Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Problematika Sistem Data Vaksinasi Covid-19

Problematika Sistem Data Vaksinasi Covid-19 Vaksinasi Covid-19 di Masjid Cut Meutia. ©Liputan6.com/Faizal Fanani

Merdeka.com - Lima bulan sudah berlalu. Sertifikat vaksinasi Covid-19 belum juga didapatkan Wisnoe. Padahal, warga Tangerang Selatan ini sudah mendapatkan dua dosis vaksin. Vaksin dosis pertama diperoleh pada Februari 2021. Sedangkan vaksinasi kedua pada Maret 2021.

Hampir setiap bulan, Wisnoe mengecek aplikasi pedulilindungi. Berharap sertifikat vaksin elektronik sudah tertera. Namun, harapan itu seolah jauh panggang dari api. Sampai Minggu (15/8), sertifikat vaksinasi tak kunjung keluar.

Kegelisahannya beralasan. Setelah pemerintah mengeluarkan kebijakan. Hampir semua aktivitas di ruang publik, mengharuskan menunjukkan sertifikat vaksinasi. Baik untuk moda transportasi hingga ke pusat perbelanjaan. Tanpa sertifikat vaksinasi, ruang geraknya seolah dibatasi. Apalagi tuntutan pekerjaan dengan mobilitas tinggi.

Orang lain juga bertanya?

"Sekarang kalau tidak bisa menunjukkan sertifikat vaksin jadi sulit. Kondisi ini saya alami," keluh Wisnoe saat berbincang dengan merdeka.com, akhir pekan lalu.

Dia tidak mengetahui alasan sertifikat vaksinasi tak kunjung keluar. Dalam aplikasi pedulilindungi, tertera bahwa sertifikat vaksinasi belum bisa diterbitkan lantaran belum melakukan vaksinasi dosis pertama.

vaksinasi dosis ketiga untuk tenaga kesehatan

Kasus sertifikat vaksin yang tak kunjung keluar kebanyakan terjadi dalam proses vaksinasi massal. Kondisi itu bisa terjadi karena petugas kemungkinan belum melakukan proses input saat

"Ini terutama di lokasi-lokasi Faskes yang banyak pesertanya. Memang petugasnya belum sempat input, terlambat. Banyak yang back date juga. Vaksin hari ini, tapi datanya oleh petugas baru dimasukkan besok atau lusa," kata Ketua Tim Satu Data Vaksinasi Covid-19, Joddy Hernady.

Wisnoe mencoba sempat menanyakan kepada panitia penyelenggara vaksinasi yang diikutinya. Berharap mendapat jawaban dan titik terang. Namun dia diminta mengikuti prosedur pelaporan dari pemerintah. Masyarakat bisa menyampaikan kendala yang dihadapi melalui surat elektronik dengan menyertakan data diri serta foto diri.

Beberapa kali Wisnoe melaporkan ini. Sesuai anjuran pemerintah, dia melaporkan dengan mengirimkan surat elektronik. Melalui alamat email vaksin@pedulilindungi.id dan pedulilindungi. Untuk email sertifikat@pedulilindungi.id. Namun tak ada respons yang melegakan hati.

"Semacam mesin yang membalas. Karena waktu kirim email saya sudah memaparkan data diri dan surat vaksinasi kedua, tapi direspons suruh menyerahkan data diri lagi."

Sempat terbesit dalam pikiran, untuk mengikuti vaksinasi lagi. Namun urung dilakukan. Sebab, masih banyak orang yang lebih membutuhkan dan belum mendapatkan vaksinasi. Kini, hanya bisa pasrah.

"Sebagai warga negara yang sudah mengikuti kebijakan pemerintah, saya cuma berharap keluhan ini bisa menghasilkan solusi," katanya.

Abirio Pradipta punya cerita lain. Pemuda berusia 24 tahun ini tidak bisa menerima vaksin Covid-19 dosis pertama. Alasannya, Nomor Induk Kependudukan (NIK) Rio sudah terdata sebagai penerima vaksin dosis pertama. Padahal, dia mengaku sama sekali belum divaksinasi.

Rio memutar ingatan. Hari itu, 26 Juli 2021. Dia hendak divaksinasi bersama rekan kerjanya. Rio mengikuti program Vaksin Kolaborasi Mandiri-OJK dari tempatnya bekerja. Petugas menyodorkan laman website Peduli Lindungi. Lalu memperlihatkan kepada Rio.

