Sritex Pailit, Pimpinan DPR Dorong Misi Penyelamatan Pekerja dari 'Badai' PHK
Wakil Ketua DPR RI Cucun Ahmad Syamsurijal menyoroti putusan pailit PT Sri Rejeki Isman Tbk atau Sritex.
Wakil Ketua DPR RI Cucun Ahmad Syamsurijal menyoroti putusan pailit PT Sri Rejeki Isman Tbk atau Sritex. Cucun pun mendorong semua stakeholder untuk bekerja sama mencari jalan terbaik untuk mengantisipasi dampak putusan pailit terhadap raksasa tekstil itu.
"DPR tentu saja merasa prihatin atas putusan pailit terhadap Sritex. Yang paling utama kita harus pastikan adanya misi penyelamatan bagi puluhan ribu pekerja dari dampak putusan ini. Jangan sampai terjadi badai PHK,” ungkap Cucun Ahmad Syamsurijal, Selasa (29/10).
Cucun berharap agar sengketa dagang yang dialami Sritex bisa segera diselesaikan karena menyangkut hajat hidup puluhan ribu pekerja.
“Karena putusan pailit tersebut bisa berdampak pada nasib puluhan ribu para pekerja Sritex dan keluarganya yang menggantungkan hidup dari operasional perusahaan ini,” ungkapnya.
Pimpinan DPR RI koordinator bidang kesejahteraan masyarakat (Kesra) itu pun mendorong Pemerintah untuk mengambil langkah terintegrasi dalam upaya penyelamatan Sritex. Cucun juga menekankan pentingnya kebijakan yang inklusif untuk melindungi karyawan terdampak dalam mempertahankan lapangan kerja mereka.
“DPR bersyukur pihak perusahaan masih terus menjalankan tanggung jawabnya kepada karyawan Sritex dan berjuang agar tidak ada badai PHK terhadap para pekerjanya. Tapi prioritas kita adalah agar pekerja yang terdampak tidak dibiarkan begitu saja bila dalam posisi kesulitan," paparnya.
Terlepas dari komitmen manajemen Sritex, Cucun tetap meminta Pemerintah mengantisipasi terhadap dampak terburuk yang mungkin terjadi. Termasuk kesiapan BPJS Ketenagakerjaan menghadapi potensi PHK massal bila hal tersebut menjadi jalan terakhir.
“BPJS Ketenagakerjaan harus memberikan pendampingan bila terjadi PHK massal, program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) harus siap sehingga proses klaim dana bagi pekerja yang di-PHK berjalan lancar,” sebut Cucun.
Cucun menyatakan DPR melalui Komisi IX yang membidangi urusan ketenagakerjaan akan ikut mendampingi.
“Kita harap Pemerintah memiliki kesiapan karena potensi karyawan Sritex yang akan kehilangan pekerjaan cukup besar mencapai puluhan ribu orang. Maka jaminan dari program JKP berupa manfaat uang tunai, akses informasi pasar kerja, dan pelatihan kerja harus bisa dipastikan,” tegasnya.
Pemerintah Bantu Industri Tekstil
Di sisi lain, Cucun meminta Pemerintah tidak hanya membantu mereka yang terkena dampak akibat Sritex pailit, tetapi juga membuat Indonesia kembali bangkit dari krisis ini. Sebab industri tekstil dan produk tekstil (TPT) dalam negeri memang sedang terpuruk dalam beberapa tahun belakangan.
Gelombang PHK telah terjadi pada industri tekstil beberapa tahun terakhir. Pada awal Juli 2024 saja setidaknya 11.000 pekerja dalam industri ini yang mengalami PHK. Ada juga pabrik tekstil yang melakukan efisiensi karyawan. Beberapa pabrik masih berjalan, tetapi memangkas karyawannya pada awal tahun 2024.
"Ini menjadi tantangan besar bagi Indonesia terhadap ketahanan sektor industri nasional dan dampak jangka panjang terhadap lapangan kerja, khususnya pada sektor industri TPT,” ucap Cucun.
“Kita berharap Pemerintah melakukan upaya kolaboratif agar dapat menciptakan lingkungan industri yang lebih resilient dan berkelanjutan di masa depan," sambung Legislator dari Dapil Jawa Barat II tersebut.
