Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Tak pede, partai dan calon terjebak politik uang

Tak pede, partai dan calon terjebak politik uang Bisnis pengerahan massa kampanye. ©2014 merdeka.com

Merdeka.com - Berita tentang calon anggota legislatif yang membawa dan membagikan sekoper uang, sebetulnya biasa dalam musim pemilu. Banyak saksi bercerita, bahkan pelakunya sendiri membeberkan ke wartawan dengan wanti-wanti, "jangan sebut nama saya ya."

Tapi kalau ada polisi menangkap mobil kampanye yang membawa sekoper uang, tentu bukan cerita biasa. Sebab, ada fakta tak terbatahkan: uang sekoper bersatu bersama atribut partai dan calon, seperti kaos, form pengkaderan relawan, form pelatihan relawan, contoh surat suara, dan dokumen-dokumen calon lainnya.

Bahwa banyak orang tidak percaya lagi atas klaim elit partai politik, bahwa partainya bersih dan antikorupsi, kita sudah mafhum. Ya tentu saja, karena klaim itu berlawanan dengan praktik politik sehari-hari. Oleh sebab itu, teriak kencang juru kampanye, bahwa partai dan calonnya melarang politik uang, hanya jadi bahan ketawaan saja.

Meski demikian, tertangkapnya sekoper uang bersama atribut partai dan calon oleh polisi itu, tetap menarik perhatian. Apalagi ada nama mentereng di situ: Hanafi Rais, Calon Anggota DPR dari PAN, Nomor Urut 1 Daerah Pemilihan DI Yogyakarta. Dari namanya sudah ketahuan: dia adalah anak Amien Rais, mantan Ketua Umum PAN.

Tapi hendaknya kita tidak berprasangka terlebih dahulu, bahwa Hanafi Rais akan membagi-bagikan uang tersebut kepada pemilih. Jangan-jangan uang itu akan digunakan untuk pelatihan relawan dan pelatihan saksi, sebagaimana ditunjukkan oleh beberapa dokuman dalam mobil itu.

Memang relawan itu kerja tanpa motif uang. Tapi mereka toh tetap biaya makan dan transportasi. Memang saksi itu diangkat oleh partai. Tapi mereka juga butuh biaya makan dan transportasi. Mungkin dana Rp 510 juta dalam koper itu tidak cukup untuk membiayai kegiatan relawan dan saksi yang jumlahnya ribuan.

Ok. Kita paham alasan itu. Atau paling tidak, kita bisa tunggu penyelidikan pengawas pemilu atas dugaan ada tidaknya kaitan sekoper uang itu dengan kegiatan politik uang.

Namun sebelum pengawas pemilu memutuskan, kita sudah mafhum, sebagian besar calon memang gemar bagi-bagi duit ke pemilih, baik dengan cara sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan, baik dilakukan sendiri maupun melalui kaki tangan. Tindakan ini sesungguhnya tidak masuk akal.

Pertama, jika semua calon membagikan uang, lalu ada calon terpilih dan ada yang tidak, berarti dasar keterpilihan itu bukan faktor uang. Apakah calon yang memberi uang terbanyak akan terpilih? Tidak juga. Nyatanya, banyak calon gagal dan bangkrut karena alasan ini.

Kedua, dari tahun ke tahun, berbagai hasil survei menunjukkan, bahwa sekitar 75 sampai 85 persen pemilih yang menerima uang atau barang dari calon, ternyata tidak memilih calon yang memberikan uang atau barang itu. Ini terjadi baik pada pemilu legislatif, pemilu presiden, maupun pemilu kepala daerah.

Ketiga, data pilkada 2005-2008 dan pilkada 2010-2013 menunjukkan, bahwa 60 persen petahana di Jawa, terpilih kembali; sementara di luar Jawa angkanya 40 persen. Artinya, 40 persen petahana di Jawa gagal, sementara di luar Jawa 60 persen yang gagal. Nah, bukankah petahana punya nama, punya kuasa, dan punya duit, tetapi mengapa tidak terpilih semua? Sekali lagi, salah besar yang menganggap pemilih kita mata duitan.

Sesungguhnya elit partai politik dan para calon anggota legislatif mengetahui tiga situasi tersebut. Mereka paham betul, bahwa bagi-bagi uang bukan jaminan menjadi pilihan rakyat. Masalahnya, mengapa mereka tetap melakukan politik uang? Mengapa mereka mau bertindak yang jelas-jelas merugikan diri sendiri?

Di sinilah para politisi mengalami kegalauan. "Saya tahu politik uang tidak menjadi jaminan. Tapi kalau kita lihat, calon lain membagikan uang, maka muncul kekhawatiran: jangan-jangan kalau saya tidak bagikan uang, saya kalah?" Demikian pengakuan seorang politisi yang sudah 10 tahun ngantor di Senayan.

