Ini Alasan Mengapa Orang Asia Lebih Rentan Alami Hipertensi, Perlu Diwaspadai
Hipertensi merupakan salah satu masalah kesehatan yang ternyata lebih rentan dialami oleh orang Asia. Ini Penyebabnya.
Hipertensi merupakan salah satu masalah kesehatan yang ternyata lebih rentan dialami oleh orang Asia. Ini Penyebabnya.
-
Siapa yang berisiko Hipertensi? Hal ini sangat relevan bagi anak-anak yang pernah mengalami infeksi saluran kemih yang melibatkan ginjal atau mereka yang memiliki kelainan bawaan pada ginjal, seperti kista ginjal atau penyempitan arteri ginjal,' tambah Dalla-Pozza.
-
Siapa yang paling berisiko terkena hipertensi? Tekanan darah tinggi memengaruhi sepertiga dari populasi dewasa di Indonesia, menurut pernyataan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin yang disampaikan pada Hari Hipertensi Sedunia 2023.
-
Siapa yang berisiko hipertensi? Faktor keturunan. Anak yang memiliki riwayat keluarga dengan hipertensi, diabetes tipe 2, atau kolesterol tinggi lebih berisiko mengalami hipertensi.
-
Apa yang sebenarnya meningkatkan risiko hipertensi? Adapun yang dapat meningkatkan risiko hipertensi adalah penambahan bumbu dalam daging yang dimasak yang tinggi natrium dengan takaran yang banyak. Misalnya garam dapur, kecap atau bumbu penyebab.
-
Kenapa hipertensi bahaya? Jika dibiarkan, hipertensi bisa menyebabkan komplikasi kesehatan yang membahayakan nyawa.
Ini Alasan Mengapa Orang Asia Lebih Rentan Alami Hipertensi, Perlu Diwaspadai
Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia (Indonesian Society of Hypertension/INASH) mengungkapkan mengapa orang Asia lebih rentan mengalami hipertensi dibandingkan dengan ras lainnya di seluruh dunia. Kondisi ini disebabkan oleh beberapa faktor, termasuk genetika dan kebiasaan makan yang tinggi garam.
Ketua Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia, dr. Eka Harmeiwaty, Sp.S, menjelaskan bahwa populasi Asia memiliki gen yang lebih sensitif terhadap garam dibandingkan dengan populasi Eropa atau Kaukasia.
"Populasi Asia itu punya gen yang sensitif dengan garam. Dibandingkan dengan orang Eropa, ini merupakan salah satu faktor risiko terjadinya tekanan darah tinggi atau hipertensi dan ini berbeda dengan ras Kaukasia," kata dr. Eka dilansir dari Antara.
Budaya Makan Tinggi Garam
Salah satu penyebab utama sensitivitas genetik ini adalah budaya makan yang telah terbentuk sejak lama dan tidak bisa lepas dari makanan-makanan yang asin.
Di negara-negara seperti Jepang, Korea, dan China, makanan fermentasi seperti stinky tofu, kimchi, dan natto sangat populer. Sementara di Indonesia, makanan seperti sambal, saus sambal, ikan asin, hingga camilan dan makanan beku yang dijual di pusat perbelanjaan identik dengan rasa asin.
"Garam itu menyebabkan resistensi cairan, makanya volume darah banyak, jadi, tekanan darah tinggi," kata dr. Eka.
Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementerian Kesehatan tahun 2018 menunjukkan prevalensi hipertensi di Indonesia mencapai 34,1 persen. Ini menunjukkan bahwa lebih dari sepertiga penduduk Indonesia menderita tekanan darah tinggi, yang dapat menyebabkan berbagai komplikasi serius seperti stroke, serangan jantung, gagal ginjal, hingga memerlukan cuci darah. Lebih mengkhawatirkan lagi, kondisi ini ditemukan pada usia yang semakin muda.
Jika sebelumnya faktor risiko hipertensi lebih sering ditemukan pada pasien berusia 55 tahun ke atas, tren saat ini menunjukkan peningkatan prevalensi pada kelompok usia 30 hingga 40 tahun.
"Itu sudah genetik dan genetik itu sudah tidak bisa diapa-apakan. Orang Asia itu memang secara genetik lebih sensitif dengan garam," ujar dr. Eka.
Rekomendasi untuk Mengurangi Risiko Hipertensi
Menghadapi situasi ini, dr. Eka menyarankan agar masyarakat membatasi konsumsi garam tidak lebih dari lima gram per hari atau setara dengan satu sendok teh. Lebih baik memasak makanan di rumah dengan takaran bumbu yang dapat diatur sesuai kebutuhan masing-masing orang dibandingkan dengan membeli makanan siap saji.
Selain mengurangi garam, konsumsi daun seledri dan mentimun juga dapat membantu menurunkan tekanan darah tinggi. Untuk minuman, penderita hipertensi disarankan untuk memperbanyak konsumsi air putih.
"Tidak dianjurkan bagi penderita hipertensi meminum banyak kopi, terutama dengan hipertensi berat. Kalaupun ingin minum kopi, penderita dapat memilih kopi hitam yang lebih sehat dan berkhasiat bagi tubuh," kata dr. Eka.
Kesadaran tentang faktor-faktor risiko ini sangat penting untuk mencegah dan mengelola hipertensi. Masyarakat perlu memahami bahwa genetika memang berperan, tetapi pola makan dan gaya hidup yang sehat juga sangat menentukan. Perubahan kecil dalam pola makan dan gaya hidup bisa memberikan dampak besar bagi kesehatan jangka panjang.