Prabowo Ingin Tambah Jumlah Kementerian, Begini Penjelasan Pakar Tata Negara
Maka harus, melakukan Revisi Undang Undang (RUU) tentang perubahan atas UU Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara
Perubahan pos kementerian pada sebuah pemerintahan adalah hak dari presiden dan wakil presiden setelah resmi memimpin
Prabowo Ingin Tambah Jumlah Kementerian, Begini Penjelasan Pakar Tata Negara
Isu penambahan pos kementerian di bawah kepemimpinan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka sebagai presiden dan wakil presiden terpilih sedang hangat menjadi perbincangan.
Pakar Hukum Tata Negara Universitas Muslim Indonesia, Fahri Bachmid mengatakan kalau perubahan pos kementerian pada sebuah pemerintahan adalah hak dari presiden dan wakil presiden setelah resmi memimpin.
“Merupakan sebuah keniscayaan konstitusional jika ada perubahan nomenklatur atau pembentukan Kementerian baru dengan nomenklatur tertentu setelah Presiden mengucapkan sumpah atau janji,” kata Fahri dalam keteranganya, Jumat (10/5).
Menurutnya, apabila pemerintah nanti mau menambah porsi kementerian. Maka harus, melakukan Revisi Undang Undang (RUU) tentang perubahan atas UU Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara.
“Hemat saya adalah sesuatu constitutional will, sebab UUD 1945 telah menentukan demikian,” ujarnya.
Sebab, pada hakikatnya, konstitusi telah menentukan bahwa presiden sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan. Dimana, dalam Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 turut dibantu oleh para menteri.
“Dengan penegasan setiap menteri memimpin kementerian negara untuk menyelenggarakan urusan tertentu dalam pemerintahan guna mencapai tujuan negara. Sebagai konsekuensi norma konstitusional dari penormaan itu,” ujarnya.
Karena dalam Ketentuan Pasal 4 UU No 39/2008 tentang Kementerian Negara telah secara tegas mengatur dan mengklarifikasi bahwa urusan pemerintahan dalam tiga poin yang mengacu pada UUD 1945, terdiri atas;
a. urusan pemerintahan yang nomenklatur Kementeriannya secara tegas disebutkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b. urusan pemerintahan yang ruang lingkupnya disebutkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
c. urusan pemerintahan dalam rangka penajaman, koordinasi, dan sinkronisasi program pemerintah.
“Konstitusi telah mengantisipasi untuk dilakukan serta mengakomodasi keadaan kompleksitas urusan pemerintahan negara masa depan,” kata dia.
“Dengan membuka kemungkinan presiden untuk menata serta menyesuaikan kebutuhan pembentukan lembaga kementerian yang dipandang relevan. Sesuai perkembangan dan dinamika kebutuhan hukum serta ketatanegaraan masa depan,” tambahnya.
Semua itu merujuk pada aturan Pasal 17 ayat (4) Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 tentang pembentukan, pengubahan, dan pembubaran kementerian negara yang diatur dalam undang-undang.
Maka proses revisi nanti, kata Fahri yang merupakan anggota Tim Hukum Prabowo-Gibran itu, memandang usulan penambahan pos kementerian bisa menjadi diskursus akademik sebagai rekomendasi bagi pemerintah.
“Kebijakan Penataan Kabinet Presidensial di Indonesia yang konstitusional oleh Presiden terpilih Prabowo Subianto selain merupakan sebuah kebutuhan ketatanegaraan. Lebih jauh adalah merupakan suatu keniscayaan yang tidak dapat dihindari,” ujarnya.
Gerindra Sepakat
Sebelumnya, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Habiburokhman menyatakan sepakat dengan wacana tersebut.
“Kalau memang ingin melibatkan banyak orang menurut saya enggak masalah, justru semakin banyak semakin bagus kalau saya pribadi,” kata Habiburokhman di Kompleks Parlemen Senayan, Senin (6/5/2024).
Habiburokhman mengaku tak masalah hila kementerian menjadi gemuk, menurutnya Indonesia negara besar sehingga membutuhkan banyak orang untuk membangunnya.
“Kalau gemuk dalam konteks fisik orang per orang itu kan tidak sehat, tapi dalam konteks negara jumlah yang banyak itu artinya besar, besar justru bagus, negara kita kan negara besar, tantangan kita besar, target kita besar, wajar kalau kita perlu mengumpulkan banyak orang berkumpul dalam pemerintahan sehingga jadi besar,” ungkapnya.
Menurut Habiburokhman, pengembangan jumlah Kementerian bukan berarti hanya untuk bagi-bagi jatah ke partai politik. Meski demikian, ia menyatakan masukan dari masyarakat akan tetap menjadi pertimbangan.
Meski demikian ia mengingatkan bahwa kewenangan membentuk kabinet hanya ada di tangan Prabowo selaku presiden terpilih.
“Tapi itu tadi kewenangan membentuk kabinet, formasi berapa, jumlah berapa itu secara substansi itu ada di Pak Prabowo sebagai presiden elected. Apakah besar tidak efektif ya pertimbangan beliau. Karena yang akan terima rapor dari rakyat beliau,” pungkasnya.