Demi Ketahanan Pangan dan Energi, KADIN Dukung Langkah Menhut Raja Juli Identifikasi Potensi Hutan
Langkah Kemenhut dinilai sejalan dengan upaya pencapaian target pertumbuhan ekonomi 8% yang dicanangkan Presiden Prabowo Subianto.
Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia menyampaikan dukungan atas inisiatif Kementerian Kehutanan dalam mengidentifikasi potensi sektor kehutanan guna mendukung kemandirian pangan dan energi, seperti yang disampaikan oleh Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni beberapa waktu yang lalu.
Langkah Kemenhut dinilai sejalan dengan upaya pencapaian target pertumbuhan ekonomi 8% yang dicanangkan Presiden Prabowo Subianto.
“Hutan kita sering kali hanya dipandang sebagai sumber kayu, padahal di dalamnya terdapat potensi luar biasa untuk mendukung kemandirian pangan dan energi,” kata Project Leader KADIN Regenerative Forest Business Hub (RFBH), Rumantara dalam pernyataannya, Kamis (9/1).
KADIN RFBH, sebuah task force khusus yang dibentuk oleh KADIN Indonesia, bertujuan mendukung pengusaha dalam penerapan kebijakan Multiusaha Kehutanan (MUK) yang diatur berdasarkan UU Cipta Kerja. Kebijakan ini membuka peluang optimalisasi sumber daya kehutanan, tidak hanya terbatas pada kayu.
“Ketua Umum KADIN, Arsjad Rasjid, meminta kami mengidentifikasi konsesi yang berpotensi mendukung kemandirian pangan, seperti kawasan sagu, padi ladang, dan tanaman lain yang telah dikelola masyarakat secara tradisional. Dengan pendekatan intensifikasi yang tepat, produktivitas tanaman ini dapat meningkat secara signifikan,” jelas Rumantara.
Metode intensifikasi, yang memanfaatkan teknologi berkelanjutan diusulkan sebagai solusi utama untuk meningkatkan produktivitas lahan. KADIN RFBH juga mendorong pengusaha untuk mengadopsi model pengelolaan hutan berkelanjutan, seperti agroforestry, silvopastura, dan silvofisheri.
“Agroforestry memungkinkan penanaman tanaman kayu bersama tanaman energi, seperti aren dan pongamia, serta komoditas bernilai tinggi seperti kopi, kakao, vanili, dan tanaman penghasil minyak esensial. Pendekatan ini memperhatikan kecocokan lahan dan kelestarian lingkungan,” terang lulusan Master Ekonomi Lingkungan Universitas Wageningen itu.
Silvopastura juga dianggap berpotensi mendukung ketahanan pangan melalui pengembangan peternakan berbasis hutan. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), impor daging Indonesia pada 2024 mencapai Rp5,87 triliun.
“Dengan lahan yang tersedia untuk silvopastura, kita dapat mengurangi ketergantungan pada impor daging,” ungkap Rumantara.
KADIN RFBH mencatat lebih dari 30 juta hektare kawasan hutan dikelola oleh sekitar 600 perusahaan pemegang izin Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH), serta 8 juta hektare perhutanan sosial yang melibatkan 1,3 juta kepala keluarga.
Potensi ini, jika dapat teridentifikasi dengan baik dan dimanfaatkan secara optimal, diyakini dapat memperkuat ketahanan pangan dan energi nasional tanpa mengorbankan kelestarian hutan.
“Jika dikelola dengan baik sesuai arahan Kementerian Kehutanan, sektor kehutanan dapat memberikan kontribusi signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, pengurangan impor, dan penciptaan lapangan kerja yang berkelanjutan,” jelas Rumantara.
Langkah ini, tambahnya, relevan dengan komitmen Indonesia terhadap target Net Zero Emissions dan pembangunan hijau berkelanjutan.
“Kolaborasi antara pemerintah, pengusaha, dan masyarakat adalah kunci untuk merealisasikan potensi besar sektor kehutanan,” tutupnya.