Kisah pelaut membangun gereja dan masjid di Tanjung Priok
Merdeka.com - Jakarta, sebagai ibu kota telah menjadi tempat bertemu dan tinggalnya berbagai orang dari beragam etnis dan agama. Soal cerita kerukunan beragama, ada sebuah masjid dan gereja yang dibangun berdempetan oleh para pelaut yang singgah di kawasan Tanjung Priok Jakarta Utara.
Dua rumah ibadah yang hanya terpisah oleh dindingi ini adalah Masjid Al Muqarrabien dan Gereja Masehi Injil Sangihe Talaud Mahanaim, yang berlokasi di jalan Enggano, Jakarta Utara.
Kedua bangunan tampak serasi dengan warna yang saling melengkapi. Masjid Al Muqarrabien berlantai dua dicat dengan warna merah, hijau, dan biru. Sementara gereja di sampingnya berdiri dengan warna cat putih dan merah.
-
Bagaimana Masjid Agung Banten bertahan sampai sekarang? Mereka kompak mendesain dan mengerjakan Masjid Agung Banten sehingga mampu bertahan hingga sekarang.
-
Apa yang unik dari masjid tertua ini? 'Yang unik di masjid ini adalah berkembangnya keramik abad ke-7 di situs tersebut, menjadikannya salah satu masjid paling awal di dunia.'
-
Dimana gereja tersebut ditemukan? Para ahli arkeologi dari Westphalia-Lippe Regional Association (LWL) menemukan bekas gereja dari abad ke-10 di dekat Erwitte-Eikeloh, Jerman.
-
Dimana masjid tertua ini berada? Tim Arkeolog Israel menemukan sebuah masjid kuno langka di Kota Rahat, Badui Negev, Israel.
-
Dimana masjid bersejarah itu berada? Situs ini merupakan sebuah masjid yang dibangun dari tanah dan batu oleh dinasti abad pertengahan yang berkuasa di Afrika Utara dan Spanyol.
-
Di mana masjid itu? Masjid Fatimah Umar di Kelurahan Bangkala, Kecamatan Manggala, Kota Makassar viral karena hendak dijual.
Menurut Ketua Pengurus Masjid, Haji Tawakal, kalau dua bangunan yang didirikan selisih satu tahun tersebut di bangun oleh pelaut-pelaut yang singgah di Tanjung Priok.
"Kalau masjid dibangun pelaut muslim pada tahun 1958, bulannya kurang begitu jelas. Nah kalau gereja dibuat pelaut yang beragama Kristen yang dibangun setahun sebelumnya, tahun 1957," jelasnya kepada merdeka.com.
Selama ini, kata Tawakal, kedua belah pihak selalu menjalin komunikasi sangat erat. Sesuai nama Al Muqarrabien yang mengandung arti saling menghormati itu. Salah satu bentuknya, pemasangan suara pengeras mesjid yang dipasang agar tidak menganggu kegiatan ibadah gereja.
"Pengeras suara di Al Muqarrabien sengaja dipasang menghadap ke arah barat. Sedangkan bangunan gereja berada di sebelah timur. Itu suatu bentuk penghargaan dari pengurus masjid agar ketika adzan yang bersamaan dengan waktu ibadah di gereja ini, masing-masing bisa berjalan dengan khidmat," ujarnya.
Soal kerukunan itu juga diceritakan Pendeta Barakatih dari Gereja Masehi Injil Sangihe Talaud Mahanaim. Hubungan dua rumah ibadah itu diibaratkannya seperti 'kakak-beradik' yang saling mengasihi. Tidak pernah ada keributan selama 55 tahun masjid dan gereja itu berdiri berdampingan.
"Kita juga pernah bikin buka puasa bersama, bagi-bagi kolak ke warga yang kurang mampu. Kalau Natal sendiri, mereka juga menyediakan halaman untuk tempat parkiran, Jadi ada toleransi juga antar umat beragama, karena kita menganggap seperti saudara kandung," terangnya.
Ia juga menceritakan kisah kerusuhan pada tahun 1984 di Tanjung Priok, gereja tersebut akan diserang oleh sekelompok orang. Namun warga Muslim yang merupakan jamaah Masjid Al-Muqarrabien tersebut ikut melindungi jemaat.
"Ketika kerusuhan terjadi, jamaah Masjid menjaga gereja. Mereka juga mengatakan kepada sekelompok orang yang akan membakar gereja untuk membakar masjid terlebih dahulu jika mereka hendak membakar gereja. Jadi mereka yang jaga pada saat kerusuhan Tanjung Priok dulu," imbuhnya.
Hingga kini pun dua tempat ibadah tersebut masih berdiri kokoh. Kedua pihak berharap kalau bangunan tersebut mampu menjadi cagar budaya bagi Indonesia dalam memberikan contoh kerukunan umat beragama.
Masih ada semangat kebhinnekaan dan tenggang rasa yang tinggi di tengah sorotan tajam dunia internasional atas kerukunan di Indonesia yang belakangan kian menipis. (mdk/bal)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Bangunan ini dulunya sempat miring karena tertiup angin, namun bisa tegak kembali karena tertiup angin dari arah yang berbeda
Baca SelengkapnyaBangunan berwarna putih dengan balutan pilar-pilar menghiasi bagian depan ini dulunya sempat menjadi pengungsian di masa pemerintahan Hindia Belanda.
Baca SelengkapnyaPemberian sertifikat tersebut membuat jemaah merasa aman saat melaksanakan ibadah.
Baca SelengkapnyaKong Fuk Miau, kelenteng yang berdampingan dengan Masjid Jami yang menjadi simbol nyata toleransi sesama umat beragama.
Baca SelengkapnyaMenurut orang-orang tua yang menjadi saksi peristiwa itu, bom tepat jatuh di atas kubah masjid namun tidak hancur.
Baca SelengkapnyaMasjid ini menawarkan daya tarik arsitektur kuno dan percampuran budaya Jawa dengan Sunda
Baca SelengkapnyaRukun dan damai perkampungan kristen di Desa Tanjung Basung Nagari Pasar Usang, Kabupaten Padang Pariaman, Sumatra Barat.
Baca SelengkapnyaSaat itu keberadaan dua masjid agung di satu kota dianggap tak wajar.
Baca SelengkapnyaKedamaian pun nampak tercipta di kampung tersebut. Lantas seperti apa penampakan kampung Kristen ini?
Baca SelengkapnyaKeberadaan masjid ini jarang diketahui karena tersembunyi di antara gedung pencakar langit.
Baca SelengkapnyaMasjid ini memiliki kesamaan dengan Masjid Agung Palembang pada segi arsitektur.
Baca SelengkapnyaKeunikan gereja ini tidak ditemukan di tempat lain.
Baca Selengkapnya