Kisah Wong Bersaudara, Pelopor Produksi Film Fiksi Pertama dan Terpanjang Masa Hindia Belanda
Tiga bersaudara dari etnis Tionghoa ini cukup aktif dan terkenal di dunia perfilman era Hindia Belanda sekaligus pendiri dari The Great Wall Productions.
Tiga bersaudara dari etnis Tionghoa ini cukup aktif dan terkenal di dunia perfilman era Hindia Belanda sekaligus pendiri dari The Great Wall Productions.
Kisah Wong Bersaudara, Pelopor Produksi Film Fiksi Pertama dan Terpanjang Masa Hindia Belanda
Hindia Belanda bukan melulu soal penjajahan ataupun VOC. Namun, melihat sisi lainnya masih banyak yang bisa ditelusuri keberadaannya salah satunya yakni industri film.
Memang, film zaman itu belum secanggih dan sebagus sekarang. Tapi tanpa ada pelaku yang bergerak di bidang yang sama seperti Wong Bersaudara atau tiga bersaudara beretnis Tionghoa ini.
Mereka dulu cukup aktif dan terkenal dalam industri perfilman era Hindia Belanda. (Foto: Wikipedia)
-
Siapa produser Tionghoa film di Hindia Belanda? The Teng Chun, Produser Keturunan Tionghoa yang Sukses Merintis Perusahaan Film di Hindia Belanda Lahir dari keluarga orang kaya, pria Tionghoa ini sukses menjalankan industri perfilman saat era pemerintahan Hindia Belanda.
-
Apa film pertama di Indonesia? Film dokumenter perjalanan Raja dan Ratu Belanda di Den Haag adalah film yang pertama kali diputar.
-
Siapa sutradara film pertama di Indonesia? Saat itulah ia resmi menjadi sutradara film pertama di Indonesia.
-
Film apa yang diproduksi The Teng Chun pertama kali? Setelah belajar di Shanghai dengan hasil karya pertamanya berjudul Whell of Desteny yang masih tergolong film bisu, ia kembali ke Hindia Belanda pada tahun 1930.
-
Siapa Bapak Film Komedi Indonesia? Nama Nya Abbas Akup begitu terkenal di industri perfilman komedi Indonesia di masa lampau.
-
Bagaimana film berkembang? Seiring perkembangan teknologi film, industri film mulai berkembang dan munculnya efek khusus untuk menambahkan keindahan visual dalam film.
Tiga bersaudara itu terdiri dari Nelson, Joshua, dan Othniel. Namun, kakak tertua yaitu Nelson Wong sudah tertarik duluan dengan dunia film sejak dirinya menempuh pendidikan di Amerika Serikat.
Nelson lalu memutuskan untuk fokus di studi teknik penciptaan imaji atau Imagemaking di Hongkong tahun 1920-an.
Melihat sang kakak tertua yang sibuk dengan dunianya itu memicu sang adik-adik yaitu Joshua dan Othniel untuk ikut terjun di kancah industri perfilman.
Seperti apa kisah dari Wong Bersaudara ini? Simak ulasan informasinya berikut.
Ditawar Membuat Film
Dihimpun dari beberapa sumber, saat Nelson tiba di Hindia Belanda tahun 1927 ia sudah menjalin kerja sama dengan rombongan teater.
Saat itu sang pemilik menawarkan pembuatan film kepada Nelson yang dibintangi oleh pemain-pemain teater.
Nelson yang tergiur dengan tawaran tersebut memaksanya untuk memindahkan keluarganya ke Hindia Belanda.
Meski awalnya tidak diketahui keluarganya, Nelson sudah memproduksi sejumlah film layar lebar dengan studio yang berbeda tetapi masih dalam satu nama perusahaan yaitu Halimoen Film.
Selain itu, mereka bertiga datang ke Hindia Belanda hanya dengan modal seadanya yaitu Pathe 35mm Cinecamera, perlengkapan pendukung, dan keahlian proses development film.
Produksi Film
Wong Bersaudara berhasil memproduksi film perdananya berjudul Lily van Java pada tahun 1929.
Ketika sang kakak tertua yakni Nelson jatuh sakit, Joshua bersama Othniel bekerja sama dengan Albert Balink dan Mannus Franken untuk memproduksi film "Pareh".
Pada tahun 1937, Wong Bersaudara kembali menjalin kerja sama dengan Albert Balink dalam sebuah film berjudul Terang Boelan. Film ini kemudian sangat laris dan otomatis membuat keuangan Wong Bersaudara meningkat pesat.
Kemudian, mereka bertiga masih konsisten produksi film namun di bawah perusahaan Tan's Film.
Setelah pendudukan Jepang, Joshua dan Othniel beralih profesi menjadi pedagang dan sempat vakum dari dunia film. Sampai pada tahun 1948 mereka comeback bersama Tan Bersaudara.
Kelola Laboratorium Film
Dilansir dari akun Instagram sinematografer_indonesia , ketiganya mengelola sebuah laboratorium film yang berlokasi di Bojong Loa, Bandung.
Untuk membagi pekerjaannya, mereka membaginya dengan sistem jobdesc, apabila dua orang sudah ada di bidang produksi, maka satu orang terakhir bertugas di pascaproduksi.
Film berjudul Lily van Java menjadi film produksi etnis Tionghoa pertama dan menjadi film fiksi terpanjang kedua setelah Loetoeng Kasaroeng di Hindia Belanda.
Nelson pun bertanggung jawab sebagai sutradara dan juru kamera di bawah perusahaan Halimoen Film.
Film Bersuara di Hindia Belanda
Tahun 1935, Othniel merilis film Boenga Roos dari Tjikembang yang diambil dari sebuah novel. Film ini sebagai "film bersuara" bukan "film bicara" pada era Hindia Belanda.
Wong Bersaudara meminta bantuan Lemmens atau teknisi radio untuk membuat alat merekam suara.
Dari Wong Bersaudara, kita bisa belajar bahwa teknik film bukan hanya soal kualitas gambar/visual atau suara saja, melainkan alur cerita atau storytellingnya juga harus diperhatikan.
Dari mereka juga lahirnya kata-kata "juru kamera" atau "cameraman" yang berangkat dari pengerjaan teknis di lapangan hingga di laboratorium serta menyadari adanya kebutuhan asisten kamera dan teknisi pencahayaan dalam setiap proses produksi film.