Kembangkan Teknologi Pascapanen, BRIN & Kementan Ingin Kurangi Kerugian Food Losses dan Waste
Indonesia membuang sampah makanan 23-48 juta ton per tahun pada periode 2000-2019 dengan taksiran kerugian ekonomi sebesar Rp 213-551 triliun/tahun.
BRIN dan Kementan sepakat bahu membahu untuk menciptakan inovasi di bidang pangan
Kembangkan Teknologi Pascapanen, BRIN & Kementan Ingin Kurangi Kerugian Food Losses dan Waste
Plt Kementerian Pertanian (Mentan) Arief Prasetyo Adi dan Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Laksana Tri Handoko sepakat mengembangkan teknologi pascapanen untuk meningkatkan efisiensi hasil pertanian di Indonesia.
Dalam kerja sama ini, BRIN dan Kementan sepakat bahu membahu untuk menciptakan inovasi di bidang pangan, dari mulai hulu ke hilir, salah satunya adalah masalah food loss dan waste (FLW).
"Ini juga relate yang sekarang jadi big issue, food losses and waste. Jadi from fram to table. Jadi nanti teknologi pascapanen dari panen sampai terhidang ke meja, Indonesia menjadi salah satu yang terbesar. Sekitar 14% hilang setelah panen (food loss) dan 17% hilang di meja makan (food waste). Jadi total 31% itu hilang. Itu nilai sekitar 550 triliun rupiah," kata Plt Mentan Arief dalam acara Penandatangan Kesepakatan Bersama di Kantor BRIN, Selasa (17/10).
Menurut hasil penelitian Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) pada tahun 2021, Indonesia membuang sampah makanan 23-48 juta ton per tahun pada periode 2000-2019 dengan taksiran kerugian ekonomi sebesar Rp 213-551 triliun/tahun atau setara dengan 4-5 persen PDB Indonesia per tahun.
Food loss atau susut pangan adalah bahan pangan yang terbuang dari proses pasol dari petani ke pasar. Sementara itu, food waste atau limbah pangan adalah bahan pangan yang terbuang di pasar ke konsumen.
"Tak hanya inovasi pertanian di hulu, tapi hilirnya juga. Beliau (kepala BRIN) hutang pada saya untuk teknologi iradiasi. Saya ingin menggunakan teknologi iradiasi untuk memperpanjang shelf life," kata Arief Prasetyo.
Salah satu strategi pengurangan FLW adalah dengan mengembangkan teknologi iradiasi makanan yang saat ini sedang dikembangkan oleh BRIN. Iradiasi makanan adalah metode penyinaran terhadap pangan baik dengan menggunakan zat radioaktif maupun akselerator untuk mencegah terjadinya pembusukan dan kerusakan pangan serta membebaskan dari jasad renik patogen.
"Penelitian ini tidak hanya fokus pada ekstensifikasi, tapi juga intensifikasi. Termasuk sampai pascapanen tadi supaya setelah dihasilkan bisa tahan lama. Contohnya bawang merah bisa tahan 2-3 bulan sehingga bisa didistribusikan ke berbagai lokasi tanpa harus jatuh harganya," tambah Kepala BRIN Laksana.
Beberapa contoh bahan pangan yang rencananya akan menggunakan iradiasi makanan untuk memperpanjan waktu shelf lifenya dari 12 komoditas pangan adalah cabai, bawang merah, dan telur.
"Kita harus perbaiki itu semua. Sehingga nanti kedepan kita (Kementan) bersama BRIN ini bisa menjadi lebih baik," tutup Plt Mentan Arief.
Beberapa poin penting dalam Perjanjian Kesinergian Penyelenggaran Riset dan Inovasi dalam Mendukung Pembangunan Pertanian ini adalah (1) Koordinasi dan sinkronisasi program, Riset dan Inovasi di bidang pertanian, (2) Penelitian, pengembangan, pengkajian dan penerapan, serta standarisasi di bidang pertanian, (3) Pemanfaatan hasil penelitian, pengembangan, pengkajian, di bidang pertanian, (4) Pemanfaatan bersama sarana dan prasarana, (5) Pendayagunaan dan peningkatan kapasitas sumber daya manusia (SDM), dan (6) Kegiatan lain yang disepakati kedua belah pihak sesuai dengan tugas dan fungsi dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.