Kisah Ki Ageng Suryomentaram, Filsuf Jawa yang Memilih Jadi Rakyat Biasa
Merdeka.com - Ki Ageng Suryomentaram adalah putra ke-55 Sri Sultan Hamengkubuwono VII dari Bendoro Raden Ayu Retnomandojo, putri Patih Danurejo VI. Ia merupakan salah satu filsuf Jawa yang populer pada masanya.
Banyak ajaran-ajaran kebatinan yang diciptakan berangkat dari pengalaman hidupnya. Salah satu yang populer hingga kini adalah ajaran moral “aja dumeh” yang artinya jangan menyombongkan diri, jangan mengecilkan orang lain karena diri berpangkat tinggi, karena pada hakikatnya manusia itu sama.
Lantas seperti apa perjalanan hidup Ki Ageng Suryomentaram hingga ia menjadi filsuf Jawa yang populer? Bagaimana juga pemikirannya dalam memaknai hidup? Berikut selengkapnya:
-
Apa yang diajarkan Ki Ageng Suryomentaram di Desa Kroyo? Dilansir dari kanal YouTube Jejak Tempo Doeloe, dulunya di desa itu Ki Ageng Suryomentaram hidup sebagai petani. Di desa itu pula ia menjadi guru ilmu kebatinan bernama 'Kawruh Bejo'.
-
Kenapa Ki Anom Suroto terkenal? Dengan karyanya sudah dikenal dunia, hal ini sebagai bentuk kesuksesan dirinya dalam memperkenalkan budaya Indonesia.
-
Kenapa "Aja dumeh" dianggap bijak dalam kehidupan? Aja dumeh – Jangan sombong
-
Mengapa Ki Ageng Suryomentaram hidup sebagai rakyat jelata? Walaupun terlahir dari keluarga ningrat, Ki Ageng Suryomentaram (1892-1962) memilih jalan hidupnya dengan menjadi rakyat jelata. Ia hidup menyendiri dan bertapa di tempat-tempat sepi.
-
Kenapa kata-kata bijak Jawa penting untuk dipelajari? Dengan memahami dan menerapkan nilai-nilai yang terkandung dalam kata-kata bijak bahasa Jawa ini, diharapkan kita dapat menjadi pribadi yang lebih baik dan bijaksana dalam menghadapi berbagai situasi dalam hidup.
-
Apa fungsi utama dari kata-kata bijak dalam bahasa Jawa? 'Urip iku urup' – Hidup itu hendaknya memberi manfaat bagi orang lain di sekitar kita
Hidup Mengembara
©ustjogja.ac.id
Pada awalnya, Ki Ageng Suryomentaram bergelar Pangeran Surya Mataram. Ia menanggalkan gelar kepangeranannya dan menyebut diri Ki Ageng Suryomentaram. Keputusan ini bermula saat ia melihat betapa beratnya hidup petani yang bekerja di sawah.
Sejak itu, ia sering keluar istana dan bersemedi di tempat-tempat yang biasa dikunjungi leluhurnya seperti Gua Langse, Gua Semin, dan Parangtritis. Selain itu, ia juga pergi mengembara ke daerah Kroya, Purworejo, sembari melakukan pekerjaan serabutan sebagai pedagang batik, petani, dan kuli.
Pada saat itu, utusan kraton coba mencarinya dan menemukannya sedang bekerja menggali sumur di Kroya. Ia diajak kembali tinggal di kraton. Namun saat di kraton, hidupnya penuh kegelisahan.
Kegelisahannya bertambah saat kakeknya, Patih Danurejo VI dibebaskan dari tugasnya dan ibunya dikembalikan ke kakeknya. Tak berselang lama, ia kembali ditimpa cobaan saat istrinya meninggal dunia.
Jalani Hidup sebagai Rakyat Biasa
©2014 Merdeka.com
Setelah kematian istrinya, Suryomentaram memilih hidup sebagai seorang petani di daerah Bringin, Salatiga. Di sana ia menjadi guru aliran kebatinan bernama Kawruh Begja.
Sepanjang hidupnya, ia menyelidiki alam kejiwaan dengan menjadikan dirinya sendiri sebagai kelinci percobaan. Hasil observasinya akan jiwa diri sendiri itu ia tulis dalam bentuk buku, karangan, ceramah, dan lain sebagainya.
Ia biasa menyampaikan ceramah pada kalangan terbatas. Cara hidupnya cukup menampakkan kesederhanaan dengan mengenakan celana pendek, sarung, dan memakai kaos.
Observasi Rasa
©2014 Merdeka.com/shutterstock.com/Szocs Jozsef
Dilansir dari Wikipedia, pemahaman Ki Ageng Suryomentaram tentang manusia berangkat dari pengamatannya terhadap diri sendiri. Dari analisisnya, dihasilkan suatu citra manusia yang lebih menunjukkan seperti apa dan siapa manusia itu dari dunia yang melingkupinya.
Dari pengamatannya itu, ia menyimpulkan bahwa rasa setiap orang di dunia itu sama, yaitu sama-sama membutuhkan kelestarian raga dan kelestarian jenis.
Selain itu, Suryomentaram merumuskan hidup sederhana ala dia dalam NEMSA (6-SA), yaitu sakepenake, sabutuhe, sacukupe, samesthine, dan sabenere. Sementara itu, ia beranggapan bahwa sumber ketidakbahagiaan adalah keinginan. Wujud keinginan itu ada semat, drajat, dan kramat.
Semat itu berupa kekayaan, kesenangan, kecantikan, ketampanan, dan hal-hal yang biasanya bersifat fisik. Sementara drajat adalah keluhuran, kemuliaan, keutamaan, dan status sosial. Sedangkan kramat adalah kekuasaan, kedudukan, dan pangkat. (mdk/shr)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Tempat itu kini menjadi semak belukar yang tanahnya dimiliki oleh Keraton Yogyakarta
Baca SelengkapnyaKata-kata pepatah Jawa mengandung makna yang mendalam tentang nasihat hidup.
Baca SelengkapnyaMembaca kata-kata Jawa singkat memiliki keunikan tersendiri dan dapat memberikan nilai tambah dalam pemahaman budaya serta kebijaksanaan lokal.
Baca SelengkapnyaIa merupakan tokoh penting dalam sejarah Kota Surabaya.
Baca SelengkapnyaSunan Ampel menerapkan pendekatan dengan mengganti istilah "sholat" menjadi "sembahyang".
Baca SelengkapnyaKumpulan kata bijak bahasa Jawa yang penuh makna dan bisa dijadikan inspirasi dalam hidup.
Baca SelengkapnyaBerikut filosofi Jawa bijak berbagai topik beserta artinya yang bisa menjadi sebuah bacaan sehari-hari.
Baca SelengkapnyaTradisi Suran Mbah Demang dilaksanakan setiap tanggal 7 Sura penanggalan Jawa
Baca SelengkapnyaKata pepatah Jawa ini mempunyai makna yang kaya akan nilai-nilai moral, sehingga cocok dijadikan sebagai penuntun dalam bersikap.
Baca SelengkapnyaPepatah Jawa adalah peribahasa yang mengandung nasihat atau ajaran, yang biasanya diberikan oleh orang tua kepada anak-anaknya.
Baca SelengkapnyaBerikut kumpulan kata Jawa dan artinya berisi motivasi hidup.
Baca SelengkapnyaKata-kata istilah Jawa kuno dapat berisi banyak makna dan pesan positif.
Baca Selengkapnya