya perasaan tidak puas pada kaum bangsawan Kesultanan Yogyakarta, karena:
  • Mereka dilarang oleh Belanda untuk menyewakan tanahnya kepada pengusaha-pengusaha swasta untuk perkebunan-perkebunan. Sebab itu merupakan saingan bagi Belanda yang mengusahakan perkebunan-perkebunan juga.
  • Daerah Kesultanan Yogyakarta yang terletak di antara Pekalongan dan Semarang dirampas oleh Belanda.
  • Kekuasaan dan kewibawaan para bangsawan makin terdesak oleh Belanda, baik di pusat maupun di daerah-daerah.
  • Penyebab Perang Diponegoro yang selanjutnya yaitu kaum ulama Islam yang semakin kecewa, karena makin meluasnya adat kebiasaan barat yang bertentangan dengan ajaran Islam. Padahal ajaran Islam bagi kaum ulama merupakan alat untuk pendidikan moral. Oleh karena kaum ulama memandang bahwa keburukan moral itu bersumber dari Belanda, maka Belanda harus disingkirkan.
  • Penyebab Perang Diponegoro yang terakhir adalah karena rakyat jelata makin menderita akibat adanya bermacam-macam pungutan pajak dan macam-macam kewajiban kerja paksa.
  • Selain itu ada peristiwa lain yang menjadi penyebab Perang Diponegoro ini meletus.

    Pada tahun 1825, Belanda bermaksud menyambung dan memperlebar jalan melalui tanah makam leluhur Pangeran Diponegoro dengan tidak minta izin lebih dulu kepada Pangeran Diponegoro. Hal itu menyebabkan Pangeran Diponegoro marah karena mengesampingkan beliau sebagai wali raja.

    Waktu diadakan pemasangan pancang-pancang oleh suruhan Belanda, pancang-pancang itu dicabuti oleh suruhan Pangeran Diponegoro. Wakil Belanda ialah Residen Smissaert, meminta kepada Pangeran Mangkubumi (paman Pangeran Diponegoro) untuk memanggil Pangeran Diponegoro.

    Setelah Pangeran Mangkubumi bertemu dengan Pangeran Diponegoro, beliau justru menggabungkan diri dengan Pangeran Diponegoro. Maka pada tanggal 20 Juli 1825, rumah kediaman Pangeran Diponegoro di Tegalrejo diserang dan dikepung oleh pasukan berkuda di bawah pimpinan Chevalier dengan maksud untuk menangkap Pangeran Diponegoro.

    Dalam pertempuran itu Pangeran Diponegoro dan Pangeran Mangkubumi sempat meloloskan diri dengan menunggang kuda. Setelah Belanda mengetahui bahwa Pangeran Diponegoro dan Pangeran Mangkubumi dapat meloloskan diri, maka rumah Pangeran Diponegoro dibakar oleh Belanda. Sejak itu Pangeran Diponegoro bertekad melawan Belanda untuk menegakkan kemerdekaan dan keadilan.

    Perang Diponegoro

    pangeran diponegoro berkuda

    ©2020 Merdeka.com

    Pangeran Diponegoro beserta Pangeran Mangkubumi setelah berhasil meloloskan diri dari kepungan Belanda, lalu menuju ke Kalisaka. Di sana pengikut yang berdatangan semakin banyak. Para bangsawan Yogyakarta dan rakyat biasa berduyun-duyun datang menggabungkan diri, sehingga Kalisaka tidak dapat menampungnya dan dipindahkan ke Selarong. Di sinilah Pangeran Diponegoro memusatkan pertahanannya dan mengatur pasukannya.

    Dalam perang melawan Belanda, Pangeran Diponegoro mempergunakan sistem perang gerilya, yaitu tidak pernah mengadakan penyerangan secara besar-besaran, tetapi hanyalah perang lokal secara tiba-tiba saja. Siasat ini ternyata sangat menguntungkan pasukan Pangeran Diponegoro sebab sulit untuk diatasi oleh Belanda.

