Dirut Perentjana Djaja Jadi Tersangka Kasus Korupsi Proyek LRT Sumsel
Status BHW naik menjadi tersangka usai menjalani sejumlah pemeriksaan sebagai saksi dalam kasus korupsi proyek LRT Sumsel itu.
Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan (Kejati Sumsel) kembali menetapkan satu tersangka baru terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi kegiatan/pekerjaan pembangunan prasarana kereta api ringan atau Light Rail Transit (LRT) di Provinsi Sumatera Selatan pada Satker Pengembangan, Peningkatan dan Perawatan Prasarana Perkeretaapian Kementerian Perhubungan RI tahun 2016-2020.
Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Sumsel Vanny Yulia Eka Sari menyampaikan, tersangka adalah BHW selaku Direktur Utama (Dirut) PT Perentjana Djaja.
“Tim penyidik telah mengumpulkan alat bukti dan barang bukti, sehingga berdasarkan bukti permulaan yang cukup sebagaimana diatur dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP, kembali menetapkan satu orang sebagai tersangka,” kata Vanny dalam keterangannya, Jumat (27/9).
Menurutnya, status BHW naik menjadi tersangka usai menjalani sejumlah pemeriksaan sebagai saksi dalam kasus korupsi proyek LRT Sumsel itu.
“Untuk tersangka selanjutnya dilakukan tindakan penahanan selama 20 hari ke depan di Rutan Klas I Palembang dari tanggal 26 September 2024 sampai dengan 15 Oktober 2024,” jelas dia.
Sejauh ini, sudah ada 34 saksi yang dimintai keterangan oleh penyidik. Adapun modus dari tersangka BHW sebagai pelaksana kegiatan yaitu Konsultan Perencana, bahwa dalam pelaksanaan kegiatannya ditemukan adanya beberapa kegiatan yang dimarkupkan dan sebagian fiktif.
“Tersangka BHW juga mengalirkan dana kepada ketiga tersangka yang ditetapkan pada rilis sebelumnya, yang diduga aliran dana tersebut berasal dari kegiatan yang dimarkup tersebut,” Vanny menandaskan.
Sebelumnya, Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan (Kejati Sumsel) resmi menetapkan tiga pejabat tinggi PT Waskita Karya sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi kegiatan/pekerjaan pembangunan prasarana kereta api ringan atau Light Rail Transit (LRT) di Provinsi Sumatera Selatan pada Satker Pengembangan, Peningkatan dan Perawatan Prasarana Perkeretaapian Kementerian Perhubungan RI tahun 2016-2020, dengan estimasi kerugian negara Rp 1,3 trilliun.
“Tim Penyidik telah mengumpulkan alat bukti dan barang bukti sehingga berdasarkan bukti permulaan yang cukup sebagaimana diatur dalam Pasal 184 ayat (1) KUHAP, pada hari ini dilakukan penetapan tiga orang sebagai tersangka,” tutur Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Sumsel, Vanny Yulia Eka Sari dalam keterangannya, Jumat (20/9).
Ketiga tersangka adalah T selaku Kepala Divisi II PT Waskita Karya Tbk, IJH selaku Kepala Divisi Gedung II PT Waskita Karya Tbk, dan SAP selaku Kepala Divisi Gedung III PT Waskita Karya Tbk.
“Untuk tersangka selanjutnya dilakukan tindakan penahanan selama 20 hari ke depan di Rutan Klas I Palembang dari tanggal 19 September 2024 sampai dengan 8 Oktober 2024,” jelas dia.
Vanny mengulas modus operandi ketiganya, bahwa dalam tahap perencanaan ditemukan fakta hukum penggelembungan dana atau markup terhadap kontrak pekerjaan perencanaan tersebut.
Selain itu, ditemukan adanya aliran dana baik berupa suap atau gratifikasi ke beberapa pihak sejumlah Rp 25,6 miliar, dan dari situ penyidik melakukan penyitaan sebesar Rp 2.088.000.000, yang merupakan sisa aliran uang yang belum terdistribusi ke beberapa pihak tersebut.
“Penyidikan perkara tersebut tidak menutup kemungkinan dapat berkembang, karena pada saat ini baru ditemukan fakta ditahap pekerjaan perencanaan teknis pembangunan prasarana LRT,” Vanny menandaskan.
Perbuatan para tersangka telah melanggar Primair Pasal 2 Ayat (1) jo. Pasal 18 Undang-undang Nomor : 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-undang Nomor : 20 Tahun 2001 Tentang perubahan atas Undang-undang Nomor : 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHPidana.
Subsidair Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-undang Nomor : 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-undang Nomor : 20 Tahun 2001 Tentang perubahan atas Undang-undang Nomor : 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHPidana.
Atau Pasal 11 Undang-undang Nomor : 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-undang Nomor : 20 Tahun 2001 Tentang perubahan atas Undang-undang Nomor : 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.