Tolak Usulan Polri di Bawah Kemendagri, PDIP Diminta Buktikan Dugaan Polisi Tak Netral
Ia menilai wacana Polri berada di bawah Kemendagri adalah tak mendasar dan kontradiktif dengan amanah reformasi.
Wacana Polri di bawah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) kembali bergulir. Isu ini dilempar oleh Ketua DPP PDI Perjuangan Deddy Yevri Sitorus.
"Perlu diketahui bahwa kami (PDIP) sedang mendalami kemungkinan untuk mendorong kembali agar Kepolisian Negara Republik Indonesia kembali di bawah kendali Panglima TNI. Atau agar Kepolisian Republik Indonesia dikembalikan ke bawah Kementerian Dalam Negeri," ujar Deddy dalam konferensi pers terkait pelaksanaan dan temuan Pilkada Serentak 2024 di Kantor DPP PDIP, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (28/11) lalu.
Sekretaris Jenderal Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah Najih Prastiyo menganggap klaim tersebut adalah ekspresi kekecewaan akibat kekalahan di beberapa wilayah dalam Pilkada.
"Situasi psikologis yang biasa. Ini adalah klaim yang harus dipertanggungjawabkan dan perlu dibuktikan, karena mengingat dalam Pilpres terakhir juga terjadi tuduhan yang tidak mampu dibuktikan," tutur Najih, Senin (2/12).
Ia menyinggung soal peristiwa bocornya pakta integritas Pj Bupati Sorong dengan BIN Daerah yang berisi agar memenangkan Calon Presiden (Capres) dari PDIP.
"Kemana gerangan suara mereka waktu kasus tersebut ribut di publik," katanya.
Untuk itu, ia menilai wacana Polri berada di bawah Kemendagri adalah tak mendasar dan kontradiktif dengan amanah reformasi.
"PDI-P harusnya kembali ingat sejarah, bahwa pemisahan Polri dan TNI justu jadi bagian dari amanah reformasi yang harus dirawat, apalagi menimbang kompleksitas masalah yang harus ditangani kepolisian saat ini. Ini kontrapoduktif dengan agenda reformasi," katanya.
Sementara itu, Lembaga SETARA Institute menyatakan bahwa Polri di bawah langsung Presiden merupakan perintah konstitusi dan ketika ada aspirasi mengubah posisi Polri di bawah TNI atau Kemendagri adalah gagasan yang keliru.
"Usulan agar Polri berada di bawah Kementerian Dalam Negeri juga bertentangan dengan semangat Pasal 30 ayat (2) dan (4) UUD Negara RI Tahun 1945," kata Ketua Dewan Nasional SETARA Institute Hendardi dalam keterangan di Jakarta, Minggu (1/12).
Menurut dia, ketentuan ini mengatur bahwa usaha keamanan rakyat dilaksanakan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai kekuatan utama, sebagai alat negara yang menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat.
Hendardi menjelaskan bahwa hakikat Polri sebagai alat negara kemudian ditafsirkan dalam UU Polri yakni menjadi berkedudukan di bawah Presiden.
"Dengan demikian, tanggung jawab pelaksanaan keamanan dan ketertiban nasional dilakukan kepada Presiden," tutur Hendardi.
Hendardi mengingatkan pemisahan TNI dan Polri sebagaimana TAP MPR Nomor VI/MPR/2000 adalah amanat reformasi yang harus dijaga.