Imbas Virus Corona, Tradisi Unggahan Banokeling di Banyumas Digelar Terbatas
Merdeka.com - Masyarakat Adat Banokeling akan membatasi jumlah anak putu adat yang akan mengikuti tradisi unggahan jelang Ramadan di Desa Pekuncen, Jatilawang, Banyumas. Pembatasan dilakukan untuk menghindari kerumunan guna mencegah penyebaran virus Corona.
Tradisi Unggahan biasanya dihadiri oleh ribuan trah Banokeling yang berkumpul di Desa Pekuncen. Komunitas adat ini akan melakukan selamatan besar-besaran dengan menyembelih puluhan hewan ternak kemudian ziarah massal ke Makam Kiai Banokeling.
Peserta yang hadir dari berbagai wilayah mulai dari Banyumas, Cilacap juga anak putu Banokeling yang merantau di berbagai tempat.
-
Siapa yang dilarang bertemu dengan anaknya? 'Jadi saya menghadapi mantan suami saya tidak memperbolehkan saya untuk bertemu dengan anak-anak saya, sedangkan anak saya yang satu masih di bawah umur dan harusnya masih menyusui,' kata Vika.
-
Apa saja risiko mudik bagi anak? 'Ketika bawa anak mudik maka harus antisipasi ketiga risiko seperti penyakit infeksi, kelelahan, dan perubahan lingkungan terkait udara atau pola makanan yang berbeda dengan sebelumnya yang bisa memengaruhi masalah kesehatan,' kata Nastiti beberapa waktu lalu dilansir dari Antara.
-
Siapa yang terdampak larangan? Dilansir laman TRT World, keputusan Pengadilan Tinggi Allahabad ini berdampak pada sekitar 2,7 juta siswa dan 10.000 guru di 25.000 sekolah madrasah.
-
Mengapa Hevearita Gunaryanti Rahayu dilarang bepergian? Atas kasus ini, Mbak Ita dilarang untuk bepergian ke luar negeri beserta tiga orang lainnya. Salah satu dari mereka adalah suami Mbak Ita sendiri, Alwin Basri.
-
Dimana larangan itu diterapkan? Dalam laporan yang dikutip dari Android Headlines pada Kamis (14/11), tindakan pelarangan ini terjadi di tengah ketegangan yang meningkat dalam perang semikonduktor yang saat ini berlangsung di pasar.
-
Kenapa mereka harus membawa anak ke mana-mana? Mereka tidak bisa meninggalkan anak bungsunya di rumah lantaran keduanya sama-sama terlibat penuh dalam bisnis tersebut.
Ketua Komunitas Adat Banokeling, Sumitro mengatakan keputusan pembatasan tradisi unggahan merupakan hasil musyawarah adat pada Rabu (25/3) malam. Anak putu di luar Desa Pekuncen yang diperbolehkan ikut dalam unggahan cukup diwakili oleh kiai kunci.
Laku jalan kaki dari sejumlah wilayah Cilacap ke Desa Pekuncen yang jadi tradisi Banokeling ditiadakan. Sedangkan, anak putu yang merantau di luar kota dilarang untuk pulang menghadiri unggahan.
"Ini baru pertama kali terjadi memang. Tapi ini untuk kebaikan bersama," kata Sumitro, Kamis (26/3).
Semedi untuk Tangkal Corona
Sumitro bercerita, dalam sistem pengetahuan turun temurun di Banokeling, virus corona yang telah menjadi pandemi merupakan bentuk lain dari upas. Upas dalam pengertian masyarakat adat Banokeling yakni wabah atau racun dalam pengertian bahasa Banyumas. Wabah ini dipercaya terjadi karena ulah manusia merusak bumi atau lingkungan.
Demi menangkal upas, masyarakat adat banokeling melakukan pendekatan religius dengan semedi atau bertapa. Semedi ini dilakukan dengan menyepi di areal makam Banokleing oleh 6 kesepuhan yang merupakan pimpinan spiritual adat yakni kiai kunci dan para Bedogol. Semedi dilakukan sebagai penyuwunan atau permintaan pada sang pencipta untuk segera menghentikan wabah.
"Upas niku panase pitung panungkul (berhawa panas). Semedi untuk adang-adangan (penghadang) upas," kata Sumitro.
Virus atau upas yang telah mewabah begitu luas diyakini bisa dilawan dengan semedi menyepikan diri. Mendekatkan diri pada sang Pencipta untuk mengevaluasi segala perilaku yang membuat alam jadi marah.
"Di rumah saja baiknya selama wabah ini belum pergi. Lakukan semedi" jelas Sumitro.
Acara Tradisi di Banyumas Dibatalkan
Tak cuma Tradisi Unggahan Banokeling, sejumlah agenda budaya di Banyumas juga terpaksa harus dibatalkan imbas virus corona. Kepala Seksi Nilai Tradisi Dinas Pemuda Olahraga Kebudayaan dan Pariwisata (Dinporabudpar) Banyumas, Mispan menyebutkan, agenda tradisi yang ditiadakan tahun 2020 ini yakni pawai budaya Tawur Agung Kesanga dalam rangka Hari Raya Nyepi, Haul Syekh Makdum Wali dan kegiatan ziarah di Ndalem Santri Kutaliman.
Meski begitu, masih ada acara adat yang digelar seperti prosesi Jaro Rojab di Desa Cikakak, Kecamatan Wangon pada 22 Maret lalu. Namun, ritual mengganti pagar di sekitar Masjid Saka Tunggal dilangsungkan terbatas, hanya melibatkan masyarakat adat setempat.
"Saat ganti pagar, masyarakat adat melakukan tapa bisu tanpa berbicara satu sama lain," kata Mispan.
(mdk/ray)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Meski sudah dilarang, masih ada saja warga yang menerbangkan balon udara dalam rangka merayakan hari lebaran Idulfitri.
Baca SelengkapnyaAlasan Menhub Budi Karya Sumadi melarang penerbangan balon udara di musim mudik lebaran karena bisa mengganggu penerbangan.
Baca SelengkapnyaMasyarakat diharapkan dapat mengerti bahaya menerbangkan balon udara di sembarang tempat.
Baca SelengkapnyaMasyarakat di sejumlah daerah diminta untuk tidak menerbangkan balon udara sebagai bagian budaya dan tradisi keagamaan.
Baca SelengkapnyaSaat melakukan pengalihan arus lalu lintas, petugas mengarahkan pengendara untuk putar balik.
Baca SelengkapnyaKabarnya, orang yang nekat foto-foto di Baduy Dalam tidak bisa pulang.
Baca SelengkapnyaAda beragam atraksi seni dan budaya yang dihelat dalam sepekan Lebaran di Banyuwangi.
Baca SelengkapnyaTradisi Puter Kayun bukan hanya warisan budaya, tetapi juga menjadi daya tarik wisatawan.
Baca Selengkapnyapihak pengelola Balai Taman Nasional Baluran mengambil kebijakan untuk menutup sementara destinasi wisata ini selama sebulan.
Baca SelengkapnyaSejumlah elemen masyarakat Bali menganggap pelaksanaan Muktamar PKB mengganggu keamanan di Bali.
Baca SelengkapnyaPenutupan akses wisata Gunung Bromo dari wilayah Kabupaten Probolinggo dilakukan dari pintu masuk Cemorolawang.
Baca Selengkapnya