Insiden 13 Mei 1969: Kerusuhan Rasial Etnis Tionghoa dan Melayu di Kuala Lumpur
Merdeka.com - Insiden 13 Mei adalah istilah yang merujuk pada kerusuhan rasial antara Tionghoa dengan Melayu di Kuala Lumpur, Malaysia.
Kerusuhan terjadi setelah pemilihan umum Malaysia 1969 ketika partai-partai oposisi seperti Partai Aksi Demokratik dan Partai Gerakan memperoleh keuntungan dengan mengorbankan koalisi yang berkuasa.
Kerusuhan ini berlanjut dalam jangka waktu yang lama, menyebabkan pemerintah mengumumkan keadaan darurat nasional dan menangguhkan Parlemen hingga 1971.
-
Siapa yang terlibat dalam kerusuhan ini? Pada saat itu Maroko adalah protektorat Prancis, dan komisaris Prancis untuk Oujda, René Brunel, menyalahkan kekerasan yang terjadi pada orang-orang Yahudi karena meninggalkan Oujda dan bersimpati dengan gerakan Zionis.
-
Apa yang terjadi pada kerusuhan ini? Dalam peristiwa tersebut, 47 orang Yahudi dan satu orang Prancis terbunuh, banyak yang terluka, dan harta benda dirusak.
-
Kapan pembantaian terjadi? Berdasarkan penanggalan radiokarbon menunjukkan mereka meninggal sekitar Zaman Perunggu Awal (2200 hingga 2000 SM).
-
Dimana kerusuhan terjadi? Prada Triwandi berani mengamankan masyarakat saat terjadi kerusuhan di wilayah Sentani, Kabupaten Jayapura.
-
Di mana kerusuhan terjadi? Kerusuhan anti-Yahudi terjadi pada 7–8 Juni 1948, di kota Oujda dan Jerada, di protektorat Prancis di Maroko sebagai tanggapan terhadap Perang Arab-Israel tahun 1948 yang diikuti dengan deklarasi berdirinya Negara Israel pada tanggal 14 Mei.
-
Siapa yang terlibat dalam Peristiwa Situjuah? Peristiwa penyerangan oleh pasukan penjajah Belanda terhadap para pejuang kemerdekaan Indonesia pada masa Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) menewaskan beberapa orang pimpinan pejuang dan puluhan orang anggota pasukan lainnya, di antaranya Chatib Sulaiman, Arisun Sutan Alamsyah, dan Kapten Thantowi.
Secara resmi, 196 orang tewas antara 13 Mei dan 31 Juli akibat insiden ini. Kerusuhan juga disebut oleh pemerintah sebagai penyebab utama pemberlakuan kebijakan yang agresif seperti Kebijakan Ekonomi Baru (NEP), setelah 1969.
Berikut kisah selengkapnya mengenai sejarah Insiden 13 Mei yang menarik untuk Anda pelajari.
Awal Mula Insiden 13 Mei
Pada pemilihan umum 10 Mei 1969, koalisi Aliansi yang memerintah diketuai oleh United Malays National Organization (UMNO) mengalami kekalahan terbesar sejak 1955 walaupun masih tetap memenangi pemilu.
Sejauh yang diperhatikan, tak ada keraguan dalam pikiran para pemimpin Aliansi dalam pemilihan umum 1969 bahwa mereka akan menang secara meyakinkan seperti pada tahun 1964.
Terlebih, Singapura baru saja disingkirkan pada tahun 1965, ekonomi negara tengah bergembira, konfrontasi Indonesia baru saja berakhir, hubungan diplomatik dengan raksasa Asia Tenggara terjalin kembali, dan oposisi dalam posisi lemah dan terpecah-pecah.
Namun, angan-angan itu hancur pada dini hari tanggal 11 Mei 1969 ketika hasil pemilu 10 Mei diumumkan. Aliansi hanya memenangkan 66 kursi, turun dari 89 kursi yang dimenanginya pada tahun 1964.
Aliansi juga kehilangan Penang, gagal merebut Kelantan, dan nyaris kehilangan Perak, Selangor, Kedah, dan Terengganu. Oposisi juga terkejut akan hasil pemilu ini.
Partai terbesar golongan Tionghoa Democratic Action Party dan Gerakan mendapat suara dalam pemilihan dan berhak mengadakan pawai kemenangan melalui jalur yang telah ditetapkan di Kuala Lumpur.
Dalam aksinya, pawai berubah berisik, kasar, dan menyimpang dari jalur dan mengarah ke distrik Melayu Kampong Bahru, mengolok penduduknya dengan spanduk rasis bertulis "Malai Si" yang dalam bahasa Tionghoa berarti "Mampus Melayu".
Meski Partai Gerakan langsung mengeluarkan permintaan maaf keesokan harinya, United Malays National Organization (UMNO) yang memerintah koalisi Aliansi mengumumkan pawai tandingan untuk merayakan kemenangan mereka.