    Berkali-kali Selarong diserang oleh Belanda, tetapi pasukan Pangeran Diponegoro telah mengundurkan diri lebih dahulu. Baru setelah Belanda pergi dari Selarong, tentara Pangeran Diponegoro kembali ke Selarong. Demikian berkali-kali pasukan Belanda menyerang Selarong selalu mendapatkan tempat itu telah kosong.

    Waktu itu ada seorang ulama termasyhur dari Surakarta bernama Kyai Maja turut menggabungkan diri memperkuat pasukan Pangeran Diponegoro. Untuk menghindari serbuan Belanda, Pangeran Diponegoro memindahkan pusat pertahanannya ke Daksa (sebelah barat laut Yogyakarta).

    Maka selanjutnya serangan-serangan terhadap Belanda dilakukan dari Daksa sebagai pusat pertahanan yang baru. Atas desakan rakyat, para bangsawan dan ulama, Pangeran Diponegoro mengangkat dirinya sebagai kepala negara dengan gelar "Sultan Abdulhamid Herucakra Amirulmukminin Sayidin Panatagama Kalifatullah Tanah Jawa".

    Pada tanggal 9 Juni 1826, Belanda dengan kekuatannya yang besar berusaha menyerang Plered, yang menjadi pusat negara setelah penobatan Pangeran Diponegoro. Karena pertahanan di Plered sudah diperkuat, maka usaha Belanda itu tidak berhasil. Kemudian pada permulaan Juli 1826, Belanda mengulangi serangannya ke Daksa lagi. Namun, oleh Pangeran Diponegoro, Daksa telah dikosongkan terlebih dahulu, sehingga serangan Belanda ini gagal.

    Selanjutnya Belanda menggunakan siasat baru untuk menghadapi perlawanan Pangeran Diponegoro. Salah satunya adalah dengan menggunakan siasat perbentengan. Setelah Jenderal Markus de Kock diangkat menjadi panglima seluruh pasukan Belanda (1827), siasat perbentengan (Benteng Stelsel) ini mulai dijalankan, dengan cara mendirikan benteng-benteng yang dikelilingi dengan kawat berduri dan dijaga ketat di wilayah kekuasaan Belanda. Siasat demikian dimaksudkan untuk mempersempit daerah kekuasaan Pangeran Diponegoro, dan untuk mencerai-beraikan pasukannya.

    Karena berbagai usaha Belanda masih belum dapat mematahkan perlawanan Pangeran Diponegoro, maka Belanda menawarkan perundingan kepada Pangeran Diponegoro (tahun 1830), bertempat di markas Belanda Magelang dengan janji bila perundingan itu mengalami jalan buntu, Pangeran Diponegoro boleh kembali dengan bebas.

    Akhir Perjuangan Pangeran Diponegoro

    pangeran diponegoro

    bbc.com

    Sehari setelah Lebaran, yaitu pada tanggal 28 Maret 1830, Pangeran Diponegoro beserta pengikutnya memasuki kota Magelang untuk mengadakan kunjungan kehormatan dan persahabatan dengan Jenderal de Kock.

    Ketika Jenderal de Kock menanyakan syarat apa yang diinginkan, Pangeran Diponegoro menghendaki negara merdeka dan menjadi pimpinan mengatur agama Islam di Pulau Jawa. Jenderal de Kock menolaknya, dan melarang Pangeran Diponegoro meninggalkan ruangan.

