Firli Bawa Dokumen Kasus Suap Proyek Kereta Api di Sidang Praperadilan, Begini Penjelasan KPK
Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata menjelaskan dokumen tersebut didapatkan Firli saat masih menjabat sebagai ketua KPK.
Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata menjelaskan dokumen tersebut didapatkan Firli saat masih menjabat sebagai ketua KPK.
Firli Bawa Dokumen Kasus Suap Proyek Kereta Api di Sidang Praperadilan, Begini Penjelasan KPK
Sidang gugatan praperadilan antara Ketua nonaktif Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri melawan Polda Metro Jaya menjadi sorotan.
Sebab, posisi Firli yang sudah tidak menjabat sebagai ketua KPK melampirkan berkas perkara dugaan suap Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) Kementerian Perhubungan yang diusut KPK hingga menyeret pengusaha M Suryo dan Kapolda Metro Jaya, Irjen Pol Karyoto.
Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata menjelaskan dokumen tersebut didapatkan Firli saat masih menjabat sebagai ketua aktif lembaga anti rasuah. Alhasil Firli masih mendapatkan akses untuk akan dokumen rahasia itu.
"Dokumennya kan diperoleh saat yang bersangkutan aktif. Kan enggak mungkin disobek, otomatis dokumennya enggak berlaku karena sudah nonaktif, kan enggak," ujar Alexander kepada wartawan, Rabu (20/12).
Alexander juga menjelaskan, dokumen penyelidikan DJKA juga masih dapat dimiliki oleh Firli meskipun sudah berstatus ketua nonaktif.
Hanya saja, sepanjang keperluannya untuk materi perkara yang dibutuhkan.
Bahkan menurut Alexander, KPK tidak akan segan-segan memberikan dokumen yang bersifat rahasia selama untuk mencari keadilan.
"Ketika yang bersangkutan merasa perlu ada dokumen yang disimpan KPK dan untuk kepentingan pembelaan Pak Firli di persidangan, kita kasih kok. Tinggal pak Firli ajukan surat, pasti kita kasih," ujar dia.
"Ini bukan sesuatu yang kemudian kita keep. Tapi ketika kita memberikan sesuatu untuk proses persidangan, kenapa tidak? Secara normatif dokumen itu rahasia, tapi ketika dibutuhkan untuk mencari keadilan, kita kasih," pungkasnya.
Diberitakan sebelumnya, Dalam laporan yang teregister LP/B/7588/XII/SPKT/POLDA METRO JAYA, 18 Desember 2023 yang dilaporkan oleh Ketua Lembaga Transparansi Anggaran dan Anti Korupsi Indonesia (Lemtaki), Edy Susilo, mengatakan tindakan Firli dan kuasa hukumnya Ian Iskandar memasukkan dan membawa dokumen DJKA Kemenhub turut dipertanyakan.
Sebab, saat ini Firli telah dinonaktifkan sebagai Pimpinan KPK. Oleh sebab itu, patut untuk diselidiki apakah dokumen itu bagian yang dirahasiakan atau boleh dilihat dan milik publik.
"Kita minta penyidik Polda Metro memeriksa orang yang menggunakan dokumen KPK tersebut. Ada indikasi menyalahi ketentuan perundangan dan penyalahgunaan kewenangan atau jabatan. Termasuk orang yang memberikan akses pemberian dokumen tersebut digunakan di luar lembaga perlu diperiksa nantinya." jelas Edy.
Di sisi lain, Edy menilai soal dokumen DJKA merupakan dokumen terkait penyelidikan dan penyidikan kasus OTT yang tidak ada korelasi dengan kasus praperadilan dugaan pemerasan Firli. Maka patut untuk diproses secara hukum, guna mengungkap tujuan dokumen yang disodorkan kubu Firli.
Sebab, dokumen DKJA diduga merupakan dokumen hasil penyelidikan dan penyidikan KPK. Dengan dibukanya sebagai bukti dalam praperadilan itu, Firli bisa diduga melanggar ketentuan Pasal 54 UU Nomor 14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik junto Pasal 322 KUHP.
"Barang siapa yang mengakses, memperoleh dan/atau memberikan informasi yang dikecualikan, maka diancam pidana paling lama 2 tahun penjara, dan denda paling banyak Rp. 10 juta," ucap Edy mengutip Pasal 54 UU KIP.
Walau demikian, Edy pun menduga ada motif lain di balik dokumen DJKA yang disodorkan Firli. Salah satunya, ingin mencoba menekan Kapolda Metro Jaya, Irjen Pol Karyoto dengan menuding kedekatan dengan pengusaha asal Yogyakarta, Muhammad Suryo.
Dengan memanfaatkan tudingan kedekatan M. Suryo dan Karyoto yang pada saat itu sempat diisukan. Sebagai penggiringan opini yang tidak memiliki dasar, sebab tidak ada kaitan atas kasus prapredilan yang digugat.
"Kapolda Metro bisa berteman dengan siapa saja, sebatas hubungan silaturahmi. Kami yakin beliau profesional. Sementara bicara hukum itu bersifat verbal, jadi tidak kaitannya tidak akan mempengaruhi apa-apa? Justru dokumen itu tidak boleh mempengaruhi proses hukum dugaan pemerasan Firli terhadap SYL," papar Edy.