Cucun pun mendorong Pemerintah untuk lebih aktif dalam melakukan pengawasan terhadap perusahaan-perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan. Upaya tersebut dilakukan demi memastikan transparansi dalam pengelolaan keuangan perusahaan dan mendukung langkah-langkah restrukturisasi yang berkelanjutan.
"Dukungan keberlanjutan industri tekstil dan garmen di Indonesia bisa dengan mempertahankan tenaga kerja, serta dukungan dalam bentuk akses pembiayaan untuk perusahaan yang berupaya melakukan inovasi dan efisiensi," terang Cucun.
Di samping itu, Wakil Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR periode 2019-2024 itu juga meminta Pemerintah melakukan berbagai intervensi untuk membuat industri tekstil dan garmen kembali sehat. Cucun mengingatkan, industri TPT merupakan sektor padat karya yang menyerap hampir 4 juta tenaga kerja dan berkontribusi besar terhadap produk domestik bruto (PDB).
“Selain karena faktor geopolitik yang menurunkan ekspor tekstil kita, banjirnya produk impor di pasar domestik dengan harga yang kompetitif membuat produk dalam negeri kalah saing. Ini harus kita atasi bersama demi memastikan industri TPT kita tidak semakin layu,” imbaunya.
Oleh karenanya, Cucun mendukung Pemerintah untuk merevisi Permendag Nomor 8/2024 yang dianggap menjadi salah satu faktor pasar dalam negeri dibanjiri produk impor dengan harga murah sehingga menggerus para pelaku usaha nasional. Selain itu, ia mendorong Pemerintah melakukan langkah-langkah yang dapat kembali menggairahkan industri tekstil dalam negeri.
“Perlindungan terhadap industri TPT sangat penting karena industri padat karya ini menyerap banyak tenaga kerja yang bisa membantu pemerintah memacu pertumbuhan ekonomi. Dan tentunya agar peristiwa pailit seperti Sritex tidak terjadi lagi,” urai Cucun.
Sritex Pailit
Kepailitan Sritex sendiri merupakan kabar yang sangat mengejutkan, mengingat perusahaan yang berada di Jawa Tengah tersebut sudah sangat besar dan berjaya selama puluhan tahun. Apalagi Sritex merupakan produsen tekstil terbesar se-Asia Tenggara dan telah terbukti mampu memproduksi berbagai produk teksil untuk pasar global karena kualitasnya.
Untuk diketahui, Sritex pernah dipercaya menjadi produsen seragam militer untuk NATO dan tentara Jerman. Akibat pertumbuhan pesat Sritex di masa lalu, perusahaan ini menjadi raksasa tekstil di tanah air.
“Bahkan keberhasilan Sritex selamat dari krisis moneter dulu merupakan bagian sejarah dari pertumbuhan industri tekstil di Indonesia. Maka misi penyelamatan Sritex harus dilakukan berkesinambungan antara para stakeholder terkait,” tutup Cucun.
Seperti diketahui, Sritex dan tiga anak perusahaannya diputus pailit oleh Pengadilan Negeri Niaga Semarang pada Senin (21/10) lalu. Sritex dinyatakan pailit karena tak mampu melunasi utang setelah pada tahun 2022, perusahaan besar tekstil itu dinyatakan melakukan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU).
Sritex pun saat ini tengah mengajukan upaya Kasasi ke Mahkamah Agung (MA) dengan harapan putusan MA bisa membatalkan putusan Pengadilan Niaga. Pihak manajemen juga berupaya untuk tidak melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) kepada karyawan.
Meski dinyatakan pailit, Sritex menegaskan belum bangkrut dan masih tetap beroperasional seperti biasa walaupun ada efisiensi. Hanya saja, putusan pailit juga bisa berdampak terhadap nasib para pekerja Sritex.
Manajamen menyatakan saat ini jumlah karyawan dalam grup Sritex ada 50.000 di mana sebanyak 14.112 karyawan disebut terdampak langsung akibat putusan tersebut. Buntut putusan pailit Sritex, Presiden Prabowo Subianto telah memerintahkan Kementerian Perindustrian, Kementerian Keuangan, Kementerian BUMN, dan Kementerian Tenaga Kerja untuk segera mengkaji beberapa opsi dan skema untuk menyelamatkan Sritex.