Perludem Nilai Rekapitulasi Elektronik Tak Dapat Gantikan Rekap Manual
Merdeka.com - Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menilai penggunaan apilkasi Sistem Informasi Rekapitulasi Elektronik (Sirekap) untuk perhitungan suara pada Pilkada 2020 tidak cukup memakai dasar hukum Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU). Perludem menilai aplikasi Sirekap belum dapat menggantikan rekap manual dalam Pilkada 2020.
"Dari wacana yang berkembangkan elekronik rekap ini akan digunakan pada Pilkada 2020 nanti. Tetapi dalam kerangka hukum penggunan IT di Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 masih belum cukup memadai," ujar Peneliti Perludem, Heroik M. Pratama dalam sesi diskusi virtual, Rabu (26/8).
Menurut dia, ada sejumlah pasal yang harus diatur kembali dan disesuaikan dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 perubahan kedua Undang-undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota Menjadi Undang-Undang.
-
Kenapa Sirekap penting untuk Pemilu 2024? Dengan menggunakan Sirekap, KPPS dapat memasukkan data hasil pemungutan suara secara langsung, memantau rekapitulasi hasil secara real-time, dan menghindari kesalahan manusia dalam proses rekapitulasi.
-
Apa yang ditemukan peneliti di Sirekap KPU? Peneliti Pusat Studi untuk Demokrasi, Kiki Rizki Yoctavian menyoroti sejumlah kejanggalan yang ditampilkan dalam aplikasi sistem rekapitulasi di situs website pemilu2024.kpu.go.id.
-
Mengapa KPU perlu membuat peraturan pemilu? Menyusun peraturan pemilu yang mengatur aturan dan prosedur yang harus diikuti oleh semua peserta pemilu, seperti tata cara pencalonan, penggunaan surat suara, kampanye, pengawasan, dan penghitungan suara.
-
Bagaimana PPK melakukan tugasnya dalam pemilu? Dalam menjalankan tugasnya, PPK harus menjaga netralitas dan independensinya sehingga proses pemilihan umum dapat berjalan secara adil dan transparan.
-
Dasar hukum apa yang dipakai untuk pilkada serentak 2024? Pilakada Serentak masih mengacu pada UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang, dan tiga kali perubahannya (UU Pilkada) masih tetap berlaku dalam Pemilihan Umum Tahun 2024.
-
Bagaimana PPS Pilkada 2024 menjamin suara pemilih? Melalui tugas-tugas ini, PPS berperan penting dalam menjamin transparansi dan integritas hasil pemilihan, serta memastikan setiap suara pemilih dihitung dengan adil.
Pasal 111 ayat (1) dari UU itu berbunyi 'Mekanisme penghitungan dan rekapitulasi suara Pemilihan secara manual dan/atau menggunakan sistem penghitungan suara secara elektronik diatur dengan Peraturan KPU'.
"Misal dalam Pasal 85 Ayat (1) terkait pemberian suara untuk pemilihan dapat dilakukan dengan cara; point A. Memberi tanda satu kali pada surat suara dan point B. Memberi suara melalui peralatan pemilihan suara secara elektronik. Namun, di point B bisa dimaknai sebagai elektronik voting, sedangkan yang akan digunakan itu elektronik rekapitulasi. Jadi bisa tidak sesuai," kata dia.
Termasuk, lanjut dia, pada Pasal 85 Ayat (2) yang mengatur secara spesifik bahwa ketika KPU menyiapkan perangkat elektronik yang digunakan itu harus mengukur kesiapan masyarakat infrastuktur prinsip efisiensi dan mudah.
"Terkahir, kita lihat pada pasal 111 ayat satu terkait perhitungan suara dan rekapitulasi suara manual dan atau elektronik di atur dalam praturan KPU. Nah menurut kami, walau sudah diatur perhitungan dan rekapitulasi suara secara elektronik, tetapi itu mengatur e-votting bukan e-rekapitulasi," kata dia.
Atas hal itu, Heroik menilai apabila ada obsi terkait apa yang belum diatur dalam undang-undang sebagaimana masukan di atas, kemudian dibuat dalam Peraturan KPU (PKPU) hal itu bukan lah sebuah solusi, karena akan timbulkan masalah yang berujung pada legitimasi pelaksanaan pemilu.