"Datanya dicek. Terus panitia bilang kalau NIK saya tercatat sudah vaksin pertama. Padahal saya belum pernah vaksin sama sekali. Terus panitianya suruh telepon ke call centre 119 ext 9. Tapi sampai sekarang itu call centre tidak bisa dihubungi," ungkap Rio.

vaksinasi covid 19 dari rumah ke rumah di sawah besar

Tak habis akal, Rio mengirimkan pelaporan dengan berbagai cara. Mulai dari mengirimkan surat elektronik, lalu menceritakan kasus yang dialami di akun instagram hingga twitter. Rio hanya bisa menduga-duga. Ada kesalahan dalam input data dalam proses vaksinasi. Sehingga namanya tertera sudah menerima vaksinasi.

"Soalnya kalau itu tidak dibenerin, saya tidak bisa vaksin," keluhnya.

Dua kasus di atas mungkin tidak terlalu menyita perhatian. Ada satu kasus yang hampir sama dan membuka mata. Ada persoalan dalam sistem pendataan vaksinasi. Kasus yang dialami Wasit Ridwan (47) serupa dengan Rio. Namun Warga Cikarang, Kabupaten Bekasi itu beruntung persoalannya terselesaikan.

Wasit sempat gagal menerima vaksinasi Covid-19 lantaran NIK-nya telah terpakai oleh seorang Warga Negara Asing (WNA) bernama Lee In Wong. Saat ini Wasit sudah menerima vaksin dosis pertama setelah ramai diberitakan. Dia tidak keberatan menceritakan kembali persoalan yang sempat dihadapinya saat hendak vaksinasi.

"Jadi waktu itu di RW (Rukun Warga) saya ada program vaksinasi Covid-19. Saya datang ke lokasi terus petugas diregistrasi mendata ulang. Diverifikasi data saya di komputer itu ketahuan bahwa NIK saya itu sudah divaksin dosis satu," ungkapnya.

Kapolres Pelabuhan Tanjung Priok AKBP Putu Kholis Aryana turun tangan setelah kasus Wasit ramai diberitakan. Putu langsung melakukan penyelidikan. Polisi mengecek ke lokasi vaksinasi di Bekasi, kemudian ke kantor Dinas Kesehatan di Tanjung Priok. Serta, mengecek alamat WNA atas nama Lee In Wong di Bekasi.

Hasilnya, NIK yang terdata adalah milik Wasit. Sedangkan nomor yang digunakan Lee In Wong bukanlah NIK melainkan nomor yang tercantum dalam surat keterangan tinggal.

"Kita ke Dukcapil Cikarang, karena NIK inilah yang harus diluruskan. NIK Lee ini itu bukan e-KTP, tapi SKTT (Surat Keterangan Tempat Tinggal)," kata Kapolres.

Polisi juga meminta keterangan Lee In Wong. Putu mendapatkan pengakuan jika WNA tersebut membenarkan sudah disuntik vaksin dosis pertama di KKP Tanjung Priok. Lantas, polisi mengecek data diri Lee In Wong. Polisi mendapati jika tanggal, bulan hingga tahun lahir Lee sama persis dengan Wasit Ridwan.

Polemik terjadi karena kesalahan manusia atau human error. Ketika memasukkan data. Lee keliru saat mengisi data nomor SKTP. Seharusnya angka terakhir ditulis 8. Namun dia salah dengan mengetik angka 1. Kesalahan tidak hanya terjadi pada Lee. Kasus ini muncul lantaran proses verifikasi yang tidak maksimal.

"Kemudian petugas mungkin hanya verifikasi nama dan tanggal lahir. Padahal yang rawan ada kesalahan itu dari NIK atau SKTP. Itu kuncinya data administrasi kependudukan kita," jelasnya.

penyuntikan vaksin covid 19 dosis ketiga

Mendesak Perbaikan Sistem

Pakar IT Pratama Dahlian menganalisis kekeliruan yang kerap terjadi dan berdampak pada masyarakat. Kesalahan kemungkinan terjadi baik di sistem maupun manusia. Namun, seharusnya kesalahan dalam memasukkan data tidak terjadi jika sistem sudah terkoneksi dengan baik.

"Dari sisi user bisa karena salah input, namun khusus untuk salah input harusnya kecil kemungkinan. Karena bila salah input NIK, maka nama lain yang akan muncul, bila salah ketik nama oleh vaksinator maka akan gagal input," ujar Dahlian.

