Luhut Nilai OTT Kampungan, Novel Baswedan Cs Sarankan Belajar Lagi Konsep Pencegahan Korupsi
Eks Penyidik KPK Novel Baswedan mengkritik pernyataan Ketua KPK Firli Bahuri dan Luhut Binsar Pandjaitan soal operasi tangkap tangan (OTT).
Luhut Nilai OTT Kampungan, Novel Baswedan Cs Sarankan Belajar Lagi Konsep Pencegahan Korupsi
Eks Penyidik KPK Novel Baswedan tidak setuju dengan pernyataan Ketua KPK Firli Bahuri dan Luhut Binsar Pandjaitan soal operasi tangkap tangan (OTT). Dia mengibaratkan kejahatan korupsi dengan kejahatan pidana lainnya.
Diketahui, Firli Bahuri menyebut, puluhan Operasi Tangkap Tangan (OTT) tidak akan menghilangkan korupsi di Indonesia. Sementara, Luhut menilai OTT seharusnya tidak ada karena pencegahan sudah berjalan efektif.
"Pernyataan itu aneh. Bila kita bawa dengan analogi yang sama pada kejahatan lain misalnya. Penangkapan pencuri tidak menghilangkan pencurian, penangkapan bandar narkoba tidak menghilangkan peredaran narkoba. Penangkapan terorisme tidak menghilangkan terorisme,"
kata Novel saat dihubungi, Jumat (21/7).
Merdeka.com
Menurutnya, bila menggunakan akal dengan baik maka KPK seharusnya memilih strategi melalui penindakan secara konsisten dan berkelanjutan.
"Lakukan pencegahan dengan optimal dan terus dimonitoring. Lakukan pendidikan untuk orang-orang paham dan tidak ikut dalam kejahatan-kejahatan tersebut. Saya kira sama dengan korupsi, mestinya begitu juga,"
ujar dia kepada wartawan.
"Kalau Firli justru sering membocorkan OTT, bukan melakukan banyak OTT. Pada dasarnya bila praktik korupsi di KPK tidak dibersihkan dan dituntaskan, bagaimana bisa diharapkan memberantas korupsi dengan baik?,"
sambung Novel.
Eks penyidik KPK lainnya yakni Yudi Purnomo mengungkapkan OTT menjadi salah satu jalan untuk bisa membongkar korupsi atau kejahatan tersembunyi lainnya.
"Kasusnya bisa ke mana-mana hingga ke pelaku lain. Tiga, menangkap basah pelaku dengan barang bukti telak. Empat, dari OTT jumlah ratusan juta bisa jadi ratusan miliar. Kelima, pejabat tinggi bisa kena,"
ujar Yudi dalam keterangannya.
Yudi menegaskan, dengan OTT, penegakan hukumnya berjalan dengan baik dan juga memberikan efek jera terhadap para pelaku. "OTT merupakan salah satu instrumen dalam penindakan kasus korupsi, ada OTT berarti penegakan hukum berjalan, dan jadi efek jera sekaligus kampanye pencegahan yang efektif yang tentu harus dipadankan dengan pembangunan sistem dan pembentukan manusia yang berintegritas," tegasnya.Selanjutnya, Ketua IM57+ Institute M Praswad Nugraha menganggap Firli dan Luhut tidak memahami fungsi daripada kegiatan OTT sudah ada sejak lama.
"Pernyataan LBP dan Firli membuktikan mereka tidak memahami fungsi dari OTT. OTT memiliki dua fungsi strategis dalam proses penegakan hukum,"
kata Praswad.
Fungsi yang dimaksudnya adalah sebagai pintu masuk dalam penanganan kasus yang lebih rumit. Dia memastikan, tidak terhitung jumlahnya kasus bernilai strategis yang pernah ditangani KPK dengan OTT. "Salah satunya, KPK pernah menangani OTT dengan nilai Rp70 juta dan berkembang menjadi penyidikan korupsi terkait DAK dengan nilai Rp10 Trilyun. Sedangkan, fungsi lain OTT adalah detterence effect. Sehingga setiap pejabat publik dibayang-bayangi potensi tertangkap ketika akan melakukan tidak pidana korupsi," ungkapnya.
Firli dan Luhut Harus Belajar Konsep Pencegahan
Dia ingin Firli dan Luhut harus belajar kembali mengenai konsep pencegahan korupsi. Sebab, praktik pecegahan korupsi di seluruh dunia membuktikan pencegahan terbaik adalah penangkapan. "The best prevention is enforcement, dan teori ini sudah di uji oleh seluruh lembaga penegak hukum di dunia, tidak hanya di KPK dan di Indonesia," ucapnya.
"Karena, hal ini bisa mengakibatkan seluruh tersangka yang di OTT menganggap bahwa penangkapan yang terjadi kepada dirinya adalah praktek yang salah/ilegal, dan ini sangat berbahaya," sambungnya.
Melemahnya fungsi pencegahan korupsi di Indonesia mutlak dikarenakan adanya imbauan-imbauan untuk dikurangi OTT. Pasalnya, OTT adalah urat nadi strategi pencegahan korupsi. "OTT menjadi 'detterence effect' yang paling efektif, tidak hanya di Indonesia, namun di seluruh dunia, tidak bisa terbantahkan," pungkasnya.