"Tetapi kita ingat pada Pemilu 2019 ketika KPU menggunakan sistem sipol untuk pendaftatam partai politik dan itu diwajibkan. Namun hal itu dipersoalkan oleh Bawaslu karena tak diatur dalam Undang-Undang hanya diatur dalam PKPU. Maka dari itu kami khawatir, nanti ada persoalan legitimasi seperti itu," kata dia.
Jangan Dipakai Gantikan Rekap Manual di Pilkada 2020
Oleh sebab itu, Heroik menyarankan kepada KPU untuk tidak menerapkan Sirekap langsung sebagai pilot project atau percobaan untuk menggantikan sepenuhnya rekapitulasi manual dalam pelaksanaan Pilkada 2020 nanti.
"Dia lebih baik ditempatkan layaknya situng, sebagai data pembanding untuk informasi kepada publik dan bila ditempatkan layakanya situng itukan menjadi sarana bagi KPU tanpa adanya konsekuensi hukum. Namun bila itu dipakai ganti perhitungan manual, jelas akan ada konsekuensi hukum," imbaunya.
Terlebih, tambahnya, permasalahan infrastruktur yang belum memadai seperti jaringan internet menjadi alasan bagi KPU agar jangan memaksakan penggunaan Sirekap mengganti rekapitulasi manual. Apalagi aturan hukum yang masih kurang memadai untuk KPU menggunakam aplikasi Sirekap bisa jadi hambatan kedepannya.
"Nah ketika Sirekap hanya digunakan layaknya Situng, maka bisa diterapkan seperti di 270 daerah. Karena itu kan tidak akan mempengaruhi dan menggantikan hasil. Jadi itu bisa menjadi tolak ukur pengalaman dan mengetahui peta daerah mana yang mampu menggunakan Sirekap ini," jelasnya.
Namun, Heroik tetap optimis bila Indonesia bisa menerapkan teknologi eletroknik dalam pelaksaan pemilu, termasuk Sirekap. Karena penggunaan teknologi memiliki essensi memangkas tahapan yang begitu panjang dan melelahkan bagi penyelenggara pemilu. Bahkan memperkecil potensi manipulasi suara.
"Ini pasti bisa dilakukan. Dengan catatan persiapan yang panjang seperti halnya KPU telah menciptakan software Sirekap. Tetapi tidak lantas di Pilkada 2020 ini langsung diterapkan. Jadi lebih baik dipakai sebatas uji coba untuk studi penjajakan terlebih dahulu yang kemudian tidak mempengaruhi hasil," pungkasnya. (mdk/gil)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
Permasalahan kegagalan Sirekap sebagai alat bantu harus segera ditindaklanjuti.
Baca SelengkapnyaHarli pun meminta tanggapan KPU atas apa yang diprotes oleh pihaknya terkait dengan Sirekap
Baca SelengkapnyaGanjar Pranowo menilai sistem SIREKAP besutan Komisi Pemilihan Umum (KPU) gagal.
Baca SelengkapnyaSirekap penting sebagai wujud keterbukaan informasi pada masyarakat.
Baca SelengkapnyaHal itu disampaikan saksi ahli KPU menjawab pertanyaan apakah Sirekap menjadi alat bantu penyelenggara pemilu melalukan kecurangan.
Baca SelengkapnyaMK menilai sirekap justru menimbulkan permasalahan dalam Pemilu karena difungsikan sebagai alat bantu.
Baca SelengkapnyaKubu Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud mempertanyakan sikap KPU terkait penggunaaan Sirekap sebagai alat bantu penghitungan suara Pemilu 2024 yang bermasalah.
Baca SelengkapnyaMK menilai penggunaan aplikasi Sirekap harus menjadi catatan bagi KPU.
Baca SelengkapnyaTujuan penghentian rekaputilasi itu agar tidak menimbulkan kebingungan di masyarakat sehingga publik dapat hasil aktual.
Baca SelengkapnyaKPU sedang fokus dalam memerhatikan dokumen yang diunggah ke dalam Sirekap.
Baca SelengkapnyaPakar keamanan siber menemukan, jumlah suara ke Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap) berbeda dengan dokumen C1.
Baca SelengkapnyaKomisi II beralasan Pemilu harus semakin memudahkan dan menyenangkan untuk masyarakat.
Baca Selengkapnya