KPK soal Pj Wali Kota Pekanbaru Jadi Tersangka Pemotongan Anggaran: Kami Belum Temukan Obat Jos untuk Berantas Korupsi
Ghufron kemudian menyinggung pentingnya OTT KPK untuk memberantas korupsi.
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Nurul Ghufron mengaku miris Penjabat (Pj) Wali Kota Pekanbaru, Risnandar Mahiwa (RM) terjaring dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT).
Ghufron mengatakan, ini bukan pertama kali pejabat di Riau terseret dalam kasus korupsi. Dia mencatat, setidaknya sudah lima pejabat di Riau masuk jeratan kasus rasuah.
“Jadi hampir berulang tapi kita masih belum menemukan obat yang jos untuk memberantas korupsi," kata Ghufron saat konferensi pers di gedung KPK, Rabu (4/12).
Ghufron kemudian menyinggung pentingnya OTT KPK. Menurut dia, OTT sering kali membuahkan hasil dengan menyeret para tersangka ke dalam penjara. OTT dianggap penting lantaran upaya pencegahan lain belum mempan untuk memberantas korupsi.
"Oleh karena itu, kami berharap sekali lagi ke depan tidak ada lagi OTT pada pemerintah daerah yang terus berulang. Mudah-mudahan sekali lagi ini yang terakhir untuk Riau untuk di Pekanbaru adanya OTT-OTT," kata Ghufron.
"Sesungguhnya KPK berharap Indonesia tidak ada korupsi dengan cara-cara yang dilakukan dengan pendidikan cegah itu semua startegi kita semua untuk memberantas korupsi," sambung dia.
Risnandar Mahiwa Jadi Tersangka Pemotongan Anggaran
Pj Wali Kota Pekanbaru, Risnandar Mahiwa ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pemotongan anggaran Ganti Umum (GU) pada Pemkot Pekanbaru. Rusnandar memotong anggaran makan minum dari APBD Pekanbaru.
Alhasil dia mendapatkan fee sebesar Rp2,5 miliar. Selain Rusnandar, ada dua orang lainnya yang juga ditetapkan menjadi tersangka yakni Sekda Kota Pekanbaru Indra Pomi Nasution (IPN) dan Plt Kabag Umum Setda Kota Pekanbaru Novian Karmila (NK).
Mereka langsung ditahan selama 20 hari ke depan di rutan cabang KPK dan disangkakan pasal Pasal 12 f dan pasal 12 B pada Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Jo. Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.