Anggota Pemuda UMNO yang berkumpul di Kuala Lumpur di kediaman Menteri Besar Selangor, Dato’ Harun bin Haji Idris, pada 13 Mei dan menuntut agar mereka juga mengadakan perayaan kemenangan di tingkat nasional.
Aliansi memperoleh mayoritas kursi di Parlemen meskipun berkurang jumlahnya dari periode lalu, dan di Selangor memperoleh mayoritas dengan bekerja sama dengan satu-satunya kandidat independen.
Saat anggota Pemuda UMNO sedang berkumpul di halaman rumah Menteri Besar, tiba-tiba dua mobil berisi sejumlah orang Tionghoa berhenti. Mereka meminta pertemuan itu untuk dibubarkan, dengan mengatakan bahwa kediaman itu sekarang menjadi milik pemimpin oposisi.
Sementara itu, tersiar kabar bahwa kelompok Tionghoa telah menyerang orang Melayu di Setapak. Hal ini memicu gelombang kekerasan yang mengakibatkan hilangnya nyawa dan harta benda.
Deklarasi Keadaan Darurat
Pada Insiden 13 Mei, banyak orang di Kuala Lumpur terjebak dalam kekerasan rasial. Puluhan orang terluka dan beberapa tewas, rumah dan mobil dibakar dan dihancurkan. Kekerasan sebagian besar terbatas di Kuala Lumpur meskipun ada juga yang terjadi di Melaka, Perak, dan Penang.
Pemerintah lalu memerintahkan jam malam segera di seluruh negara bagian Selangor dan Kuala Lumpur. Pasukan keamanan yang terdiri dari sekitar 2000 tentara Resimen Melayu dan 3600 petugas Polisi ditempatkan dan menguasai situasi.
Lebih dari 300 keluarga Tionghoa dipindahkan ke pusat pengungsian di Stadion Merdeka dan Pemukiman Tiong Nam. Pada tanggal 14 Mei 1969, keadaan darurat diumumkan di seluruh negeri, dan pada tanggal 16 Mei Dewan Operasi Nasional (NOC) didirikan dengan proklamasi Yang di-Pertuan Agong (Raja Malaysia) yang dipimpin oleh Tun Abdul Razak.
Dengan ditangguhkannya Parlemen, NOC menjadi badan pembuat keputusan tertinggi selama 18 bulan ke depan. Dewan Operasi Negara Bagian dan Distrik mengambil alih pemerintah negara bagian dan lokal.
NOC menerapkan langkah-langkah keamanan untuk memulihkan hukum dan ketertiban di negara tersebut, termasuk pembentukan Vigilante Corps yang tidak bersenjata, tentara teritorial, dan batalion pasukan polisi.
Pemulihan ketertiban di negara itu secara bertahap tercapai. Jam malam berlanjut di sebagian besar bagian negara, tetapi secara bertahap dikurangi. Perdamaian dipulihkan di daerah yang terkena dampak dalam waktu dua bulan. Pada bulan Februari 1971 pemerintahan parlementer didirikan kembali. (mdk/edl)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Revolusi Sosial Sumatra Timur kisah kelam pembantaian kesultanan Melayu.
Baca SelengkapnyaSimak foto langka suasana di Jakarta usai tragedi G30S. Banyak tank berkeliaran memburu anggota PKI.
Baca Selengkapnya74 tahun berlalu, ini kisah Peristiwa Situjuah yang renggut banyak pejuang Pemerintah Darurat RI.
Baca SelengkapnyaPeristiwa berdarah di Tebing Tinggi, merupakan perjuangan para pemuda melawan penjajah pasca kemerdekaan Indonesia.
Baca SelengkapnyaMuseum Pancasila Sakti menjadi saksi bisu dari G30S/PKI.
Baca SelengkapnyaDi Kota Padang, terjadi peristiwa bersejarah pada 27 November 1945 di sebuah sekolah bernama Sekolah Teknik Simpang Haru.
Baca SelengkapnyaUsman dan Harun gagal dalam pelariannya usai meledakkan Hotel Mac Donald House.
Baca SelengkapnyaAksi Kamisan ke-815 sekaligus memperingati 26 Tahun tragedi kerusuhan yang terjadi pada 13-15 Mei 1998.
Baca SelengkapnyaHari ini, 13 November pada tahun 1998 silam, terjadi demonstrasi besar-besaran di kawasan Semanggi, Jakarta.
Baca SelengkapnyaAwal mula peristiwa Talangsari dipicu oleh semakin kuatnya doktrin pemerintahan Soeharto tentang asas tunggal Pancasila.
Baca SelengkapnyaPada 1947, umat islam Tanah Air berperang melawan Belanda pada hari ketiga puasa.
Baca SelengkapnyaPeristiwa kelam ini cukup memberikan luka mendalam bagi masyarakat Aceh yang dilakukan oleh aparat TNI di era konflik Aceh.
Baca Selengkapnya