Pemilu presiden pemilu minor
Merdeka.com - Ini mungkin buah keterlanjuran sejarah. Meski UUD 1945 pascaamandemen menghendaki sistem pemerintahan presidensial kuat, namun kenyataannya posisi presiden dan wakil presiden sangat rapuh.
Semula banyak orang mengira, kejatuhan Presiden Gus Dur lebih karena tidak mendapat legitimasi rakyat karena tidak dipilih langsung oleh rakyat. Gus Dur dipilih oleh MPR hasil Pemilu 1999, di mana koalisi partai yang memilihnya tidak melanjutkan dukungan, sehingga DPR dan MPR menjatuhkan Gus Dur di tengah jalan.
Tetapi setelah presiden dipilih langsung oleh rakyat, posisi Presiden SBY, baik saat berpasangan dengan Jusuf Kalla maupun Boediono, sama-sama lemah. Bahkan ketika SBY-Boediono memenangkan pemilu presiden dalam satu putaran pun, posisinya tetap lemah.
-
Kenapa pemilu presiden penting? Pemilihan umum presiden adalah momen krusial dalam perjalanan sebuah negara, di mana rakyat memiliki kesempatan untuk menentukan arah dan kepemimpinan masa depan.
-
Apa penyebab perselisihan hasil pemilu? Perselisihan hasil pemilu merujuk pada ketidaksepakatan atau konflik yang timbul terkait dengan proses pemilihan umum.
-
Apa saja faktor yang mempengaruhi hasil pemilu? Hasil pemilu dipengaruhi oleh berbagai faktor yang kompleks dan bervariasi tergantung pada konteks politik suatu negara. Beberapa faktor yang umumnya dapat memengaruhi hasil pemilu meliputi: 1. Kandidat dan Partai Politik, 2. Isu Pemilu, 3. Faktor Ekonomi, 4. Media Massa, 5. Partisipasi Pemilih, 6. Sistem Pemilu, 7. Peraturan Pemilu, 8. Sentimen Publik, 9. Dukungan Elektoral, 10. Perubahan Demografis.
-
Siapa yang memimpin kabinet saat pemilu? Pemilu pertama di Indonesia dilaksanakan pada masa kabinet Burhanuddin Harahap.
-
Kapan pemilu presiden? Indonesia bakal menggelar pesta demokrasi pada 14 Februari 2024.
-
Apa peran partai politik dalam memilih Wapres? Namun peranan Partai Politik, hanya sekadar memberi saran, tidak dominan seperti dalam Pilpres kali ini dalam memutuskan calon.
Sekali lagi, faktor gaya kepemimpinan SBY yang ragu-ragu, biar jadi urusan psikolog untuk membahasnya. Di sini pembahasan lebih ke sistem, yakni sistem politik dan sistem pemilu, yang punya kontribusi positif terhadap kelemahan pemerintahan presidensial.
Sistem pemerintahan presidensial memiliki dua pemilu: pemilu legislatif dan pemilu eksekutif. Ini berbeda dengan sistem pemerintahan parlementer, di mana satu pemilu cukup untuk membentuk lembaga perwakilan sekaligus membentuk eksekutif. Sebab partai atau koalisi partai yang menang pemilu, otomatis berhak membentuk pemerintahan.
Sedang dalam sistem presidensial masing-masing pemilu punya tujuan sendiri-sendiri. Pemilu legislatif sebagai basis legitimasi pembentukan lembaga perwakilan, dan; pemilu eksekutif sebagai basis legitimasi pembentukan eksekutif. Jadi kedudukannya sama kuat, karena sama-sama mencari basis dukungan rakyat.
Prinsip itu yang tidak dipraktekkan dalam sistem politik Indonesia. Sebab, di sini kedudukan pemilu legislatif lebih kuat daripada pemilu eksekutif, atau dengan kata lain pemilu legislatif diposisikan sebagai pemilu mayor, sedang pemilu presiden atau pilkada hanya sebagai pemilu minor. Kesimpulan ini bisa dilihat dari dua aspek.
