Catar Akpol NTT Mayoritas Anak Polisi, Jenderal Polri ini Malah Larang Anaknya Masuk Akpol Pilih Restui Ngebengkel
Hasil seleksi calon taruna Akademi Kepolisian (Akpol) dari Nusa Tenggara Timur (NTT) 2024 menjadi sorotan.
Catar Akpol NTT Mayoritas Anak Polisi, Jenderal Polri ini Malah Larang Anaknya Masuk Akpol Pilih Restui Ngebengkel
Hasil seleksi calon taruna Akademi Kepolisian (Akpol) dari Nusa Tenggara Timur (NTT) 2024 menjadi sorotan. Sebabnya, delapan dari sebelas calon taruna yang lolos merupakan anak anggota Polri. Bahkan beberapa di antaranya merupakan anak pejabat Polri.
Mabes Polri diketahui memberikan alokasi kuota sebanyak 11 orang untuk Polda NTT. Dari 11 itu, lima orang dari kuota Mabes Polri dan enam orang dari kuota reguler.
(Baca di sini 8 dari 11 Catar Akpol NTT Anak Polisi)
Dulu ada seorang jenderal polisi yang terkenal amat jujur melarang anaknya untuk mendaftar menjadi taruna Akpol.
Sang jenderal justru lebih merestui anaknya bekerja di bengkel.
Jenderal polisi itu adalah Hoegeng Imam Santoso. Sosok legend yang terkenal karena kejujurannya itu merupakan mantan Kapolri yang hingga kini menjadi panutan.
Saat masih menjabat sebagai Kapolri, Hoegeng melarang anaknya untuk masuk ke Akpol. Sang anak pun sempat marah atas sikap Jenderal Hoegeng tersebut.
Namun, dia akhirnya paham mengapa sang ayah melarangnya masuk Akpol. Ternyata sang ayah sedang mengajarinya soal integritas.
"Jadi tidak sama sekali. Saya kecewa sekali tapi saya bisa mengerti. Saya enggak pernah merasa anak pejabat," kata Aditya.
Usut punya usut, ternyata Jenderal Hoegeng memiliki sebuah alasan melarang anaknya masuk Akpol. Alasannya sungguh begitu luar biasa dan idealis. Jarang dimiliki pejabat di zaman sekarang.Hoegeng tak mau keluarganya mendapat kemudahan lantaran dirinya sedang menjabat sebagai seorang Kapolri.
"Karena kamu tahu saya tengah menjabat. Apapun yang saya keluarkan akan mempermudah di dalam pendidikanmu," ujar Hoegeng seperti ditirukan Aditya.
Hoegeng juga dikenal hidup sederhana tak bergelimang harta meski menjabat sebagai seorang Kapolri. Jangankan mobil, motor pun Hoegeng dan keluarga tak punya.
"Kami juga ingin punya kendaraan bermotor atau mobil. Namun pikiran seperti itu bisa kami atasi dengan cara hidup kami yang sederhana," ujar Aditya dalam sambutannya untuk buku Hoegeng, Oase menyejukkan di tengah perilaku koruptif para pemimpin bangsa terbitan Bentang (hal 263).
Melarang anaknya masuk Akpol, Jenderal Hoegeng justru merestui sang anak bekerja di bengkel. Saat masih kuliah Aditnya pernah bekerja di sebuah bengkel dan toko suku cadang milik Henky Irawan (pembalap ternama kala itu).
Aditya tak malu karena uang tersebut halal. Uang itu digunakan untuk menambah biaya kuliahnya. Selain itu, sang ayah juga tak melarangnya bekerja di bengkel.
"Bapak tak melarang saya bekerja di mana pun. Beliau hanya berpesan, dimana pun dan apa pun posisimu, bekerjalah dengan benar," kata Aditya menirukan Hoegeng.