Kepala Sekolah Paksa 13 Murid Paskibra Pria Setubuhi Dirinya, Modus Terapi agar Masuk TNI
Kepala sekolah dasar berinisial M (37) di Muara Eno, ditangkap karena memaksa dan mengancam 13 siswa SMK untuk melakukan perbuatan tak senonoh sesama jenis.
Tim Satreskrim Polres Muara Enim menangkap seorang kepala sekolah dasar berinisial M (37). Dia memaksa dan mengancam 13 siswa SMK untuk melakukan perbuatan tak senonoh sesama jenis.
Kepala Sekolah Paksa 13 Murid Paskibra Pria Setubuhi Dirinya, Modus Terapi agar Masuk TNI
Pencabulan terjadi pada periode 2019-2022. Para korban merupakan anggota paskibra yang dilatih pelaku di Kabupaten Muara Enim.
"Kejadiannya di asrama SMKN, tempat para korban belajar. Korbannya ada 13 orang, 10 sudah lulus, dan 3 masih pelajar."
Kapolres Muara Enim AKBP Andi Supriadi saat dihubungi merdeka.com Kamis (12/7).
Andi menjelaskan, pelaku melancarkan aksinya dengan berbagai tipu daya. Selain itu, pelaku juga mengancam korban agar mau melakukan perintahnya.
"Anak-anak ini dibujuk rayu dengan tipu muslihat, di bawah ancaman juga. Anak-anak ini sebenarnya gak mau sama sekali, cuma karena dibohongi dan diancam."
Kapolres Muara Enim AKBP Andi Supriadi.
Tak hanya itu, pelaku juga menjanjikan para korban untuk dilakukan terapi alat kelamin. Pelaku juga meminta foto bagian sensitif korban sebagai awal terapi.
"Saat para korban ditanya mau jadi apa, kalau mau jadi TNI, kelaminnya nggak boleh varises," ucap Andi.
Kemudian, foto itu menjadi senjata bagi pelaku. Jika para korban tidak mau lagi melakukan perbuatan itu, maka pelaku akan memviralkan fotonya.
Beberapa korban diajak ke asrama tempat pelaku tinggal sebagai PNS kepala sekolah. Pada saat korban tidur, pelaku melancarkan aksinya. Beberapa dipaksa menyodominya.
"Bila korban nggak mau, maka pelaku mengancam akan memviralkan foto-foto para korban."
Kapolres Muara Enim AKBP Andi Supriadi.
Akibat perbuatannya, pelaku dijerat pasal 82 ayat (1) dan (2) UU RI No.17 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
"Dengan pidana penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 15 tahun dan denda paling banyak Rp5 miliar," terang Andi.