Teteh Asal Sukabumi Bandingkan Hidup di Kampung dengan Arab Saudi, Tidak Kapok meski Dideportasi
Ratusan pekerja migran Indonesia dipulangkan pemerintah Arab Saudi karena melanggar administrasi keimigrasian
Ratusan pekerja migran Indonesia (PMI) yang dipulangkan pemerintah Arab Saudi karena melanggar administrasi keimigrasian, tiba di Tanah Air melalui terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta, Selasa (14/1). Meski dipulangkan, PMI ilegal itu mengaku ingin kembali bekerja di Arab Saudi.
"Siapa yang mau balik lagi?" tanya Menteri P2MI Abdul Kadir Karding, Selasa (14/1).
"Saya pak, balik lagi pak. Demi masa depan," jawab beberapa PMI yang didominasi wanita.
Ditegaskan Abdul Kadir bahwa bekerja adalah hak sebagai warga negara, Pemerintah kata Abdul Kadir, juga tidak melarang warganya memperoleh pekerjaan dan penghasilan yang laik.
"Kami tidak melarang teteh, kakak bekerja. Tapi harus sesuai prosedur karena kalau tidak, maka akibatnya bisa lebih parah dari yang sekedar deportasi. Banyak kejadian, banyak kejadian yang menimpa saudara-saudara kita itu karena perlakuan tidak adil, ancaman hukuman, bahkan mungkin human trafficking," terang Abdul Kadir Karding.
Di hadapan ratusan PMI ilegal ini, Abdul Kadir juga menekankan kepedulian pemerintah terhadap nasib warga yang pergi bekerja ke luar negeri meski secara ilegal. Dia meminta selanjutnya pergi bekerja di luar negeri secara resmi dan tidak melalui calo.
"Dan oleh karena itu kami terima sebagai bentuk kehadiran negara, kepedulian negara terhadap warga negara kita, bagian pelayanan dan pelindungan kita. Kita akan mendorong kepada mereka nanti supaya ada edukasi, dan kita tidak tahu mereka ada yang mau balik lagi atau tidak. Paling tidak juga ngomong ke keluarga agar kalau mau berangkat bekerja itu lihat prosedur yang benar saja," ucapnya.
Menurut Abdul Kadir tujuan bekerja bagi PMI ke Arab Saudi juga memang masih dihentikan. Sementara pengurusan dokumen administrasi keperluan bekerja di luar negei secara resmi saat ini jauh lebih mudah dan murah.
"Sekarang prosedurannya jauh lebih mudah, lebih gampang dan tidak berbayar. Jadi, sebenarnya tidak ada alasan untuk itu. Dan saya ingatkan, calo-calo yang ketahuan, sanksinya berat. Dan kami sekarang ini lagi fokus khusus untuk menegakkan hukum, menghajar para calon atau sindikat yang kita bisa temukan. Jangan coba main-main," tegasnya.
Diungkapkan Direktur Perlindungan WNI Kementerian Luar Negeri, Yudha Nugraha bahwa pemulangan kali ini Pemerintah Arab Saudi kembali memulangkan 197 PMI ilegal yang didapati tidak memiliki dokumen resmi keimigrasian dan tinggal melebihi waktu (overstay).
"Bahwa proses fasilitasi pemulangan PMI ini sudah dilakukan Sabtu kemarin 211 dan hari ini 197. Jadi mereka ini adalah pekerja migran kita yang melakukan pelanggaran keimigrasiaan, mayoritas adalah overstay dan juga tidak berdokumen. Ini adalah bentuk kehadiran negara untuk pekerja migran kita. Namun tentunya, perlindungan yang paling baik adalah perlindungan dengan mematuhi hukum keimigrasian negara setempat dan berangkat dari Indonesia sesuai prosedur," tegasnya.
Menurut data Kementerian Luar Negeri, kasus hukum yang dihadapi para PMI setiap tahun selalu mengalami peningkatan terutama para pekerja migran. Oleh karena itu tentunya, langkah pencegahan akan jauh lebih baik.
"Dan kesadaran masyarakat untuk berangkat ke luar negeri dengan cara yang benar itu juga menjadi kunci pelindungan. Jadi pelindungan itu bukan hanya dilakukan oleh negara.Masing-masing individu juga bertanggung jawab untuk melindungi dirinya sendiri melalui jalan yang benar, prosedur yang benar," ungkapnya.
Yudha menerangkan bahwa ratusan PMI yang dideportasi dari Arab Saudi itu merupakan hasil operasi kantor imigrasi pemerintah setempat, meski ada juga beberap PMI yang akhirnya menyerahkan diri untuk disanksi dan dipulangkan ke Indonesia dan masuk catatan hitam pemerintah setempat.
"Ada yang terjaring oleh razia, ada yang juga menyerahkan diri seperti itu. Dan mereka sudah menjalani hukuman di detensi imigrasi Sumaisi yang ada di Jeddah. Mungkin mayoritas mereka juga akan mengalami blacklist," ungkap Yudha.
Dari beberapa PMI yang dipulangkan mengaku sudah bekerja di Arab Saudi setelah kebijakan moratorium tahun 2015 lalu. Mereka mengaku tidak mengetahui adanya penghentian penempatan kerja ke negara Timur Tengah tersebut.
"Saya enggak tahu apa itu moratorium, kita ditawari kerja sama suami, ya ikut saja. Suami saya sudah 12 tahun di Arab kalau saya 9 tahun, ini anak kami baru 3 tahun lahir di sana, kemarin tertangkap mereka operasi di tempat kami," ujar wanita asal Cibadak, Sukabumi sambil menggendong anak balitanya.
Meski telah dipulangkan paksa, wanita 34 tahun ini mengaku tetap ingin memperoleh pekerjaan kembali di luar negeri.
"Kalau bisa balik lagi, kalau di kampung mau ngapain, enggak ada kerjaan juga. Tapi mungkin harusnya jalur resmi," ungkapnya.