Orang Lanjut Usia Lebih Sering Bagikan Informasi Hoaks di Facebook
Merdeka.com - Para peneliti di NYU dan Princeton University mempublikasikan sebuah jurnal Science. Isinya adalah tentang perilaku orang lanjut usia doyan bagikan kabar hoaks empat kali lipat lebih sering.
Dilaporkan The Guardian, Minggu (13/1), pengguna Facebook Amerika dengan usia di atas 65 tahun, membagikan lebih tujuh artikel yang tak terbukti kebenarannya dibandingkan mereka yang berusia 18 hingga 29 tahun.
Dalam penelitiannya, para peneliti menganalisis riwayat unggahan milik 1.750 pengguna Facebook berusia dewasa. Dari riwayat tersebut, orang-orang berusia lanjut lebih banyak mengunggah informasi yang berasal dari penerbit fake news.
-
Siapa yang menyebarkan hoaks ini? 'Berita yang menyebar itu adalah hoaks yang sengaja dihembuskan oleh OPM dan simpatisannya. Justru saat ini aparat TNI dari Yonif 527 membantu melaksanakan pengamanan RSUD Madi Paniai karena adanya pengaduan dari masyarakat bahwa gerombolan OPM akan membakar RSUD tersebut,' katanya dalam keterangan tertulisnya, Minggu (26/5).
-
Informasi apa yang disebarluaskan? Diseminasi adalah proses penyebaran informasi, temuan, atau inovasi yang direncanakan, diarahkan, dan dikelola agar dapat dimanfaatkan oleh kelompok target atau individu.
-
Siapa yang menyebarkan informasi hoaks itu? Yayuk memastikan akun Instagram bernama BP2MI dengan centang hijau yang menyebarkan informasi tersebut bukan akun resmi milik BP2MI.
-
Apa yang ditemukan peneliti? Para peneliti menggambarkan spesies baru dari genus Calotes di Tiongkok selatan dan Vietnam utara.
-
Apa isi hoaks yang beredar? 'Berita yang menyebar itu adalah hoaks yang sengaja dihembuskan oleh OPM dan simpatisannya. Justru saat ini aparat TNI dari Yonif 527 membantu melaksanakan pengamanan RSUD Madi Paniai karena adanya pengaduan dari masyarakat bahwa gerombolan OPM akan membakar RSUD tersebut,' katanya dalam keterangan tertulisnya, Minggu (26/5).
-
Siapa peneliti yang melakukan penelitian ini? Para peneliti mencatat bahwa bias visual mereka ini bahkan mampu memprediksi persentase suara yang akan diterima oleh masing-masing kandidat.
Para peneliti menemukan, sebagian besar pengguna tidak berbagi artikel dari domain berita palsu pada 2016. Sementara, 8,5 persen responden membagikan setidaknya satu tautan ke domain berita tak terbukti kebenarannya seperti denverguardian, thepundit, atau donaldtrumpnews.co.
Laman di atas dan 18 laman serupa masuk dalam daftar laman yang menyajikan berita tak akurat, oleh para peneliti tautan seperti ini dianggap sebagai fake news.
Sementara itu, situs partisan seperti Breitbart yang pro sayap kanan, tak masuk dalam kategori penyedia berita palsu. Mereka yang senang membagikan konten-konten umum jarang membagikan konten fake news.
Pasalnya, menurut informasi tersebut, orang-orang yang berbagi banyak tautan lebih memahami media dan mampu membedakan berita yang benar ketimbang fake news yang beredar di internet.
Temuan ini didukung oleh data demografi, bahwa orang-orang dengan usia lebih dari 65 tahun yang telat mengenal internet dua kali lipat lebih sering berbagi artikel palsu ketimbang mereka yang lebih muda.
Salah satu penyebabnya karena mereka yang berusia lanjut tak punya tingkat literasi media digital, seperti pengguna yang berusia lebih muda.
"Ketika generasi terbesar di Amerika memasuki masa pensiun saat ada perubahan demografis dan teknologi, ada kemungkinan seluruh kelompok orang Amerika yang sekarang berusia 60 tahun ke atas tak memiliki tingkat literasi media digital yang diperlukan, guna menentukan kepercayaan atas berita yang beredar di internet," kata peneliti dalam laporannya.
Kemungkinan kedua yang membuat orang lanjut usia lebih banyak berbagi informasi palsu adalah, adanya dampak dari penuaan memori.
"Ingatan yang memburuk seiring bertambahnya usia dengan cara yang secara khusus merusak resistensi terhadap ilusi kebenaran," katanya.
Sumber: Liputan6.com
Reporter: Agustin Setyo Wardani (mdk/faz)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
YouTube menjadi tempat penyebaran hoaks terbanyak dengan presentase 44,6 persen.
Baca SelengkapnyaPenyebaran hoaks Pemilu ditemukan paling tinggi di Facebook.
Baca SelengkapnyaDisinformasi yang bersumber dari platform media sosial merembes ke forum-forum personal seperti whatsapp group.
Baca SelengkapnyaDaftar platform ini paling banyak sebar hoaks terlebih jelang pemilu.
Baca SelengkapnyaMasyarakat harus memiliki pemikiran kritis dalam membaca berita.
Baca SelengkapnyaDi sisi lain, dia mengakui bahwa temuan hoaks Mafindo jumlahnya lebih sedikit dari banyaknya hoaks yang tersebar.
Baca SelengkapnyaCekFakta merupakan kolaborasi antara Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI), dan Masyarakat Anti Fitnah Indonesia (MAFINDO).
Baca SelengkapnyaKorban diminta untuk mengisi beberapa pertanyaan dan diminta untuk mengirim foto
Baca SelengkapnyaKesimpulan ini berdasarkan riset yang dilakukan oleh ilmuwan di Amerika Serikat.
Baca SelengkapnyaStudi Pew juga menemukan bahwa konsumen berita reguler di Nextdoor, Facebook, Instagram, dan TikTok lebih cenderung adalah perempuan.
Baca SelengkapnyaBeberapa jam setelah serangan Hamas ke Israel, X atau Twitter dibanjiri video dan foto hoaks serta informasi menyesatkan tentang perang di Gaza.
Baca SelengkapnyaBerita hoaks didominasi oleh isu kesehatan, pemerintahan, penipuan dan politik di luar pada isu-isu lain
Baca Selengkapnya