Mengunjungi Museum Rumah Kelahiran Buya Hamka di Sumatra Barat, Ada Koleksi Tulisan Semasa Hidup
rumah milik nenek Buya Hamka itu sempat hancur lebur saat pemerintahan Jepang menduduki Sumatra Barat.
Rumah milik nenek Buya Hamka itu sempat hancur lebur saat pemerintahan Jepang menduduki Sumatra Barat.
Mengunjungi Museum Rumah Kelahiran Buya Hamka di Sumatra Barat, Ada Koleksi Tulisan Semasa Hidup
Siapa yang tak kenal dengan sosok Buya Hamka? Ia adalah pahlawan nasional, ulama, filsuf, dan sastrawan Indonesia.
Berkat jasa-jasanya selama hidup, kini rumahnya yang berlokasi di tepi Danau Maninjau, Kecamatan Tanjung Raya, Kabupaten Agam dijadikan sebagai museum.
Semasa hidup, Buya Hamka dikenal sebagai seorang cendekiawan, pejuang, dan juga politisi. Dalam memperjuangkan kemerdekaan, Buya Hamka terlibat dalam pergerakan nasional seperti Muhammadiyah dan juga Sarekat Islam.
Selain berkontribusi dalam bidang organisasi, Buya Hamka juga melahirkan berbagai tulisan dan orasi dakwah dalam menggelorakan semangat perjuangan. Beberapa tulisannya sempat dianggap berbahaya oleh pemerintah Hindia Belanda.
-
Apa karya fenomenal Buya Hamka? Sebagai sastrawan, Hamka telah melahirkan karya-karya fenomenal seperti Di Bawah Lindungan Ka’bah (1936), Tenggelamnya Kapal van der Wijck (1937), dan masih banyak lagi.
-
Dimana lokasi Museum Rumah Kelahiran Bung Hatta? Museum yang terletak di Jalan Soekarno-Hatta No.37, Bukittinggi ini menyimpan benda-benda bersejarah peninggalan Bung Hatta.
-
Di mana Buya Hamka dimakamkan? Saat itu, ribuan pelayan datang mengantre ikut menyalatkan jenazah Buya Hamka.
-
Siapa Bapak Permuseuman Indonesia? Bicara tentang museum di Indonesia maka akan bicara mengenai sosok Mohammad Amir Sutarga. Dia didaulat sebagai Bapak Permuseuman Indonesia.
-
Kapan Buya Hamka meninggal? Tepat hari ini, 24 Juli pada 1981 lalu, Buya Hamka meninggal dunia.
-
Apa saja karya Amir Sutarga tentang museum? Ia pun telah beberapa kali menulis karya terkait museum seperti Museum Etnografi: Perkembangan dan Fungsinya di Zaman Sekarang (1958), Persoalan Museum di Indonesia (1962), dan Studi Museologia (1991).
Saksi Kelahiran Sang Pejuang
Rumah Buya Hamka ini resmi dibangun kembali pada tahun 2000 dan diresmikan oleh Gubernur Sumatra Barat saat itu, Zainal Bakar setahun sesudahnya.
Tempat ini menjadi saksi bisu lahirnya seorang cendekiawan Indonesia sebelum pindah tempat tinggal ke Padang Panjang.
Menurut beberapa sumber, rumah milik nenek Buya Hamka itu sempat hancur lebur saat pemerintahan Jepang menduduki Sumatra Barat.
Rumah yang berada di atas jalan raya itu oleh pemerintah setempat kembali dibangun dengan bentuk seperti aslinya untuk mengenang jasa-jasa Buya Hamka selama hidup sekaligus museum koleksi karya miliknya.
Peninggalan Karya Tulis
Ketika memasuki bangunan kecil nan minimalis ini, ada beberapa rak-rak yang memamerkan koleksi benda peninggalan Buya Hamka, mulai dari ratusan buku, majalah, hingga arsip yang semuanya tersimpan rapi.
Bingkai-bingkai foto juga menghiasai setiap sudut ruangan kecil tersebut.
Di tempat ini ada kenangan foto Buya Hamka bersama dengan Presiden Soekarno dan sejumlah tokoh-tokoh penting lainnya.
Selain foto bersama tokoh Indonesia lainnya, ada pula beberapa foto Buya Hamka saat masih kanak-kanak hingga foto usai dirinya meninggal dunia pada tahun 1981.
Terlihat ribuan orang berkerumun untuk mengantarkan sang pejuang ke tempat peristirahatan terakhirnya. (Foto: indonesiakaya.com)
Koleksi Pribadi Buya Hamka
Masuk lebih dalam lagi, pengunjung akan menemukan sebuah ruangan yang dulunya menjadi kamar Buya Hamka. Di dalamnya, terdapat tempat tidur dengan kelambu berwarna putih. (Foto: museum.kemdikbud.go.id)
Selain itu ada juga ruangan lainnya yang mengoleksi benda milik orang tua Buya Hamka, seperti kursi, lampu gantung kuno, koper milik Buya Hamka semasa naik haji, tongkat, baju wisuda, dan sebagainya.
Koleksi paling berharga yang ada di tempat ini adalah jubah milik Buya Hamka ketika menerima gelar Doktor Honoris Causa di Universitas Al-Azhar Kairo, Mesir serta Universitas Kebangsaan Malaysia.
Akses ke Museum
Bagi Anda yang ingin mengunjungi tempat sejarah ini, dari Bukittinggi Anda harus melewati Jalan Kelok 44. Ketika sudah bertemu dengan sebuah persimpangan lalu belok kiri.
Setelah dari persimpangan, Anda akan menempuh perjalanan lebih kurang 7 Kilometer dengan pemandangan Danau Maninjau tepat di sebalah sisi kanan jalan. Dijamin, perjalanan kamu tidak akan membosankan.