Anggota DPR Komentari Kasus Bullying di Binus Diduga Libat Anak Vincent Rompies, Ini Katanya
Sikap Binus School menjadi sorotan sebelum terjadinya Bullying
Sikap Binus School menjadi sorotan sebelum terjadinya Bullying
-
Apa yang dikatakan Vincent Rompies tentang pembelaan netizen untuk anaknya? Mengenai masalah tersebut, Vincent Rompies menyatakan bahwa ia tidak mengetahui adanya pembelaan dari netizen terhadap anaknya di media sosial.
-
Bagaimana Vincent Rompies menyelesaikan masalah anaknya? 'Saya masih berusaha membuka pintu komunikasi dengan pelapor agar masalah ini bisa diselesaikan secara baik-baik,' kata Vincent.
-
Siapa yang membully anak Andika? Sang putra, mendapat makian dari salah satu orangtua siswa karena masalah sepele terkait mainan.
-
Kenapa anak Andika dibully? Sang putra, mendapat makian dari salah satu orangtua siswa karena masalah sepele terkait mainan.
-
Siapa pelaku aksi bullying tersebut? Kepolisian Resor Bulukumba telah mengamankan dua pelaku.
Anggota DPR Komentari Kasus Bullying di Binus Diduga Libat Anak Vincent Rompies, Ini Katanya
Seorang siswa SMA Binus School di Serpong, Tangerang Selatan, diduga jadi korban bullying, atau perundungan oleh geng sekolah hingga harus dirawat di rumah sakit.
Corporate PR Binus University, Haris Suhendra, mengakui kasus kekerasan tersebut.
Bahkan, kasus ini melibatkan sejumlah siswa, termasuk anak artis Vincent Rompies.
Kasus ini turut mendapat sorotan tajam dari Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni.
Politikus Partai NasDem tersebut meminta polisi untuk memanggil dan memproses semua pihak, tanpa terkecuali.
Sahroni yang juga legislator dari DKI Jakarta itu juga menegaskan, kasus bullying ini adalah masalah darurat yang terjadi pada pelajar, apapun latar belakangnya.
“Ini bukan pertama kalinya saya speak up terkait bullying. Hal ini karena saya melihat betapa bullying ini sudah mewabah di kalangan pelajar. Kalau dulu identiknya bullying terjadi pada anak-anak dengan latar belakang premanisme, kini kita temukan, bullying juga terjadi di sekolah internasional,” kata Sahroni.
“Dalam hal ini, peran sekolah menjadi penting sekali dalam mencegah bullying. Dan saya yakin sebenarnya sekolah pasti tahu bahwa ada kelompok anak-anak sok jagoan di lingkungannya. Ya tapi mereka pura-pura tidak tahu saja sampai akhirnya terjadi bullying seperti ini,” ujar Sahroni.
Karena itu, ketegasan polisi dalam menindak kasus ini dinilai Sahroni akan sangat penting dalam menunjukkan keseriusan negara memutus rantai bullying.
Karena menurutnya, kasus-kasus bullying sudah sangat meresahkan dan tidak semua dapat viral. Maka, kasus ini harus diselesaikan dengan tegas agar menjadi contoh dan pelajaran bagi semua.
“Bubarkan geng-geng yang sok kuat. Buka posko aduan di sekolah, baik negeri maupun swasta. Kerjasama dengan pihak sekolah untuk selalu memantau bibit-bibit munculnya bullying,” tambah Sahroni.
“Jadi polisi harus bisa membongkar semua dengan sangat tegas. Karena sudah saatnya kita serius memutus rantai bullying di ranah pendidikan. Jadi, jangan anggap remeh kasus ini,” ujar Sahroni.
Terakhir, Sahroni tidak ingin restorative justice menjadi opsi utama dalam penyelesaian kasus ini. Karena menurutnya, untuk memutus rantai bullying, perlu adanya bentuk tanggung jawab hukum dan ketegasan yang lebih.
“Penyelesaian dengan restorative justice boleh-boleh saja, tapi bukan jadi opsi yang utama. Kita lihat dahulu sejauh apa perbuatan mereka selama ini,” tutup Sahroni.