    Pangeran Diponegoro ditangkap Belanda yang ternyata telah menyiapkan penyergapan secara rapi. Selanjutnya dengan pengawalan ketat, Pangeran Diponegoro dibawa ke Batavia, lalu dibuang ke Manado, kemudian dipindahkan ke Benteng Rotterdam di Makassar sampai wafatnya, pada 8 Januari 1855. (mdk/ank)

    Geser ke atas Berita Selanjutnya

    Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
    lihat isinya

    Buka FYP
    Sejarah Pertempuran Lima Hari Lima Malam, Perang Tiada Henti Pasukan TRI Melawan NICA di Kota Palembang
    Sejarah Pertempuran Lima Hari Lima Malam, Perang Tiada Henti Pasukan TRI Melawan NICA di Kota Palembang

    Perjuangan dan semangat yang dimiliki pasukan tentara Indonesia melawan Belanda demi mempertahankan kemerdekaan begitu besar dalam peristiwa ini.

    Baca Selengkapnya
    Tempat ini Jadi Saksi Bisu Pangeran Diponegoro Ditangkap Belanda, Ada Kursi dengan Bekas Tancapan Kuku
    Tempat ini Jadi Saksi Bisu Pangeran Diponegoro Ditangkap Belanda, Ada Kursi dengan Bekas Tancapan Kuku

    Simak cerita di balik tempat bersejarah dan saksi bisu ditangkapnya Pangeran Diponegoro.

    Baca Selengkapnya
    Peristiwa 8 Januari: Meninggalnya Pangeran Diponegoro pada Usia 74 Tahun di Makassar
    Peristiwa 8 Januari: Meninggalnya Pangeran Diponegoro pada Usia 74 Tahun di Makassar

    Pangeran Diponegoro wafat pada tanggal 8 Januari 1855 di Makassar, Sulawesi.

    Baca Selengkapnya
    Kamu sudah membaca beberapa halaman,Berikut rekomendasi
    video untuk kamu.
    SWIPE UP
    Untuk melanjutkan membaca.
    Sejarah Pemilu Pertama di Indonesia, Perlu Diketahui
    Sejarah Pemilu Pertama di Indonesia, Perlu Diketahui

    Pemilu pertama di Indonesia dilaksanakan pada tahun 1955.

    Baca Selengkapnya
    Pendopo Kota Bandung Segera Dibuka untuk Umum, Ketahui Sejarahnya
    Pendopo Kota Bandung Segera Dibuka untuk Umum, Ketahui Sejarahnya

    Dulunya, pendopo ini masih berbentuk sederhana. Atapnya ijuk dengan dinding bambu lalu berkembang jadi bangunan pertama di Kota Bandung.

    Baca Selengkapnya
    Tujuan Pemilu 1955 di Indonesia dan Hasilnya, Begini Sejarahnya
    Tujuan Pemilu 1955 di Indonesia dan Hasilnya, Begini Sejarahnya

    Pemilu 1955 ini menjadi yang pertama kali diadakan setelah Indonesia memperoleh kemerdekaannya pada tahun 1945.

    Baca Selengkapnya
    Pemenang Pemilu Tahun 1955, Berikut Sejarahnya
    Pemenang Pemilu Tahun 1955, Berikut Sejarahnya

    Pemilu 1955 di Indonesia merupakan salah satu tonggak sejarah penting dalam proses demokratisasi dan konsolidasi negara setelah merdeka pada tahun 1945.

    Baca Selengkapnya
    Sejarah Padang Mangateh, Peternakan Tertua dan Terbesar di Sumatra Barat Warisan Kolonial
    Sejarah Padang Mangateh, Peternakan Tertua dan Terbesar di Sumatra Barat Warisan Kolonial

    Sebuah daerah khusus peternakan ini dikenal mirip seperti padang rumput yang berada di Selandia Baru dan didirikan langsung oleh Pemerintah Hinda Belanda.

    Baca Selengkapnya
    Peristiwa Serangan Umum 1 Maret 1949, Ini Sejarah dan Para Tokoh Penggagasnya
    Peristiwa Serangan Umum 1 Maret 1949, Ini Sejarah dan Para Tokoh Penggagasnya

    Serangan Umum 1 Maret 1949 adalah sebuah upaya besar dalam perang kemerdekaan Indonesia melawan Belanda.

    Baca Selengkapnya