Pengamat Kebijakan Publik Trubus Rahadiansyah melihat, perlu adanya pembenahan menyeluruh dari sistem pendataan vaksinasi. Semula, pendataan dilakukan Kemenkes. Tidak menggunakan data Kemendagri.

"Ini kan persoalan ego sektoral. Data itu tidak pernah berkoordinasi atau berkolaborasi dengan Dukcapil. Selama ini Kementerian Kesehatan bikin sendiri. Akar persoalannya di situ," kata Trubus.

Pemerintah harus memperbaiki sistem pendataan dalam program vaksinasi. Ini penting lantaran berhubungan dengan kebutuhan rakyat. Anggota Komisi II Fraksi PKS Nasir Djamil mendesak perbaikan sistem.

"Terkait vaksinasi itu Kementerian Kesehatan belum menggunakan data yang dimiliki di server Dukcapil sehingga mereka mengambil data di luar. Sementara, yang miliki otoritas terkait dengan data warga negara itu ada di Dukcapil. Saya pikir ini memang harus segera diperbaiki," katanya.

Pemerintah mengklaim sudah mengambil kebijakan menyikapi sengkarut data dalam sistem vaksinasi. Kementerian Kesehatan menilai, sejumlah kendala dalam proses data vaksinasi sebelumnya, terjadi karena belum ada sinkronisasi dengan Direktorat Penduduk dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri. Itu sebabnya, beberapa waktu lalu dilakukan integrasi antara Dukcapil Kemendagri dan Kementerian Kesehatan.

Tidak terbantahkan. Kasus terjadi karena sistem pendataan masih menggunakan cara tradisional. Belum sepenuhnya modern dengan kecanggihan teknologi. Sebelum melakukan vaksin, masyarakat terlebih dahulu mengisi secara pribadi data mereka di platform elektronik yang terhubung langsung ke layanan.

"Ini faktor human error kan tetap ada, kalau KTP kita dalam bentuk barcode yang juga dibaca mesin langsung, sehingga tidak perlu ada entri manual," kata Jubir Vaksinasi Covid-19 Kemenkes, Siti Nadia Tarmizi, kepada merdeka.com akhir pekan lalu.

Ketua Tim Satu Data Vaksinasi Covid-19, Joddy Hernady mengakui, sejumlah kendala terkait proses pendataan vaksinasi karena data yang ada belum sinkron ke Dukcapil. Dampaknya sangat berpengaruh besar. Jika sistem terintegrasi dengan benar, lebih mudah melakukan pengecekan jika data manual yang diinput masyarakat, mengalami kekeliruan.

Namun Joddy meyakini, setelah sistem Dukcapil terkoneksi, masalah yang terjadi selama ini akan diminimalisir. Dia sangat menyarankan masyarakat ingin divaksin mendaftkan diri lewat sistem aplikasi peduli lindungi. Sehingga ketika ada ketidakcocokan nama dan NIK, sistem dengan otomatis menolak. Pihaknya juga memastikan terus mengingatkan petugas di lapangan supaya berhati-hati memasukkan angka NIK sama nama.

"Jadi kalau nama dan NIK tidak match pasti ditolak. Jadi pas mau disuntik tinggal bilang NIK-nya begini, tinggal diambil datanya, disuntik, tinggal dimasukkan datanya, sudah benar datanya," klaimnya.

Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri (Dirjen Dukcapil Kemendagri) Zudan Arif Fakrulloh juga mengakui, sengkarut data dalam proses vaksinasi sempat terjadi karena belum terintegrasi dengan sistem Dukcapil. Namun, ke depannya diyakini tidak akan terulang lagi.

"Sekarang vaksin sudah menggunakan data Dukcapil. Kalau kemarin-kemarin belum. Sekarang, mulai hari ini, pedulilindungi sudah berhasil terintegrasi dengan data Dukcapil. Mudah-mudahan tidak ada salah NIK lagi, tidak ada orang entrinya keliru lagi. SIM sudah ke sana, NIK untuk nomor rekening bank, nomor handphone," kata Zudan.

Tim Penulis: Wilfridus Setu Embu, Ronald, Henny Rachma Sari, Lia Harahap

(mdk/noe)
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Undang-Undang Perlindungan Data Sering Dianggap Jadi Formalitas Saja
Undang-Undang Perlindungan Data Sering Dianggap Jadi Formalitas Saja

Meski undang-undang ini sudah diberlakukan, penerapannya masih sering kali dianggap sebagai formalitas semata.

