Warna-warni Aurora Jupiter Lebih Menarik daripada di Bumi
Aurora tidak hanya dapat ditemukan di Bumi, tetapi juga di beberapa planet lain di galaksi Bima Sakti.
Aurora adalah fenomena alam yang menampilkan cahaya berwarna-warni yang tampak bergerak indah di langit malam. Fenomena ini terjadi akibat interaksi antara medan magnet Bumi dan partikel bermuatan yang dipancarkan oleh matahari.
Tidak hanya Bumi yang mengalami aurora, tetapi ada juga beberapa planet lain di galaksi Bima Sakti yang memiliki fenomena serupa, termasuk Jupiter. Menariknya, planet terbesar di tata surya ini memiliki aurora yang lebih spektakuler dibandingkan dengan yang ada di Bumi. Bahkan, Jupiter memiliki dua jenis aurora yang berbeda secara bersamaan.
-
Mengapa Aurora terlihat di ruang angkasa? 'Aurora dari atas sini benar-benar spektakuler,' Dia menjelaskan bahwa aurora hijau yang dia saksikan pada 15 Februari merupakan salah satu momen terbaik selama misi luar angkasa dengan kombinasi warna hijau dan merah yang memukau menyapu permukaan aurora bumi.
-
Apa yang membuat aurora berwarna? Warna aurora bervariasi tergantung pada jenis gas atmosfer yang terlibat dalam interaksi. Nitrogen dapat menyebabkan warna ungu dan biru, sementara oksigen dapat menghasilkan warna hijau dan merah.
-
Apa yang menjadikan Jupiter unik? Salah satu ciri khas Jupiter yang paling terkenal adalah Bintik Merah Raksasa, sebuah badai besar yang telah berputar di atmosfer Jupiter selama ratusan tahun.
-
Di mana aurora bisa terlihat? Aurora borealis dapat dilihat hingga Florida, sementara aurora australis terlihat hingga bagian selatan Australia.
-
Kenapa aurora terlihat di kutub? Aurora terutama terlihat di wilayah kutub, seperti wilayah Arktik dan Antartika, karena itulah tempat di mana angin matahari dapat langsung berinteraksi dengan atmosfer melalui medan magnet Bumi yang lebih terbuka.
-
Apa itu Aurora Borealis? Cahaya cantik yang muncul di langit utara di wilayah dekat Lingkar Arktik ini seolah jadi lukisan alam yang selalu sukses bikin terpesona.
Menurut informasi yang diambil dari laman NASA pada Rabu (23/10), astronom memanfaatkan Teleskop Antariksa Hubble yang dimiliki NASA/ESA untuk melakukan penelitian mengenai aurora di kutub Jupiter. Program pengamatan ini juga didukung oleh data yang diperoleh dari pesawat antariksa Juno milik NASA, yang sedang dalam perjalanan menuju Jupiter.
Gambar aurora yang ditampilkan merupakan hasil komposit dari dua pengamatan yang berbeda oleh Teleskop Hubble. Gambar ini dihasilkan melalui serangkaian pemotretan menggunakan pencitra spectrograph dalam spektrum cahaya ultraviolet, bersamaan dengan pengamatan yang dilakukan oleh Juno saat memasuki orbit Jupiter.
Aurora yang terjadi di Jupiter sangat dramatis dan merupakan yang paling aktif yang pernah diamati. Aurora ini tidak hanya berukuran besar, tetapi juga memiliki energi ratusan kali lipat lebih besar dibandingkan aurora yang ada di Bumi. Berbeda dengan aurora di Bumi yang muncul akibat badai Matahari, aurora Jupiter bersifat permanen.
Di Bumi, aurora paling intens muncul ketika badai Matahari terjadi, di mana partikel bermuatan menghujani atmosfer atas, menyebabkan gas di atmosfer bersinar dalam warna merah, hijau, dan ungu. Namun, Jupiter memiliki sumber tambahan untuk auroranya, karena medan magnet yang kuat dari planet gas raksasa ini menarik partikel-partikel bermuatan dari sekitarnya, tidak hanya dari angin matahari, tetapi juga dari partikel yang dikeluarkan oleh Io, salah satu satelit alami Jupiter yang memiliki banyak gunung berapi besar.
Aurora Terrlihat di Daerah Kutub
Para astronom telah menemukan aurora sinar-X di kutub Utara dan Selatan Jupiter.
Menariknya, aurora yang terdapat di kedua kutub ini berfungsi secara independen dan tidak saling berhubungan. Melalui penelitian terbaru yang dilakukan dengan menggunakan Observatorium Sinar-X Chandra milik NASA dan Observatorium XMM-Newton milik ESA, para ilmuwan berhasil menyusun peta emisi sinar-X yang ada di Jupiter.
Mereka bahkan berhasil mengidentifikasi titik panas sinar-X di setiap kutub, di mana setiap titik panas tersebut dapat menutupi area yang setara dengan sekitar setengah dari permukaan bumi. Tim peneliti juga menemukan bahwa karakteristik kedua titik panas tersebut sangat berbeda satu sama lain.
Emisi sinar-X yang terdeteksi di kutub Selatan Jupiter menunjukkan pola berdenyut yang konsisten setiap 11 menit. Sebaliknya, sinar-X yang muncul di kutub Utara tidak menunjukkan pola yang jelas, karena kecerahannya cenderung fluktuatif, sehingga tampak tidak terpengaruh oleh emisi dari kutub Selatan. Aurora sinar-X ini belum pernah terdeteksi pada planet gas raksasa lain di tata surya kita, termasuk Saturnus. Selain itu, aurora Jupiter berbeda dengan aurora di Bumi yang saling mencerminkan satu sama lain, meskipun keduanya memiliki medan magnet yang mirip.
Untuk memahami proses di balik pembentukan aurora sinar-X di Jupiter, para peneliti berencana untuk menggabungkan data sinar-X dari Chandra dan XMM-Newton dengan informasi yang diperoleh dari misi pesawat antariksa Juno milik NASA.
Dengan menghubungkan aktivitas sinar-X dengan perubahan fisik yang diamati secara bersamaan oleh Juno, para ilmuwan berharap dapat mengidentifikasi proses yang menghasilkan aurora Jupiter dan mengaitkannya dengan aurora sinar-X di planet lainnya.