Kades sebut polisi hingga anggota DPRD terima jatah tambang liar
Merdeka.com - Tiga anggota polisi, AKP S, Ipda SH dan Aipda SP hari ini kembali menjalani sidang disiplin di Mapolda Jawa Timur atas kasus pembunuhan Salim dan penganiayaan Tosan di Lumajang. Dalam sidang ini, Kepala Desa Selok Awar-Awar, Kecamatan Pasirian, Hariono turut dihadirkan untuk memberi kesaksian atas keterlibatan tiga anggota polisi.
Hariono menyebut, AKP S, Ipda SH dan Aipda SP telah menerima sejumlah uang dari hasil tambang pasir besi yang dikelolanya. Tak hanya tiga anggota polisi ini, Hariono juga menyebut ada anggota DPRD Lumajang, yang turut menikmati uang hasil tambang tersebut.
"Ada anggota dewan bernama Sugiantoko, pinjam uang Rp 3 juta sampai sekarang belum dikembalikan. Selain itu juga ada uang sangu dewan," kata Hariyono di hadapan Majelis Sidang yang diketuai Wakapolres Lumajang, Kompol Iswahab, Senin (12/10).
-
Siapa yang dibunuh secara sadis? Hasil analisis menunjukkan, kedua mumi laki-laki ini mengalami kematian di tempat akibat tindakan kekerasan yang disengaja.
-
Kenapa korban dibunuh? 'Oleh karena pelaku menolak untuk membayar 100 ribu selanjutnya korban memaki-maki dan mengancam pelaku dengan kata-kata yang kasar dan mengancam untuk memanggil abang-abang (keluarga) yang daripada korban,' kata Dirreskrimum Polda Metro Jaya, Kombes Pol Wira Satya Triputra, Kamis (25/4).
-
Siapa yang melakukan pungli? Berdasarkan keterangan di video, disebutkan bahwa pungli di Babelan jadi pungli terkuat di muka bumi.
-
Siapa yang membunuh korban? Jasad wanita berinisial R (34) ditemukan di Dermaga Ujung Pulau Pari dengan kondisi sudah membusuk pada 13 April 2024. Pembunuhan tersebut dilakukan oleh pelaku berinisial N yang diketahui memesan layanan Open BO dari R melalui aplikasi WeChat.
-
Siapa yang menjadi korban? Renu Singh, salah satu korban yang terjebak, telah melapor ke polisi dengan klaim bahwa ia telah ditipu sebesar USD 21.000 dan mengungkapkan bahwa ratusan orang lainnya juga mengalami kerugian total mencapai USD 4,1 juta.
Hariono melanjutkan, selain ke anggota dewan, uang hasil tambang juga dialirkan kepada AKP S. Mantan Kapolsek Pasirian dengan jumlah Rp 1 juta per bulan. Kemudian Rp 500 ribu per bulan diberikan ke Kanit Polsek Pasirian, Ipda SH.
"Selain itu juga ke Babinkamtibmas dan Babinsa juga," kata Hariyono.
Selain itu, Hariono juga menyebut ada jatah uang yang diberikannya untuk Camat Pasirian Rp 1 juta per bulan, dan pejabat Perhutani Rp 500 ribu per bulan.
Lebih jauh Hariono memberikan kesaksian, sebagian dana itu juga dipakai untuk membayar upah pekerja dan tim bentukannya. Juga untuk kegiatan desa. Dia juga mengaku memberikan uang saku kepada wartawan. Sayang, Hariono tak menyebut identitas si wartawan. Dia hanya mengaku, uang itu diberikannya langsung kepada wartawan. Aliran dana lainnya itu disalurkan Hariyono dari uang portal yang diterimanya sekitar Rp 142 ribu per truk per harinya.
Saksi lain, yaitu pengelola alat berat dan portal, Handoko mengungkapkan, dari portal yang dikelolanya itu, dia memungut retribusi Rp 270 ribu per truk. Dalam sehari, dia mampu mengais sekitar Rp 27 juta.
"Ada 80 sampai 100 dumptruk kecil setiap harinya," katanya.
Selanjutnya, ungkap Handoko, uang tersebut disalurkan ke beberapa pihak dengan jumlah Rp 142 ribu per truk diserahkan ke Kades Hariyono, Rp 18 ribu per truk untuk upah pekerja, dan Rp 110 ribu per truk untuk perawatan dan sewa alat berat.
"Sisanya juga dipakai saya sendiri," ucapnya.
Sementara Kabid Humas Polda Jawa Timur, Kombes Pol R Prabowo Argo Yuwono menjelaskan, sidang disiplin ini sengaja digelar untuk menunjukkan keterbukaan dan pertanggungjawaban kepolisian terhadap masyarakat.
"Sidang ini sengaja digelar secara terbuka untuk memenuhi azas transparasi penyidikan yang dilakukan pihak kepolisian," ungkapnya.
Diketahui, sidang disiplin anggota kepolisian terkait kasus Salim Kancil dan Tosan yang terjadi pada 26 September lalu itu, digelar di ruang rapat Bidang Keuangan Biro SDM Mapolda Jawa Timur. Sidang dimulai sekitar pukul 10.00 WIB.
Dalam sidang itu, tiga terperiksa juga diberi kesempatan menanggapi kesaksian para tersangka kasus tambang ilegal di Lumajang itu. Selanjutnya, pimpinan sidang memutuskan untuk menskors sidang. Majelis Sidang lalu menggelar sidang tertutup.
(mdk/cob)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Adapun uang dan barang tersebut ditemukan penyidik di sejumlah lokasi sejak 8 Juli lalu.
Baca SelengkapnyaWahyu menilai, penyelewengan dana desa ini diakibatkan para kepala desa tak memiliki pengetahuan yang memadai.
Baca SelengkapnyaTersangka melakukan korupsi dana seratusan juta rupiah
Baca SelengkapnyaJazilul meminta PPATK untuk berkomitmen mengusut dugaan ini dengan tuntas.
Baca SelengkapnyaPenyitaan tersebut adalah bagian dari penyidikan dugaan tindak pidana korupsi penerimaan gratifikasi dan konflik kepentingan dalam pengadaan barang dan jasa.
Baca SelengkapnyaMenjelang Pemilu 2024, partai politik diimbau hindari dana ilegal.
Baca SelengkapnyaPelaku diduga menyalahgunakan wewenang untuk kepentingan pribadi saat menjabat sebagai Kades.
Baca SelengkapnyaPolda Jateng juga akan menggandeng instansi dalam rapat koordinasi tersebut untuk turut memantau proses penyelidikannya.
Baca SelengkapnyaAliran dana diduga tertuju pada oknum guru di sekolah tersebut.
Baca SelengkapnyaDarien mengaku uang tersebut didapatkan dari Windy pada akhir tahun 2021 dengan total Rp 500 juta yang ditujukan oleh lima anggota Pokja.
Baca Selengkapnya"Dari 13 yang diperiksa sudah dua wilayah kita minta klarifikasi,” kata Dirreskrimsus Polda Jateng, Kombes Pol Dwi Subagio
Baca SelengkapnyaGanjar memutuskan irit bicara terkait adanya temuan PPATK tersebut. Kenapa?
Baca Selengkapnya