Pertama, pemilu legislatif didahulukan baru kemudian disusul pemilu presiden dan pilkada. Bahkan rentang pemilu legislatif dan pemilu presiden hanya dua bulan. Kedua, calon presiden dan calon kepala daerah diajukan oleh partai politik peserta pemilu legislatif. Dalam pilkada memang dibuka calon independen, tetapi di mana pun sebagain besar calon independen gagal memenangkan pertarungan.
Lantas apa implikasi penempatan pemilu eksekutif sebagai pemilu minor? Jelas saja, presiden dan kepala daerah terpilih akan dalam kendali partai politik melalui kaki tangannya di DPR dan DPRD. Sebab, pertama, mereka dicalonkan partai politik; kedua, mereka harus mengambil keputusan dengan partai politik di DPR/DPRD. Inilah yang membuat pemerintahan presidensial (atau duplikasinya di daerah) tidak efektif.
Sebetulnya, faktor kedua itu merupakan cacat bawaan sistem presidensial. Jika presiden tidak mendapat dukungan mayoritas parlemen, maka pemerintahan tidak efektif atau bahkan mandeg. Sesuatu yang tidak terjadi di sistem pemerintahan parlementer, karena eksekutif selalu mendapat sokongan penuh parlemen.
Jadi, masalahnya adalah bagaimana presiden hasil pemilu yang legitimasinya kuat itu, juga memiliki kekuasaan efektif dalam memimpin pemerintahan. Pada titik yang harus dilakukan adalah mengembalikan posisi pemilu presiden (dan pilkada) sebagai pemilu yang sama-sama penting dengan pemilu legislatif.
Jawaban yang diberikan oleh para ahli pemilu biasanya seragam: barengkan saja waktu penyelenggaraan pemilu legislatif dan pemilu eksekutif, maka anda akan mendapatkan pemerintahan yang kuat dan efektif.
Sebab, selain sama-sama mendapatkan legitimasi rakyat dalam waktu yang bersamaan, pemilu demikian bisa menghasilkan bloking politik yang jelas di parlemen: siapa partai-partai koalisi, siapa partai-partai oposisi. Partai atau koalisi partai yang memenangkan pemilu presiden, biasanya akan menguasai mayoritas parlemen, sehingga partai atau koalisi partai yang calonnya kalah, mau tidak mau jadi oposisi. (mdk/hhw)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
DPR tengah mencermati implikasi penyelenggaraan Pilkada serentak 2024 dengan rendahnya tingkat partisipasi politik warga dalam menggunakan hak suaranya.
Baca SelengkapnyaSalah satu penyebab rendahnya partisipasi karena kejenuhan masyarakat akibat jadwal pemilu yang terlalu berdekatan.
Baca SelengkapnyaHal itu dikatakan Cak Imin saat Silaturahmi Kebangsaan Tokoh Lintas Agama Bersama Muhaimin Iskandar di Kelenteng Kong Miao, TMII, Jakarta, Kamis (14/9).
Baca SelengkapnyaMenurut Cak Imin, sejatinya pesta demokrasi dibuat senyaman dan seaman mungkin
Baca SelengkapnyaDalam sistem ini, pemilih memberikan suaranya kepada partai politik, bukan kandidat individual.
Baca SelengkapnyaMengetahui sejarah Pemilu di Indonesia dari masa ke masa sejak tahun 1955 sampai 2024.
Baca SelengkapnyaDi antara tahun 1955 hingga Pemilu 1999, Indonesia sempat mengimplementasikan sistem pemilu proporsional tertutup.
Baca SelengkapnyaPemilu 2019 menandai pemilihan presiden keempat dalam era reformasi Indonesia.
Baca SelengkapnyaMuncul isu skenario tunda pemilu pada awal tahun 2023.
Baca SelengkapnyaMahfud mengakui tidak ada calon yang sempurna. Semua calon pemimpin yang ada pasti memiliki kebaikan dan tidak luput adanya kejelekan yang dimilikinya.
Baca Selengkapnya