Rumah Baghi, Tempat Tinggal Masyarakat Suku Besemah yang Penuh Makna hingga Tahan Gempa
Selain kuat dan tahan gempa, konsep konstruksi rumah baghi ini juga unik.
Selain kuat dan tahan gempa, konsep konstruksi rumah baghi ini juga unik.
Rumah Baghi, Tempat Tinggal Masyarakat Suku Besemah yang Penuh Makna hingga Tahan Gempa
Setiap suku di Indonesia memiliki ciri khasnya masing-masing, tak terkecuali rumah tempat tinggal mereka. Sebagian besar rumah tradisional di Indonesia dibangun menggunakan bahan-bahan dari alam.
Salah satunya yaitu rumah baghi atau biasa disebut dengan ghumah baghi atau ghumah tatahan milik masyarakat Suku Besemah di Sumatera Selatan. Melansir dari beberapa sumber, "ghumah" artinya rumah, sedangkan baghi (dibaca: bari) artinya tua. (Foto: Wikipedia)
-
Dimana orang Sunda membangun rumah tahan gempa? Dari sana, komunitas tersebut berupaya membangun rumah dengan menyesuaikan topografinya sehingga bisa tahan saat terjadi bencana alam.
-
Apa bentuk Rumah Adat di Sempurmayung? Jika ditilik dari bentuknya, rumah adat di kampung tersebut memiliki gaya Julang Ngapak. Secara filosofis, Julang Ngapak menggambarkan bentuk atap yang menyerupai seekor burung yang tengah mengepakkan sayapnya. Bentuk atapnya tampak melebar, dengan bagian dengan dan belakangnya memiliki motif berbentu “X“ sebagai gambaran dari kepala dan ekor burung.
-
Apa ciri khas Rumah Imah Badak Heuay? Rumah Imah Badak Heuay memiliki arti yang begitu unik, yaitu badak sedang menguap.
-
Kenapa rumah di Bantul harus tahan gempa? Karena potensi bencana yang begitu besar, rumah di Bantul dan juga di Daerah Istimewa Yogyakarta harus tahan gempa.
-
Bagaimana masyarakat Batak membangun Rumah Bolon? Rumah adat Batak dibangun pada 1864 oleh Raja Tuan Rahalim yang merupakan raja berjaya dan memiliki kekuasaan pada abad ke- 19. Rumah adat Batak merupakan istana yang ditempati oleh para raja yang memiliki kekuasaan penuh.
-
Bagaimana Rumah Sunda tahan gempa? Kunci utama dari antisipasi tersebut adalah terdapat pada bahan utama rumah, yakni kayu dan bambu. Menurut Pemerhati Budaya Sunda dari Lembaga Adat Karatuan Padjadjaran, Rd., Ir. Roza Rahmadjasa Mintaredja, M.Ars, fungsi kayu dan bambu yang elastis mampu meredam goncangan dan mengkonversikannya menjadi getaran tetap yang tidak hancur.
Bagi masyarakat Suku Besemah, rumah baghi ini sangatlah berarti. Hal ini dikarenakan rumah tersebut sudah digunakan secara turun-temurun sejak ratusan tahun lalu oleh para nenek moyang Suku Besemah.
Masih ada keunikan lain dari rumah baghi yang patut untuk diulas satu per satu. Simak informasi selengkapnya yang dirangkum merdeka.com dari berbagai sumber berikut ini.
Tahan Terhadap Gempa
Dihimpun dari beberapa sumber, rumah baghi ini memiliki pondasi yang kuat dan kokoh. Hal ini dikarenakan dalam proses pembangunannya menggunakan kayu-kayu berkualitas yang diambil dari hutan-hutan di sekitarnya.
Kayu-kayu tersebut bukan hanya digunakan sebagai pondasi, tetapi jug untuk dinding, lantai, dan kayu ukiran. Maka dari itu, rumah baghi ini cukup tahan gempa.
Kuncinya adalah pada tiang-tiang yang ditempel batu sehingga apabila ada guncangan, kayu-kayu tadi akan bergerak dinamis.
Selain kuat dan tahan gempa, konsep konstruksi rumah baghi ini juga unik. Pasalnya, setiap sudutnya tidak menggunakan paku tetapi menggunakan pasak yang menghubungkan bagian rangka.
Sementara untuk kerangka dindingnya, biasanya akan dipasang mengikuti lubang alurnya sebagai bagian penguatnya seperti layaknya di paku.
Tidak Memiliki Jendela
Selain dari kerangka bangunan, keunikan lain dari rumah baghi ini adalah tidak memiliki jendela dan hanya memiliki satu daun pintu yang berada di bagian tengah. Daun pintu tersebut terbuat dari bahan kayu dengan engsel berupa sumbu.
Selain tidak memiliki jendela, di dalam rumahnya pun tidak ada sekat atau kamar. Bentuknya rumah panggung dengan tinggi hampir 2 meter yang berfungsi agar terhindar dari gangguan binatang buas serta menaruh kayu bakar.
Untuk lantai di dalam ruangan memiliki dua tingkat. Lantai yang lebih tinggi itu terdapat pada bagian depan ruangan. Tempat tersebut diperuntukan sebagai tempat duduk meraje, yaitu keluarga dari garis keturunan laki-laki, seperti kakek, wak, dan paman.
Pada bagian bawah digunakan untuk anak belai, yaitu keturunan perempuan beserta suami dan anak cucu mereka. Dari sini terlihat jelas jika Suku Besemah mengusung garis keturunan patrilineal.
Bantuan Roh Halus
Keberadaan rumah baghi tidak hanya sebagai rumah hunian, tetapi juga menjadi simbol status sosial seseorang yang terlihat jelas dari besar kecilnya rumah tersebut.
Melansir dari kanal Liputan6.com, terdapat dua versi bagaimana masyarakat Besemah mengumpulkan kayu-kayu tersebut.
Pertama, kayu-kayu tersebut dibawa oleh roh halus yang didatangkan saat pemilik rumah hendak membangun rumah baghi. Sedangkan versi lainnya adalah proses pembawaan kayu tadi dibantu oleh hewan ternak, seperti sapi atau kerbau.
Masyarakat Suku Besemah sejak ratusan tahun lalu sudah memiliki insting dan jiwa seni yang sangat tinggi. Bahkan, mereka memiliki cara sendiri agar rumah tersebut bisa berdiri dengan kokoh dan kuat.
Terancam Punah
Sayangnya, seiring berjalannya waktu keberadaan rumah baghi mulai terpinggirkan. Kini jumlah yang tersisa sudah sangat sedikit di Sumatera Selatan. Pada tahun 2017 rumah ini hanya tinggal sekitar 13 unit saja.
Selain itu, rumah-rumah ini sudah tidak terawat karena tidak dihuni. Bahkan, rumah tersebut ditinggal begitu saja oleh pemiliknya sehingga kayu-kayunya sudah termakan rayap.
Parahnya lagi, jenis kayu yang digunakan sebagai bahan dasar bangunan sudah semakin jarang ditemukan.