Sosok Komposer Gondrong Gunarto Asal Ngawi, Pernah Kaya hingga Jatuh Miskin karena Kesenian
Lika-liku hidup komposer kenamaan Gondrong Gunarto hidup dalam keluarga seniman, pernah kaya hingga jatuh miskin
Gondrong bakal konser di Ngawi bersama Kunto Aji
Sosok Komposer Gondrong Gunarto Asal Ngawi, Pernah Kaya hingga Jatuh Miskin karena Kesenian
Komposer gamelan kelahiran Ngawi, Gondrong Gunarto bakal menggelar konser bertajuk Slendang Biru Tak Pernah Usai di kampung halamannya pada Sabtu (9/9/2023). Konser yang bakal digelar di Benteng Pendem Van Den Bosch itu juga bakal dimeriahkan oleh Kunto Aji, Fanny Soegi dan Imoeng Mulyadi (Ensemble x Tresnawara Chamber Orchestra).
(Foto: IG/ @gondrong_gunarto)
Konser Gratis
Konser tersebut merupakan upaya pembacaan Gondrong terhadap karya musik gamelan Ki Nartosabdo. Pertunjukan yang dipersembahkan oleh Ditjen Kebudayaan Kemdikbur RI itu bisa disaksikan secara gratis oleh masyarakat.
Masa Kecil
Gondrong lahir di Ngawi pada 20 Agustus 1974. Ia mewarisi bakat seni ayahnya, seorang dalang bernama Gondro Guno Suroso. Sejak dini, Gondrong sudah dikenalkan dengan dunia kesenian oleh sang ayah.
Pengetahuan dan kemampuan praktik pertunjukan yang dimiliki sang ayah seperti
mendalang, menari, dan menabuh jadi materi seni yang diserap langsung oleh Gondrong sebagai pengalaman seni.
Alat-alat musik gamelan yang dimiliki keluarga membuat gondrong akrab dengan dunia karawitan. Saat tidak ada tanggapan pentas, sang ayah mengenalkan Gondrong dan saudara-saudaranya tentang cara-cara menabuh atau membunyikan berbagai macam perangkat gamelan, seperti saron, bonang, gong, selenthem, gender. dan alat gamelan
lainnya.
Ingatan dan kenangan Gondrong tentang bunyi-bunyi gamelan terakumulasi, ketika gamelan ayahnya kerap ditabuh dalam acara-acara
latihan rutin yang dilakukan sang ayah bersama teman-teman pengrawit lainnya.
Jatuh Bangun
Gondrong juga mengalami suka duka hidup sebagai keluarga seniman. Ada masa Gondrong dan keluarga berbahagia karena peningkatan popularitas sang ayah sebagai dalang.
Sawah, kebun, rumah dan gamelan jadi bukti hasil kerja keras ayahnya menekuni profesi dalang.
Sebaliknya, ada juga masa Gondrong dan keluarganya hidup prihatin. Saat popularitas mendalang sang ayah turun, keluarga terpaksa menjual harta kekayaan demi bertahan hidup.
Jadi Pelajaran
Sawah, kebun, hingga wayang ludes terjual untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga. Pengalaman suka-duka membekas dalam batin Gondrong.
Pengalaman itu jadi pelajaran penting bagi Gondrong untuk bersikap, bekerja, merintis hidup dari bawah, seperti dikutip dari skripsi Ricky Sunarto berjudul Ekspresi Nilai Ke-Jawa-an dalam Musik Gondrong Gunarto (ISI Surakarta, 2014).
merdeka.com
Proses Jadi Seniman
Saat duduk di bangku kelas 2 SMP, Gondrong tergabung dengan grup musik dangdut bernama Melas Jaya. Orkes musik ini dipimpin oleh Kemin
dan bertempat di Kampung Kuniran, Kecamatan Sine, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur.
(Foto: Instagram @gondrong_gunarto)
Kemampuan seni Gondrong semakin terarah setelah Gondrong tercatat sebagai siswa jurusan Karawitan SMKN 8 Surakarta pada tahun 1993. Di SMKN 8, Gondrong juga pernah belajar
teori dan praktik musik Barat.
Lulus dari SMKN 8, Gondrong melanjutkan studi di Jurusan Karawitan Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) Surakarta. Gondrong tidak hanya belajar menjadi pengrawit atau pemain musik tetapi juga meluas
sebagai peñata musik dan komposer.
Sewaktu masih menjadi mahasiswa,
ia kerap diminta bantuan oleh sesama mahasiswa maupun dosen untuk membuat karya-karya musik tari guna memenuhi tugas ujian mata kuliah, ujian akhir, maupun karya dosen.
Tokoh Inspirasi
Komposer Rahayu Supanggah dan I Wayan Sadra merupakan figur penting bagi Gondrong.
Rahayu Supanggah, etnomusikolog, pengrawit sekaligus komposer yang aktif mengembangkan tradisi ke-Jawa-an ke dalam karya-karyanya. Sementara I Wayan Sadra, komposer asal Bali yang aktif mengembangkan idiom-idiom musikal tradisi dalam bahasa ungkap lebih bebas, eksperimentatif hingga ungkapan musik populis.
Bagi Gondrong, dua tokoh tersebut adalah kreator dan inspirator yang menafsir tradisi menjadi ide-ide kreatif. Melalui pengaruh kedua sosok itu, Gondrong termotivasi selalu mencoba hal baru dengan mentransformasi material-material tradisi ke dalam wujud berbeda.