Tak Bakal Revisi UU MD3, Golkar Tegas Ikuti Aturan Suara Terbanyak Jadi Ketua DPR
Firman menjelaskan, bahwa UU MD3 itu awalnya dimasukkan dalam Prolegnas prioritas karena mempertimbangkan UU IKN.
Dia menyebut, tak ada satu fraksi atau anggota DPR yang saat ini mengajukan revisi UU MD3.
Tak Bakal Revisi UU MD3, Golkar Tegas Ikuti Aturan Suara Terbanyak Jadi Ketua DPR
Anggota Baleg DPR RI Fraksi Golkar Firman Soebagyo menegaskan, bahwa tak ada upaya merevisi UU MPR, DPR, DPD dan DPRD (MD3) untuk mengubah aturan jatah ketua DPR yang diatur dalam UU MD3.
"Enggak, kok mendorong? Yang punya inisiatif revisi itu siapa? Enggak ada, sampai sekarang belum ada," kata Firman kepada wartawan, Rabu (3/4).
Dia menyebut, tak ada satu fraksi atau anggota DPR yang saat ini mengajukan revisi UU MD3. Meski UU MD3 itu masuk Prolegnas prioritas 2024.
Firman menjelaskan, bahwa UU MD3 itu awalnya dimasukkan dalam Prolegnas prioritas karena mempertimbangkan UU IKN. Hal itu, sebagai antisipasi adanya pemindahan ibu kota negara.
"Jadi bahasanya bukan mendorong revisi, yang mengajukan itu juga siapa? enggak ada yang mengajukan, sampai sekarang ini di Baleg tidak ada yang mengajukan revisi Undang-Undang MD3," jelas Firman.
Lebih lanjut, dia menegaskan, jika Golkar bersikap mengikuti aturan yang ada di UU MD3 terkait kursi ketua DPR selama tidak ada perubahan. Yaitu diberikan kepada partai pemenang pemilu.
"Selama UU belum diubah ya suara terbanyak itu yang akan jadi ketua DPR. Gitu loh. Sekarang kan UU-nya masih seperti itu. Belum ada yang diubah. Belum ada yang mengajukan. Dan itu pun kalau ada yang mengajukan prosesnya panjang juga. Dan harus bersama pemerintah. Bersama lagi menetapkan, lihat urgensinya, dan sebagainya. Pertimbangan-pertimbangan politis lainnya. Enggak semudah itu," imbuh Firman.