LSPK Sebut 10 Orang Ajukan Perlindungan Terkait Kasus Pembunuhan Vina Cirebon
Ketua LPSK, Brigjen Purn Achmadi mengatakan, permohonan masih terus diproses.
Achmadi menyampaikan, LPSK telah membentuk tim yang secara khusus ditugaskan mendalami kasus Vina Cirebon.
LSPK Sebut 10 Orang Ajukan Perlindungan Terkait Kasus Pembunuhan Vina Cirebon
Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) melaporkan, setidaknya ada 10 orang yang telah mengajukan permohonan perlindungan dalam kasus pembunuhan Vina Cirebon.
Ketua LPSK, Brigjen Purn Achmadi mengatakan, permohonan masih terus diproses. LPSK belum memutuskan siapa-siapa saja yang berhak mendapatkan perlindungan.
"Dan saat ini dari sekian banyak permohonan LPSK sudah menerima pengajuan permohonan sebanyak 10 orang," kata Achmadi saat konferensi pers, Selasa (11/6).
Achmadi menyampaikan, LPSK telah membentuk tim yang secara khusus ditugaskan mendalami kasus Vina Cirebon. Tim ditugaskan melakukan koordinasi dengan Polda Jabar, Polres Cirebon, dan keluarga korban.
Hal itu untuk menggali dan memberikan informasi kepada saksi dan keluarga korban guna kepentingan perlindungan saksi dan keluarga korban. Bahkan pimpinan LPSK jemput bola ke Cirebon maupun Jabar.
"Langkah LPSK pada intinya menawarkan perlindungan untuk saksi dan korban termasuk keluarganya untuk memberikan keterangan pada proses peradilan," ucap dia.
"Pertimbangan langkah-langkah proaktif penting dilakukan LPSK untuk memberikan rasa aman para saksi dan korban atau memberikan pendampingan pada proses peradilan pidana itu sendiri. Tujuan untuk dapat membantu mengungkap suatu tindak pidana," dia menambahkan.
Achmadi menggaris bawahi inisiatif dan langkah proaktif ini tidak serta merta membuat saksi dan atau keluarganya mengajukan permohonan perlindungan ke LPSK begitu saja karena pada kenyataan korban masih membutuhkan waktu untuk menentukan mengajukan permohonan perlindungan ke LPSK ataupun tidak.
"LPSK memandang perlu melakukan penelaahan secara mendalam dalam kasus ini untuk dapat memberikan perlindungan kepada saksi dan korban," ucap dia.
Achmadi kemudian menyinggung Undang-Undang No. 31 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban khususnya pada Pasal 5.
Dijelaskan, saksi dan korban berhak memperoleh perlindungan atas keamanan pribadi keluarga dan harta benda serta bebas ancaman yang berkenaan dengan kesaksian yang akan sedang dan telah diberikan.
Di mana, kalau dilihat di dalam undang-undang korban didefinisikan sebagai orang yang mengalami penderitaan fisik, mental kerugian ekonomi akibat suatu tidak pidana.
Namun, yang perlu diingat keputusan pemberian perlindungan ditentukan oleh LPSK.
"Pemberian saksi dan korban tindak pidana dalam kasus tertentu juga diberikan berdasarkan keputusan LPSK," tandas dia.