Terlalu Dini Menyebut Starlink Melakukan "Predatory Pricing"
Predatory pricing bisa dibuktikan jika Starlink sudah beroperasi bertahun-tahun di Indonesia.
Predatory pricing bisa dibuktikan jika Starlink sudah beroperasi bertahun-tahun di Indonesia.
Terlalu Dini Menyebut Starlink Melakukan "Predatory Pricing"
Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) masih mengkaji adanya dugaan Starlink melakukan predatory pricing atau jual rugi di pasar retail. Menurut Anggota KPPU, Gopprera Panggabean, hal tersebut masih terlalu dini untu disimpulkan.
“Sampai saat ini kami masih mengkajinya. Ya, kan, kita belum menyimpulkan bahwa apakah yang dilakukan itu jual rugi atau apa, kita belum bisa menyimpulkan itu. Waktunya juga masih cukup pendek untuk melihat dampaknya,” jelas Gopprera pada acara Selular Business Forum (SBF) di Jakarta, Rabu (12/6).
Sebagaimana diketahui, merujuk UU nomor 5 tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat pasal 20 menyebutkan bahwa praktik jual rugi tidak diperbolehkan apabila dilakukan dengan maksud “untuk menyingkirkan atau mematikan” usaha pesaingnya.
Hal senada diungkapkan Ekonom dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, Teuku Riefky. Menurutnya, dugaan adanya predatory pricing pada dasarnya sulit dibuktikan di awal.
Kondisi seperti itu hanya bisa dilihat setelah bertahun-tahun Starlink beroperasi di Indonesia.
“Jadi, memang predatory pricing, atau kemudian exercise of monopoly power, itu sangat sulit dibuktikan di awal. Dan apakah kemudian dasar untuk membuat tertutupnya competition itu yang memang harusnya perlu dipikirkan matang-matang,” ujar dia.
Sebagai bagian dari kajiannya, KPPU telah menggelar sebuah forum diskusi yang melibatkan berbagai pemain dalam industri telekomunikasi Indonesia. KPPU juga akan melakukan peninjauan mengenai apakah Starlink telah mematuhi seluruh peraturan dan kebijakan yang berlaku di Indonesia serta mengenai persaingan yang secara nyata hadir di pasar.
Sementara itu, Falatehan, Ketua Tim Perizinan Telekomunikasi, Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika (DJPPI) Kementerian Kominfo akan terus memantau pergerakan Starlink.
Terlebih jika perusahaan satelit internet milik Elon Musk itu merilis fitur Direct to Cell. Fitur ini menawarkan kemudahan akses tanpa perlu menggunakan perangkat tambahan, hanya perlu memakai HP kemudian sudah terkoneksi.
“Mereka itu akan jadi BTS (base transceiver station) di atas. Mau enggak mau mereka harus bekerja sama [dengan] penyelenggara seluler yang ada di Indonesia karena yang punya frekuensinya mereka, seluler. Jadi, mereka itu hanya menawarkan servis,” ujar Falatehan.