Profesi Keramat yang sampai Kapanpun Tak Bakal Digantikan AI, Ini Konsekuensinya
Artificial Intelligence (AI) mulai merangsek ke segala profesi. Namun ada satu aktivitas yang tak bisa tergantikan.
Artificial Intelligence (AI) mulai merangsek ke segala profesi. Namun ada satu aktivitas yang tak bisa tergantikan.
Profesi Keramat yang sampai Kapanpun Tak Bakal Digantikan AI, Ini Konsekuensinya
Artificial Intelligence (AI) masih menimbulkan kecemasan bagi umat manusia. Terutama soal pekerjaan atau profesi. Organization for Economic Co-operation and Development mengatakan bahwa 27 persen dari semua pekerjaan yang bergantung pada keterampilan dapat diotomatisasi menggunakan AI. AI juga akan melakukan sesuatu yang mirip dengan pekerjaan kerah putih seperti pengacara, ekonom hingga penulis. Profesi-profesi itu terancam.
-
Apa yang dilakukan robot AI di kuil Buddha? Robot tersebut memiliki wajah silikon mirip manusia dengan bibir bergerak dan mata berkedip pada badan logam. Ini memberikan khotbah Sutra Hati 25 menit tentang prinsip-prinsip Buddha dengan suara surround dan proyeksi multi-media.
-
Siapa yang menciptakan Robot AI? Para ilmuwan dari Technical University of Denmark (DTU), menciptakan model AI yang bernama Life2vec.
-
Apa yang digambarkan AI? Berikut adalah penggambaran capres menggunakan teknologi artificial intelligence (AI).
-
Siapa yang digambarkan AI? Berikut adalah penggambaran capres menggunakan teknologi artificial intelligence (AI).
-
Siapa yang bisa atasi masalah AI? Pemerintah tak sendiri, tetapi juga melibatkan sejumlah lembaga, hingga mitra kerja di beragam sektor, seperti beberapa pakar teknologi, sosial, maupun budaya.
-
Apa yang AI tidak bisa lakukan? “AI tidak bisa menggantikan sebuah kreativitas,“ kata CEO dari Freelancer.com, Matt Barrie.
Dari sekian banyak profesi yang bakal ‘dihantam’ AI ada satu profesi yang tak akan tergantikan. Apa itu?
Dikutip dari IndianExpress, Kamis (3/8), profesi itu adalah Rohaniawan. Tak dimungkiri, robot dan program AI mulai merangsek ke wilayah keramat bagi orang beragama.
Meski AI mulai masuk pada ranah ritual, setiap kelompok agama masih membutuhkan manusia untuk tetap memandu keyakinannya kepada Tuhan.
Menariknya, menurut sebuah penelitian yang diterbitkan dalam Journal of Experimental Psychology menemukan kecenderungan keberadaan AI justru dapat mengikis kredibilitas dan mengurangi donasi yang diberikan kepada kelompok agama.
Kasus Kuil Ditinggalkan Jemaah
Ada sebuah robot humanoid bernama Mindar di kuil Budha Kodai-Ji di Kyoto, Jepang, memiliki wajah silikon mirip manusia, bibir bergerak dan mata berkedip. Ini digunakan untuk menyampaikan khotbah Sutra Hati sepanjang 25 menit tentang filosofi Buddha disertai dengan pertunjukan lampu dan suara. Robot ini dibuat pada 2019 oleh tim robotika Jepang yang bermitra dengan kuil tersebut.
Sayangnya, berdasarkan survei yang dilakukan pada 398 jemaah memutuskan meninggalkan kuil setelah mendengar doa yang disampaikan robot. Para jemaah kuil mengganggap robot Mindar kurang kredibel. Hal ini berujung sumbangan yang diberikan kepada kuil menurun.
Robot Humanoid ini juga ada di Kuil Tao, Singapura. Hasilnya juga serupa.
Dari 239 jemaah, setengahnya mendengar khotbah. Namun setengahnya lagi memilih mendengarkan pendeta manusia. Mereka merasa doa yang dipanjatkan robot takkan makbul.
Terlepas dari itu, salah satu tujuan memperkenalkan Mindar ke kuil Kodai-ji adalah untuk menarik orang-orang muda kembali memeluk agama.
Sebuah survei Pew Research Center yang diterbitkan pada 2018 menemukan fakta mengejutkan. Para remaja cenderung tidak mengidentifikasi diri dengan kelompok agama apa pun daripada orang-orang dewasa yang usianya di atas mereka. Survei ini mereka lakukan di 41 negara. Kesimpulannya adalah rohaniawan telah menjadi model budaya. Mereka tidak hanya mengulangi ajaran iman semata tetapi juga mewujudkan prinsip-prinsip beragam dan melegitimasinya. Jadi rasanya profesi ini akan sulit digantikan AI.