Sesungguhnya para politisi kita sudah masuk dalam jebakan politik uang. Dan cilakanya jebakan itu mereka ciptakan sendiri. Oleh karena itu, jangan berharap pemilih bisa melepaskan jebakan itu, karena yang paham tentang jebakan itu adalah para politisi sendiri.

(mdk/tts)
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Mengenal ‘Uang Perahu’, Mahar Politik Dibutuhkan untuk Jadi Calon Wakil Rakyat
Mengenal ‘Uang Perahu’, Mahar Politik Dibutuhkan untuk Jadi Calon Wakil Rakyat

Ikhsan pernah melakukan penelitian saat pemilihan Walikota Serang, Banten tahun 2013 dan mendapati salah satu calon membayar Rp5 miliar.

Baca Selengkapnya
Cak Imin Ungkap Biaya Politik di Jakarta Sentuh Rp40 M: Caleg Miskin Masa Depan Suram
Cak Imin Ungkap Biaya Politik di Jakarta Sentuh Rp40 M: Caleg Miskin Masa Depan Suram

Menurut Cak Imin, kompetisi politik sudah semakin pragmatis. Dia ingin pemilihan dikembalikan kepada nilai-nilai dari tujuan berbangsa dan bernegara.

Baca Selengkapnya
Terang-terangan, Cak Imin Ungkap 1 Suara di Pilkada Harganya Rp300 Ribu
Terang-terangan, Cak Imin Ungkap 1 Suara di Pilkada Harganya Rp300 Ribu

Cak Imin mengungkapkan bahwa dalam Pilkada 2024, biaya politik uang mencapai Rp300 ribu untuk setiap suara. Apakah hal ini mengancam kualitas demokrasi kita?

Baca Selengkapnya
Uang Perahu Jelang Pemilu, Apa Itu?
Uang Perahu Jelang Pemilu, Apa Itu?

Uang perahu ini akan banyak ditemukan menjelang pemilu.

Baca Selengkapnya
SMRC: Politik Uang Tidak Berjalan Efektif Dalam Pemilu 2024
SMRC: Politik Uang Tidak Berjalan Efektif Dalam Pemilu 2024

Politik uang cenderung mahal karena dampaknya yang tidak sebanding dengan ekspektasi.

Baca Selengkapnya
VIDEO: PDIP Usul Politik Uang dalam Pemilu Dilegalkan KPU
VIDEO: PDIP Usul Politik Uang dalam Pemilu Dilegalkan KPU "Tanpa Duit, Rakyat Tidak Pilih"

Anggota Komisi II DPR RI Fraksi PDIP Hugua mengusulkan, agar money politics dilegalkan dengan batasan tertentu di Peraturan KPU pencalonan di Pilkada

Baca Selengkapnya
Tergoda Tawaran Penggandaan Uang dan Suara Berlimpah, Caleg Golkar di Pekalongan Tertipu Rp300 Juta
Tergoda Tawaran Penggandaan Uang dan Suara Berlimpah, Caleg Golkar di Pekalongan Tertipu Rp300 Juta

Polres Pekalongan mengungkap kasus penipuan dengan modus penggandaan uang bermotif politik. Korbannya seorang caleg dari Partai Golkar.

Baca Selengkapnya
VIDEO: Nama Senator Komeng Menggema di Acara Lemhanas, Refly Harun
VIDEO: Nama Senator Komeng Menggema di Acara Lemhanas, Refly Harun "Uhuy"

Pakar Hukum Tata Refly Harun mengatakan alasan Pilkada, Pileg, hingga Pilpres mahal karena pertemuan calon dengan pemilih membutuhkan biaya.

Baca Selengkapnya
PDIP Sebut Usulan untuk Legalkan Politik Uang Hanya Sarkasme
PDIP Sebut Usulan untuk Legalkan Politik Uang Hanya Sarkasme

Chico meyebut maraknya money politic tidak ditindak tegas dan justru dibiarkan tumbuh subur.

Baca Selengkapnya
Politisi PDIP Minta Politik Uang Dilegalkan, Fahri Hamzah: Parpol Kehilangan Akal Atasi Kecurangan
Politisi PDIP Minta Politik Uang Dilegalkan, Fahri Hamzah: Parpol Kehilangan Akal Atasi Kecurangan

Semakin jelas bahwa selama ini, ada pihak yang teriak-teriak curang padahal dirinya sebagai pelaku kecurangan.

Baca Selengkapnya
PKB: Pemilu Biayanya Besar dan Mahal
PKB: Pemilu Biayanya Besar dan Mahal

Untuk menjadi calon anggota legislatif (caleg) membutuhkan biaya yang besar.

Baca Selengkapnya
Hasto Bongkar Ada Upaya Usung Calon Tunggal yang Kaya Raya dari Tambang di Pilkada 2024
Hasto Bongkar Ada Upaya Usung Calon Tunggal yang Kaya Raya dari Tambang di Pilkada 2024

Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristiyanto mendengar kabar upaya mengusung calon tunggal yang kaya raya dalam Pilkada 2024.

Baca Selengkapnya