Baca Selengkapnya
Penjelasan Ahli Kesehatan Usai Heboh Efek Samping Vaksin AstraZeneca hingga Ditarik dari Peredaran
Penjelasan Ahli Kesehatan Usai Heboh Efek Samping Vaksin AstraZeneca hingga Ditarik dari Peredaran

Komnas KIPI sebelumnya mengatakan tidak ada kejadian sindrom TTS setelah pemakaian vaksin Covid-19 AstraZeneca.

Baca Selengkapnya
Mengenal TTS, Penyakit yang Dikaitkan dengan Efek Samping  Vaksin AstraZeneca
Mengenal TTS, Penyakit yang Dikaitkan dengan Efek Samping Vaksin AstraZeneca

Hebohnya kasus TTS berawal dari gugatan yang dilayangkan Jamie Scott ke Pengadilan Tinggi Inggris.

Baca Selengkapnya
Klaim Tak Ada Kaitan Vaksin AstraZeneca dengan Kasus TTS, Komnas KIPI Sebut Sudah Surveilans di 7 Provinsi
Klaim Tak Ada Kaitan Vaksin AstraZeneca dengan Kasus TTS, Komnas KIPI Sebut Sudah Surveilans di 7 Provinsi

Hinky mengatakan, vaksin AstraZeneca sudah melewati tahap uji klinis tahap 1 hingga 4.

Baca Selengkapnya
Punya Efek Samping Berbahaya, AstraZeneca Tarik Peredaran Vaksin Covid-19 di Seluruh Dunia
Punya Efek Samping Berbahaya, AstraZeneca Tarik Peredaran Vaksin Covid-19 di Seluruh Dunia

Badan Pengawas Obat Eropa juga telah melarang peredaran vaksin ini.

Baca Selengkapnya
Vaksin AstraZeneca Disebut Picu Kasus TTS, Begini Hasil Kajian BPOM
Vaksin AstraZeneca Disebut Picu Kasus TTS, Begini Hasil Kajian BPOM

Belakangan, vaksin AstraZeneca disebut-sebut memicu kejadian trombosis with thrombocytopenia syndrome (TTS) atau pembekuan darah.

Baca Selengkapnya
Menkes Klaim Vaksin Covid-19 Buatan Dalam Negeri Relatif Lebih Aman
Menkes Klaim Vaksin Covid-19 Buatan Dalam Negeri Relatif Lebih Aman

Namun kalau untuk yang komorbid, kata Menkes, risiko tetap ada karena virusnya tidak hilang.

Baca Selengkapnya
Waspadai Potensi Peningkatan Covid-19 di Indonesia
Waspadai Potensi Peningkatan Covid-19 di Indonesia

Masyarakat juga diminta segera melengkapi vaksinasi Covid-19, khususnya pada kelompok berisiko.

Baca Selengkapnya
Munculnya Mpox Bukan Terjadi Akibat Vaksin Covid-19
Munculnya Mpox Bukan Terjadi Akibat Vaksin Covid-19

Munculnya kasus Mpox bukan disebabkan oleh adanya vaksinasi Covid-19 seperti sejumlah hoax yang beredar.

Baca Selengkapnya
CEK FAKTA: Hoaks Virus Mpox Disebabkan karena Efek Samping Vaksin Covid-19
CEK FAKTA: Hoaks Virus Mpox Disebabkan karena Efek Samping Vaksin Covid-19

Beredar penyebaran virus mpox merupakan efek samping vaksin Covid-19

Baca Selengkapnya
Varian Covid Eris Masuk Indonesia: Gejala Pilek, Sakit Tenggorokan hingga Kelelahan
Varian Covid Eris Masuk Indonesia: Gejala Pilek, Sakit Tenggorokan hingga Kelelahan

Mohammad Syahril, melanjutkan, varian Covid Eris termasuk ke dalam kelompok varian XBB, yang merupakan 'anakan' atau turunannya varian Omicron.

Baca Selengkapnya
3 Tahun Pandemi Covid-19 di Indonesia, Ini Foto-Foto Paling Dramatis
3 Tahun Pandemi Covid-19 di Indonesia, Ini Foto-Foto Paling Dramatis

Merdeka.com menangkap berbagai momen dramatis pandemi Covid-19 sepanjang tiga tahun melanda Indonesia. Berikut foto-fotonya:

Baca Selengkapnya