Mengenal Samir, Selempang Khas Penanda Tugas Ala Kraton Yogyakarta
Merdeka.com - Samir merupakan salah satu kelengkapan busana abdi dalem Kraton Yogyakarta. Bentuknya menyerupai pita atau selempang kecil dengan hiasan gombyok di kedua sisinya. Sekilas, kelengkapan busana itu hanya berfungsi sebagai aksesoris semata. Namun sebenarnya, Samir merupakan kelengkapan busana yang sangat penting dan tidak sembarang orang boleh memakainya.
Di Kraton Yogyakarta, Samir yang sedang dikenakan oleh para abdi dalem merupakan sebuah penanda bahwa mereka sedang menjalankan tugas. Dalam penerapannya, bentuk motif dan warna yang ada pada Samir menunjukkan perbedaan dalam jenjang kepangkatan abdi dalem. Lalu bagaimana cara Samir digunakan dan sejak kapan tata cara itu diterapkan? Berikut penjelasan selengkapnya:
Penanda Tugas
-
Apa yang dikenakan Samarra di wisuda? Samarra begitu memesona dan menawan saat menghadiri acara wisudanya. Dia memilih mengenakan kebaya berwarna pink yang membuatnya terlihat semakin mempesona.
-
Kenapa baju zirah penting? Menurut Hunter, zirah ini tidak hanya untuk perlindungan tetapi juga simbol status pemakainya.
-
Mengapa pakaian penting untuk manusia? Pakaian melindungi diri dari berbagai hal, memberi manusia cara untuk mengekspresikan diri, dan mencegah ketidaksenonohan di depan umum.
-
Kenapa sabuk emas itu penting? Sabuk emas tersebut adalah salah satu artefak yang ditemukan dari penggalian yang dilakukan tahun 2002 di bawah Profesor Dr Beyhan Karamagarali. Artefak ini sangat penting, dibuat dari material emas,' jelas penjabat Direktur Museum Arkeologi dan Etnografi Kars, Hakim Aslan kepada Anadolu.
-
Kenapa Kurug dianggap sebagai pakaian istimewa? Secara khusus, kurug dianggap sebagai pakaian istimewa, dan hak mengenakannya tidak hanya terbatas pada kalangan agamawan, tetapi juga diberikan kepada rakyat biasa yang berjasa terhadap raja.
-
Kenapa sarung penting untuk pria? Bagi para pria, memiliki sarung adalah suatu keharusan.
Dikutip dari Kratonjogja.id, tidak diketahui kapan tepatnya Samir mulai digunakan dalam kehidupan kerajaan di Jawa. Namun penggunaan kalung sebagai penanda tugas telah ditemui sejak dalam kisah pewayangan.
Dalam kisah Mahabaratha, tepatnya dalam perang Bharatayudha, ksatria yang mendapat tugas untuk menjadi panglima perang biasanya mengenakan kalung dari untaian bunga. Tanda ini berlaku bagi kedua belah pihak yang bertempur, baik Pandawa maupun Kurawa.
©kratonjogja.id
Di Kraton Jogja, Samir digunakan oleh para abdi dalem yang menjalankan tugas seperti membawa pusaka, membawa makanan untuk Sultan, memberi sesaji, menabuh gamelan, mengajar dalam forum resmi kraton, atau menjalankan tugas di luar lingkungan kraton, seperti saat menjadi utusan dalam acara Labuan dan Garebeg.
Bahan Dasar Samir
©kratonjogja.id
Bahan dasar Samir adalah kain cindhe motif putih hitam dengan dasar warna merah, atau sering disebut sebagai cindhe bang-bangan. Kain cindhe tersebut dibuat dengan teknik tenun ikat ganda dan mulai dikenal di Nusantara sekitar abad ke-15.
Sementara itu, kain cindhe yang digunakan oleh Kraton Yogyakarta hanya berdasarkan motifnya saja dan tidak mengacu pada bahan maupun teknik pembuatannya. Motif kain itu berdasarkan motif kain cindhe yang berasal dari dataran Tiongkok.
Cara Penggunaan
Pada umumnya, Samir digunakan dengan cara dikalungkan pada leher dengan kedua ujung bertemu di dada. Namun pada busana manggung putri, yaitu para pembawa kelengkapan upacara yang mengiringi Sultan saat duduk di tahta, Samir dikenakan dengan melilitkannya pada leher. Saat tidak dikenakan, Samir akan diselipkan pada pinggang bagian kanan.
©kratonjogja.id
Sementara, berdasarkan peraturan yang dikeluarkan oleh pihak Kraton Yogyakarta, kain cindhe yang digunakan untuk Samir memiliki panjang 66 cm dan lebar 5,5 cm. bagian sampingnya diberi plisir dan ujungnya diberi rumbai-rumbai berupa gombyok monte.
Selain itu, sebuah plat logam dengan lebar satu jari dan tambahan berupa lambang Kraton diberikan di antara kain dan rumbai. (mdk/shr)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Pakaian itu biasa digunakan Pakubuwono saat terjun langsung melihat kondisi masyarakat.
Baca SelengkapnyaBaju kurung tanggung ini masih kental dengan nuansa Melayu. Pasalnya populasi masyarakat Melayu di Jambi memang cukup tinggi.
Baca SelengkapnyaDalam tradisi Lingga-Riau, kain ini juga menjadi makna simbolis dari norma kesopanan dan kesantunan dalam berpakaian.
Baca SelengkapnyaArtinya, yang memakai baju tersebut memimpin para prajurit.
Baca SelengkapnyaPresiden Jokowi melanjutkan tradisi memakai baju adat saat menghadiri Sidang Tahunan MPR. Dia kali ini mengenakan baju adat Tanimbar. Ini makna dan filosofinya!
Baca SelengkapnyaDalam kebudayaan Suku Mentawai, mereka sangat percaya terhadap Tabib yang bisa menjadi "dokter". Maka, para Tabib tersebut memiliki pakaian khusus.
Baca SelengkapnyaDalam seni ini, benang yang digunakan untuk membuat pakaian berasal dari serat daun nanas.
Baca SelengkapnyaPakaian adat dari Pakpak penuh dengan simbol dan tanda keagungan.
Baca SelengkapnyaSanggul rambut jadi salah satu budaya Indonesia yang fenomenal, ketahui lebih lanjut yuk.
Baca SelengkapnyaTopi warna-warni ini bikin penggunanya makin percaya diri.
Baca Selengkapnya