Ketua dan Tiga Anggota PPK Tapos Depok Batal Mengundurkan Diri, Begini Alasannya
PPK Tapos pun kembali melanjutkan kerjanya untuk menghitung suara tingkat kecamatan dan dilanjutkan tingkat kota hari ini.
PPK Tapos pun kembali melanjutkan kerjanya untuk menghitung suara tingkat kecamatan dan dilanjutkan tingkat kota hari ini.
Ketua dan Tiga Anggota PPK Tapos Depok Batal Mengundurkan Diri, Begini Alasannya
Ketua Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) Tapos Depok, Jaelani dan empat anggotanya batal mengundurkan diri. Jaelani mengakui bersama tiga rekannya sudah membuat surat pernyataan sikap namun belum sempat dilayangkan ke KPU Depok karena dilakukan mediasi.
PPK Tapos pun kembali melanjutkan kerjanya untuk menghitung suara tingkat kecamatan dan dilanjutkan tingkat kota hari ini.
"Memang itu belum kita layangkan, jadi itu baru selesai kita buat, terus keburu datang komisioner (KPU Depok) dengan Bawaslu dan rekan-rekan saksi, surat itu masih di kami," kata Jaelani, Jumat (8/3).
Jaelani mengaku tidak tahu mengapa surat tersebut menyebar luas. Dia menduga ada yang mendokumentasikan dan menyebarkan hingga akhirnya viral.
"Kami belum layangkan dan tidak jadi, kami sampai sekarang ini insyaAllah rekapitulasi suara terakhir tingkat kecamatan, jadi kita pleno tingkat kecamatan, hari ini akan selesai," ujar Jaelani.
Jaelani membeberkan kendala yang terjadi saat rekapitulasi suara di Kecamatan Tapos. Faktornya adalah kendala aplikasi Sirekap di luar kendali PPK.
"Jadi ada ketidaksesuaian data yang sudah diplenokan di awal dengan rekan-rekan saksi, ketika mau difinalisasi ternyata ada pergeseran atau ketidaksesuaian data," kata Jaelani.
Karena khawatir ketidaksesuaian data tersebut tertuju pada PPK Tapos, akhirnya mereka mengumpulkan kembali saksi-saksi untuk disinkronkan kembali sesuai pleno di tingkat TPS.
Kondisi ini yang menyebabkan keterlambatan.
Terkait dengan adanya intimidasi, Jaelani membenarkan hal tersebut.
"Rekan-rekan kan lelah, capek, kemudian ada dari pihak-pihak yang memberikan tekanan segera diplenokan, dengan hasil akhir, itu kan tidak mungkin, 'kalau misalkan ada perubahan itu pidana', gitu bahasanya, 'gua tahu rumah-rumah lo', ada bahasa kaya gitu," kata Jaelani.
Namun Jaelani tidak tahu pihak mana yang mengintimidasinya. Karena hanya dilakukan melalui telepon.
"Bukan di WA, tapi ditelepon, jadi tidak tahu siapa orangnya, itu anggota saya yang ditelepon, kalau tidak salah Senin malam. Jadi kita sedang sinkronkan kembali, kemudian ada desakan-desakan segera plenokan dengan hasil hasil Sirekap," ujar Jaelani.
Dia mengaku belum konfirmasi kembali ke anggotanya yang ditelepon, namun pihaknya sudah berkoordinasi dan klarifikasi dengan pihak keamanan terkait intimidasi tersebut.
Jaelani mengaku tidak kenal dengan orang yang menghubugi dan mengintimidasnya.
"Kemungkinan sih ada dari salah satu partai, itu cuma telepon, bukan hadir langsung, karena (lokasi pleno rekapitulasi suara) berlapis keamanannya," kata Jaelani.
Setelah ada intimidasi itu maka pengamanan pun diperketat. Bahkan saksi juga turut membantu supaya jangan sampai penyelenggara yang sudah bekerja sesuai ada intimidasi-intimidasi.
"Ada kepentingan-kepentingan kelompok yang ingin menganggu berjalannya pleno ini," kata Jaelani.
Dia mengaku tidak melaporkan pihak yang mengintimidasinya. Namun jika masih terjadi baru akan dilaporkan.
"Tapi kalau ada lagi ya diusut, teman-teman juga bilang kita lihat lagi, kalau misalnya tetap ada, nanti diusut karena baru sekali teleponnya, nomor teleponnya juga sudah diinformasikan ke pihak keamanan. Yang penting kita minta jaminan saja dari pihak keamanan," pungkas Jaelani.