Teknologi Ini Diakui Punya Kekuatan “Membangkitkan” Orang Mati, Tapi Apa Pantas Digunakan?
Namun apakah manusia siap menghadapi dunia baru yang penuh tantangan ini?
Namun apakah manusia siap menghadapi dunia baru yang penuh tantangan ini?
Teknologi Ini Diakui Punya Kekuatan “Membangkitkan” Orang Mati, Tapi Apa Pantas Digunakan?
Bayangkan jika kita dapat berbincang-bincang secara virtual dengan teman atau kerabat yang sudah meninggal? Barangkali ini adalah hadiah untuk mereka yang berduka atau malah mimpi buruk? Dengan percepatan pengembangan teknologi kecerdasan buatan (AI) seperti ChatGPT baru-baru ini, gagasan “kebangkitan digital” tidak lagi hanya menjadi inspirasi para penulis fiksi ilmiah.
Namun apakah manusia siap menghadapi dunia baru yang penuh tantangan ini?
Mengutip laporan IFLScience, Minggu (7/1), Masaki Iwasaki, asisten profesor dari Fakultas Hukum Universitas Nasional Seoul, ingin mengetahui lebih banyak tentang sikap masyarakat terhadap kloning digital.
-
Bagaimana AI ini memprediksi kematian? Para peneliti di Denmark menggunakan data dari jutaan individu untuk membangun model yang dapat memprediksi berbagai peristiwa kehidupan, mulai dari kesehatan hingga kehidupan sosial.
-
Mengapa AI memprediksi kematian bisa bermanfaat? Meskipun mempertimbangkan implikasi etika dalam menggunakan model AI yang mampu memprediksi dengan presisi seberapa lama seseorang akan hidup, manfaat yang tidak dapat dipungkiri adalah bahwa prediksi semacam itu dapat membantu mencegah kematian dini.
-
Bagaimana AI memprediksi kematian seseorang? Informasi seperti waktu lahir, riwayat pendidikan, penghasilan, kondisi perumahan, dan status kesehatan digunakan dalam pelatihan model AI ini untuk meramalkan peristiwa kehidupan.
-
Bagaimana Robot AI memprediksi kematian? Life2vec menggunakan 6 juta data penduduk Denmark yang telah dikumpulkan dari tahun 2008-2020. Berdasarkan hasil analisis tersebut, Life2vec berhasil mencapai tingkat akurasi 79 persen.
-
Kecerdasan buatan apa yang bisa memprediksi kematian? Life2vec adalah sebuah inovasi transformer yang mengintegrasikan data besar dari rekaman kesehatan dan demografi Denmark untuk enam juta individu.
-
Apa yang dilakukan teknologi AI? Mengutip DailyMail, Jumat (6/9), dokumen ini menunjukkan bahwa perusahaan seperti Facebook, Google, dan Amazon mungkin menggunakan teknologi ini untuk menargetkan iklan kepada konsumen. Menurut presentasi yang bocor ini, perangkat lunak tersebut mampu menangkap data niat konsumen secara real-time dan mencocokkannya dengan data perilaku untuk membuat iklan yang lebih relevan.
Dia mensurvei 222 orang dewasa AS, dari berbagai usia, tingkat pendidikan, dan latar belakang sosial ekonomi.
Di salah satu bagian survei, peserta disajikan skenario di mana seorang wanita fiksi berusia 20-an meninggal dalam kecelakaan mobil.
Teman dan orang tua wanita tersebut sedang mempertimbangkan untuk menggunakan AI untuk membuatnya kembali menjadi android digital, namun pada awalnya tidak jelas apakah wanita tersebut sendiri telah menyetujui hal ini dalam hidupnya.
Mungkin tidak mengherankan jika sebagian besar responden survei yakni sebanyak 97 persen merasa tidak pantas menghidupkan kembali seseorang secara digital. Sebaliknya, 58 persen merasa tidak apa-apa jika orang tersebut setuju.
“Meskipun saya memperkirakan penerimaan masyarakat terhadap kebangkitan digital akan lebih tinggi ketika persetujuan diungkapkan, perbedaan mencolok dalam tingkat penerimaan – 58 persen untuk persetujuan versus 3 persen untuk perbedaan pendapat – ini sungguh mengejutkan,” kata Iwasaki.
Lebih lanjut, ketika ditanya tentang kemungkinan melakukan kloning digital setelah kematian, 59 persen responden tidak setuju dengan gagasan tersebut. Dan sekitar 40 persen merasa bahwa hal tersebut tidak dapat diterima secara sosial dalam segala situasi.“Meskipun kehendak orang yang meninggal penting dalam menentukan penerimaan masyarakat terhadap kebangkitan digital, faktor-faktor lain seperti kekhawatiran etis tentang hidup dan mati, serta pemahaman umum terhadap teknologi baru juga penting,” kata Iwasaki.
Dalam konteks ini, penting untuk lebih memahami suasana hati masyarakat, dan bagaimana hak-hak dan preferensi individu dapat dilindungi.
“Penelitian saya, berdasarkan diskusi sebelumnya di lapangan, berpendapat bahwa aturan opt-in yang mewajibkan persetujuan orang yang meninggal untuk kebangkitan digital mungkin merupakan salah satu cara untuk melindungi hak-hak mereka,” ungkap dia.