Sosok Maria Walanda Maramis, Wanita Minahasa Pendobrak Adat dan Emansipasi di Dunia Pendidikan
Setiap 1 Desember masyarakat Minahasa akan mengenang sosok pahlawan yang berperan penting dalam emansipasi wanita pada awal abad ke-20.
Pahlawan perempuan itu dikenal dengan nama Maria Josephine Catherine Maramis atau Maria Walanda Maramis. Ia sudah terdaftar sebagai Pahlawan Nasional Indonesia atas usahanya dalam mengembangkan wanita di awal abad ke-20.
Selama hidup, Maria telah melakukan berbagai gerakan untuk memajukan pendidikan kaum wanita. Selain itu ia juga kerap menulis buah-buah pemikirannya di surat kabar Tjahaja Siang. Maria juga menyuarakan perlunya peran ibu memperoleh pendidikan modern tidak hanya menjadi ibu rumah tangga saja.
-
Siapa sosok pahlawan di bidang pendidikan di Mandailing Natal? Sosok yang satu ini adalah pahlawan di bidang pendidikan khususnya daerah Mandailing Natal, Sumatra Utara.
-
Siapa yang menginspirasi wanita Indonesia? Di hari yang istimewa ini, mari kita renungkan kembali semangat yang telah ditanamkan oleh Kartini, yang tidak hanya menjadi inspirasi bagi wanita Indonesia, tetapi juga bagi setiap individu yang bermimpi dan berusaha untuk mencapai kesetaraan di segala aspek kehidupan.
-
Apa contoh emansipasi perempuan yang memberikan akses pendidikan? Program akses pendidikan yang bebas dari diskriminasi gender. Ini dapat berupa pemberian beasiswa atau insentif kepada perempuan yang ingin melanjutkan pendidikan tinggi atau mencari peluang pendidikan yang setara.
-
Siapa yang bisa menjadi contoh wanita inspiratif? 'Sabar ketika di-bully itu pahit rasanya. Tapi kadang yang pahit itu justru yang bisa menyembuhkan luka.' -Merry Riana
-
Siapa yang menerima penghargaan Perempuan Berpengaruh? Ketua Tim Penggerak Pembina Kesejahteraan Keluarga (TP PKK) Provinsi Kalimantan Timur, Erni Makmur menerima Apresiasi Perempuan Berpengaruh dari Dream.co.id dan Diadona.id untuk kategori Influential in Female Leadership.
-
Siapa yang menginspirasi Ibu Normayanti? Perjuangan Norma bagaikan lentera di tengah gelapnya fasilitas dan infrastruktur. Guru PPPK yang baru diangkat tahun 2022 lalu itu tak ingin masa depan anak didiknya segelap infrastrukur di sana.
Berkat perjuangannya terhadap peran wanita, masyarakat Minahasa selalu memperingati Hari Ibu Maria Walanda Maramis yang sudah dianggap sebagai sosok pendobrak adat. Sosoknya berperan penting dalam kemajuan wanita di bidang politik dan pendidikan.
Lantas seperti apa profil dan proses perjuangan selama hidupnya? Simak informasi yang dirangkum merdeka.com dari berbagai sumber berikut ini.
Profil Singkat
Maria Walanda Maramis lalhir di Kema, Minahasa Utara, Sulawesi Utara pada 1 Desember 1872. Ayahnya seorang pedagang dan ibunya seorang ibu rumah tangga.
Maria merupakan anak ketiga dari tiga bersaudara yang terdiri dari Antje (kakak perempuan) dan Andries Alexander (kakak laki-laki) yang merupakan ayah dari A.A. Maramis.
Ia bersama kakaknya sudah ditinggal orang tuanya karena wabah kolera yang cukup merajalela di Minahasa sekitar tahun 1878.
Sejak kecil Maria sudah memiliki ketertarikan dengan dunia pendidikan ketika dirinya memohon kepada pamannya untuk melanjutkan sekolah di Meisjesschool Tomohon. Namun permintaan itu tidak disetujui pamannya karena uang peninggalan orang tua Maria hanya cukup untuk menyekolahkan kakak laki-lakinya saja.
Dalam adat Minahasa, seorang wanita setelah menamatkan sekolah cukup membantu rumah tangga sampai saatnya menikah. Keadaan ini memicu tanda tanya dalam diri Maria lalu muncul pertanyaan kenapa gender laki-laki yang lebih diutamakan khususnya dalam bidang pendidikan.
Pindah ke Manado
Ketika usia Maria menginjak 18 tahun, ia menikah dengan Jozef Frederik Calusung Walanda, seorang guru lulusan Sekolah Pendidikan Guru di Ambon. Setelah menikah Maria tinggal bersama suaminya di Maumbi, sebuah desa yang terletak di antara Manado dan Airmadidi.
Ia bersama Jozef dikaruniai empat orang anak. Empat orang anak ini masing-masing bernama Wilhelmina Frederika (Keke), Paul Alexander (Oetoe/Utu), Anna Pawlona (Moetji), dan Albertine Pauline (Raukonda/Konda).
Berprofesi sebagai seorang guru, suami Maria memohon ke tempat Ia bekerja agar anak-anaknya bisa bersekolah di Hollands Indlandse School (HIS) atau Manadose School. Namun permintaan itu ditolak bahkan menyebabkan dirinya sempat dipecat sebagai bentuk peringatan.
Meski gagal untuk menyekolahkan anaknya di tempatnya bekerja, dua anak Maria Jozef yang bernama Moetji dan Konda lulus ujian Klein Ambtenaar. Keduanya berkesempatan untuk melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi meski orang tua mereka harus mendobrak sistem adat Minahasa. Sebab saat itu, menurut adat tidak ada anak perempuan yang pergi jauh ke luar daerah hanya untuk menempuh pendidikan.
Memajukan Pendidikan
Untuk mencapai cita-citanya dalam memajukan kehidupan perempuan lewat pendidikan dengan menyekolahkan anak-anaknya ke Batavia, ia juga menulis ide-ide pemikirannya melalui surat kabar Tjahaja Siang.
Tulisannya ini memuat soal kemajuan perempuan yang bisa menempuh sekolah dan memiliki keahlian bidang seperti juru rawat. Ia juga menyoroti kehidupan ibu rumah tangga yang perlu mendapat pendidikan formal dan memiliki keahlian dalam berbagai bidang.
Selain itu, ia juga menulis tentang masa depan anak-anak yang berangkat dari berbagai lapisan masyarakat. Untuk memperbaiki masa depan tiap kalangan, diperlukan seorang ibu yang pandai dalam mengatur sistem rumah tangga.
Dirikan Pikat
Buah pemikirannya ini pun direspons positif oleh masyarakat Minahasa dan membuat mereka tergerak. Pada 8 Juli 1917 Maria bersama perempuan lain mendirikan PIKAT atau Percintaan Ibu Kepada Anak Temurunnya yang menjadi organisasi perempuan pertama di Minahasa.
Sebagai ketua, Maria turut mendirikan cabang PIKAT di berbagai daerah dengan mengirimkan surat kepada perempuan yang memiliki pengaruh di daerah tersebut. Beberapa cabangnya berada di daerah Cimahi, Buitenzorg (Bogor), Magelang, Bandung, hingga Surabaya.
Perjuangan Maria ketika berada di PIKAT terjadi pada tahun 1919 ketika Minahasa Raad atau badan perwakilan dalam memiliki wakil-wakil rakyat selanjutnya menetapkan jika anggota yang bisa memilih hanyalah laki-laki.
Maria pun berusaha untuk melibatkan wanita dan memiliki hak yang setara dengan laki-laki. Akhirnya pada tahun 1921 diputuskan jika wanita diperbolehkan untuk memberi suara dalam pemilihan anggota Minahasa Raad.
Tutup Usia
Maria Walanda Maramis tutup usia pada 22 April 1924 di umur 51 tahun. Ia dimakamkan di Maumbi, Kalawat, Minahasa Utara. Ia dianugerahi gelar Pahlawan Nasional Indonesia pada tanggal 20 Mei 1969 silam.